Chapter 6

80 18 83
                                        

"Sungguh wanita mampu menyembunyikan cinta selama 40 tahun, namun tak sanggup menyembunyikan cemburu meski sesaat."

Ali bin Abi Thalib.

// About Readiness //

"Sini, biar saya bantu, Mbak."

Ayra sontak menoleh tatkala suara itu menyapa indra pendengarnya. "Eh, nggak usah, Kak. Aku bisa sendiri, kok. Entar Kakaknya repot lagi," ujar Ayra sembari tersenyum.

"Beneran, Mbak?" tanya gadis bermata sipit itu dengan tidak enak hati.

Bertepatan saat Ayra mengangguk, Fiya yang berada tak jauh dari mereka berdua berujar. "Nggak apa-apa, Ra. Kamu kasih aja ke Jihan, soalnya kue-kuenya mau dimasukin ke kotak dulu. Kamu ikut Tante saja ke rumah abah," ujar Fiya setelah seorang santri yang datang bersama Jihan mengambil alih bawaannya.

"Ya udah, ini, Kak. Maaf, ya ngerepotin," ujar Ayra, lalu menyerahkan kue itu pada Jihan.

"Nggak, kok, Mbak. Ya sudah kalau begitu saya duluan. Mari, Ning. Assalamualaikum," pamit Jihan.

"Waalaikumsalam," jawab Ayra dan Fiya berbarengan.

Bersamaan dengan perginya Jihan dan santri yang tadi, Ayra dan Fiya pun berjalan menuju rumah Kiyai Abyan--Abah Fiya--pemilik Pondok Pesantren Al-Ikhlas yang ada di Bandung.

"Assalamualaikum," salam Fiya sembari membuka pintu dan masuk yang kemudian diikuti oleh Ayra setelah ikut mengucap salam juga.

"Waalaikumsalam," jawab semua orang yang sedang berada di ruang tamu.

"Ayra, masya Allah kamu cantik sekali."

Ayra tersenyum malu setelah mendapat pujian dari wanita yang kira-kira berumur sama dengan abangnya, Aditya. "Kak Kayla bisa aja." Hanya kalimat itulah yang keluar dari mulut Ayra setelah mendengar pujian dari Kayla, anak pertama Fiya.

"Loh, Kakak beneran tahu. Ayo sini duduk, Ra," panggil Kayla setelah mendapat kode dari kakeknya.

Ayra hanya bisa tersenyum, kemudian mengangguk lalu mendudukkan dirinya tepat di samping Kayla. Lalu, atensi gadis bermata bulat itu mengarah pada seorang pria paruh baya berumur yang tengah tersenyum hangat ke arahnya, sontak saja Ayra membalas senyum dan mengangguk sopan pada pria tua itu. "Assalamualaikum, Kiai," salam Ayra sembari menangkupkan tangannya di depan dada.

"Waalaikumsalam, Ayra," jawab Kiai Abyan.

"Ummi, di dalam Oya nangis cariin umminya," ujar Rasyid yang baru muncul dari sebuah kamar yang ada di rumah milik Abyan.

"Ya sudah, ummi ke dalam dulu. Ra, kalau kamu capek istirahat aja di kamar Kayla, tapi kalau kamu mau keliling-keliling juga nggak apa-apa. Ada Kayla yang akan menemani kamu," ujar Fiya sebelum meninggalkan ruang tamu.

"Iya, Tante." Hanya kalimat itu yang keluar dari lisan Ayra, setelah itu Fiya masuk ke dalam kamar di mana ada Oya di dalamnya.

"Kakek juga harus bertemu salah satu ustaz. Assalamualaikum, betah-betah di sini, ya, Ra," pesan Abyan sebelum pada akhirnya pergi setelah mendapat jawaban salam dari Kayla dan Ayra yang hanya tersisa di ruang tamu yang tidak terlalu luas itu.

About Readiness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang