***
Michi bertemu Ren sekitar empat tahun yang lalu, tepat di hari pertama keluarganya pindah ke rumah sebelah keluarga Iwamoto. Mama Ryuche membawanya dan Joichiro, si kakak ke tetangga-tetangga untuk menyerahkan souvenir sambil berkenalan begitu mereka selesai beberes.
Iwamoto Fukka, nyonya sebelah rumah menyambut hangat. Ia bahkan sempat mencubit pelan pipi Michi karena gemas. Fukka memanggil semua anggota keluarganya yang ada di rumah untuk berkenalan dengan tetangga baru, termasuk Ren yang baru pulang dari main bola.
Kesan pertama Michi saat melihat Ren adalah biasa saja. Anak laki-laki itu menyapanya sebentar lalu pergi ke kamar. Mereka juga jarang berbicara banyak kala bertemu, hanya saling sapa sambil tersenyum.
Satu kejadian yang membuat Michi akhirnya memperhatikan Ren adalah enam bulan setelah itu.
Michi menahan pusing di perjalanan pulang sekolah. Tadi pelajaran olahraga kelasnya beraktivitas di luar yang panas. Ia lelah, belum lagi tidak doyan makan dan melewatkan waktu istirahat hanya dengan tiduran di kelas. Jadilah sekarang kepalannya pusing di tambah perutnya melilit kelaparan.
Langkahnya sudah sangat lemas.Michi berjongkok menahan sakit yang semakin terasa. Ia berpikir mungkin akan pingsan sebelum sampai rumah yang jaraknya masih satu kilo lagi.
Hingga tiba-tiba ada sepeda yang berhenti di sebelah. Pengendaranya, Iwamoto Ren, menatap Michi dengan khawatir.
"Kenapa lo?"
Michi mengernyit, tidak biasa ditanya dengan bahasa sebegitu santai.Dan sepertinya Ren memahami. Anak tetangga sebelah ini amat lembut, tidak bisa diajak dengan bahasa preman ala dia.
"Kamu kenapa?"
Ia mengubah kata-katanya.
"Sakit," Michi menjawab singkat. Tangannya masih meremas perut yang semakin melilit.
Ren turun dari sepeda, berjongkok di samping Michi dan tanpa diduga menyeka keringat di dahi bocah itu.
"Eh...?" Michi reflek kaget. Matanya mengerjap pelan.
"Kasian ampe keringat dingin begini. Tenang, saputanganku bersih kok, belum dipakai."
Bukan itu. Michi kaget karena sikap tiba-tiba Ren. Ia menunduk,berusaha menyembunyikan semburat merah yang membuat pipinya panas.
"Masih kuat jalan? Mau kubonceng sampai rumah aja?" tawar Ren.
"Tapi.....kan ga boleh boncengan naik sepeda," jawab Michi.
Peraturannya memang begitu tapi Ren tak mau ambil pusing.
"Ga apa-apa. Lagian ini darurat. Ayo!"
"Tapi...."
Ren menarik pelan lengan Michi, membantu berdiri.
"Dibilang ga apa-apa. Ayo naik!"
Sepeda milik Ren adalah tipe mamachari. Michi naik pelan-pelan di boncengan belakang.
"Pegangan," suruh Ren yang sudah bersiap injak pedal.
Michi menggenggam sedikit blazer samping Ren membuat pemuda dua tahun lebih tua darinya itu mendesah pelan. Ren mengambil tangan Michi lalu melingkarkan ke pinggangnya.
"Pegangan yang benar nanti jatuh."
Bisa gawat kalau bocah yang setengah sekarat ini tiba-tiba jatuh dari sepeda. Belum lagi ternyata dia sangat kurus. Ren khawatir Michi terbang tertiup angin.
"Umm...maaf, Kak," Michi merasa tak enak. Ia bingung harus menjawab apa jadi hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya.
"Kenapa minta maaf? Santai saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Time View
FanfictionPunya gebetan tetangga sebelah rumah tentu bukan perkara yang mudah. . . . Meguro Ren x Michieda Shunsuke . . . Note : Ini fanfiksi suka-suka pengetik. Saya pinjam nama dari member Snow Man dan Naniwa Danshi tapi panggilannya disesuaikan kebutuhan s...