Segera dan tergesa-gesa Wina berlari menuju tempat perjanjian bersama gadisnya, sesaat Prima, Yuyun, dan Haikal menghentikan mobil mereka dekat taman.Tidak ada sekali pun Wina berbalik badan melihat ketiganya, dan mereka memaklumi Wina yang sudah terbuai dalam kerinduan.
Wina dan Arin berjanji tuk bertemu di rumah baru Arin yang ada dekat taman. Sesampai di rumah Arin, Wina mengatur nafasnya dan menggempalkan tangan.
Dia sendiri juga gugup. Dia takut dia tidak tahu harus berbuat apa depan Arin. Dia takut berharap yang tidak-tidak.
Cinta buat banyak pikiran.
Degup jantung juga amat kencang.
Terus mengapa? Daripada ditolak, lebih baik, ya diterima saja.
Karena, bila suatu nanti kerinduan yang berkuasa, tidur jadi susah.
Dengan semua pikiran itu Wina memutuskan untuk menekan bel rumah Arin.
Sembari Wina merapikan pakaiannya, dia bisa dengar dari dalam rumah, ribut barang-barang dan jejak kaki cepat yang mengikutinya.
Hati-hati, Rin. Pikir Wina
Kemudian, jejak kaki terhenti, dan setelah beberapa menit, pintu terbuka menujukkan Arin yang cantik.
"Hai.." Dengan canggung, Arin menyapa.
Wina masih diam terkesima.
"Hm.. masuk dulu?" Tanya Arin yang bingung melihat Wina yang mulutnya terbuka.
"A-ah! Iya iya, maaf." Wina kembali ke alam sadarnya dan berjalan bersama Arin memasuki rumah itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
Wina masuk melihat-lihat rumah Arin yang sederhana, tapi mewah untuk Arin sendirian. Akan lebih cocok pula jika dilengkapi Wina didalamnya, pikir Wina sendiri.
Wina terkesima dan tersenyum lembut melihat penataan tiap-tiap barang yang ada dirumah Arin sangat menggambarkan pemilik rumahnya sendiri.
"Duduk dulu, Win.." Arin menunjuk ke arah sofa dan Wina mengikuti perintahnya.
Melainkan ikut duduk dengan Wina, Arin memutuskan untuk menyiapkan beberapa cemilan dan teh untuk sang wanita.
"Tidak usah, Rin." Kata Wina setelah beranjak lagi dari sofa.
"Duduk aja." Jawab Arin dengan tegas dan berhasil membuat Wina tunduk kepadanya.
Arin pun berjalan membawa nampan yang sudah lengkap dengan berbagai cemilan.
"Makasih." ucap Wina dan dibalas dengan senyum oleh Arin.
Arin duduk di samping Wina, tetapi berbeda kursinya. Wina menyicip teh yang tampak masih sangat panas, dilihat dari bagaimana Wina langsung berhenti mendekatkan mulutnya dengan gelas dan meniup-niup tehnya.
Arin tidak berkata apa-apa, hanya melihat Wina dalam-dalam.
Wina yang menyadarinya pun merasa tidak nyaman dan bertanya, "Mukaku aneh?"
Arin menunduk dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Maaf," katanya. "Masih belum tau harus cerita darimana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Dongeng
RomanceKisah romansa diantara Winara Jagaditha dan Arinia Putri Kenanga pada tahun 1989, tahun dimana anak fisika pada mengicar anak biologi dan anak sosial terbengkalai di pojokkan. Tahun dimana lagu Iwan Fals sering membangkitkan semangat pemuda dan lagu...