White Bandages

346 10 12
                                    

Character Study!

Characters: Oda Sakunosuke, Edogawa Ranpo, mentioned Dazai Osamu and Akutagawa Ryunosuke

-

Pada hari yang berlalu begitu lambat, pria tinggi berambut merah memasuki ruang kantor dengan perban yang bergelantung dari kepalan tangan. Tak ada seorang pun di dalam, sunyi, hanya dia dan seorang detektif terkenal bernama Ranpo - terduduk di kursinya, tangan terlipat di depan dada, lolipop di mulut.

Dari cara dia menatap — jauh di sana — terlihat kekesalan yang terpendam, "Apa itu?" Pertanyaan tak terduga dilontarkan.

'Apa itu?' Terulang pertanyaan Ranpo di benak. Perhatian diturunkan kebawah - kearah benda yang ia bawa, "..Perban?"

Mengenal Ranpo, pertanyaan normal seperti 'Apa itu?' akan memiliki makna berbeda, tidak bermaksud diartikan secara literal. Yang Oda tahu, Ranpo masih memiliki sepasang bola mata yang berfungsi dengan baik.

"Dari?"

Pertanyaan kedua —hitung Oda. Aneh. Apakah ini semacam interogasi khusus? Apakah perban ini tidak seharusnya dibawa? Atau mungkin Ranpo sedang mengetes kemampuannya berpikir cepat.

"Kenapa kamu membawa itu?"

Ketiga –sudah pasti ini sebuah interogasi dari seniornya. Hari ini berlangsung terlalu lambat bagi seorang Oda Sakunosuke, lelah bukan lagi kata yang tepat untuk mendeskripsikan apa yang sedang ia rasakan. Beragam hal di dalam hati ingin dikeluarkan, tetapi Oda terlalu takut untuk menanggapi - mengecek satu per satu lilitan sampai menemukan akarnya.

Rencana awal, Oda bermaksud mengisi laporan hari ini yang terlupakan, lalu pulang, menghabiskan sisa hari yang ada pada keamanan isolasi rumah — berujung dengan dirinya yang harus menjawab soal ujian mendadak di depan mata.

Berdiam diri tidak lah tindakan yang pantas kepada seniornya yang penasaran. Bagaimanapun ia mencoba mencari alasan mengapa perban ini berada di tangannya, ia terus bertemu jalan buntu.

Mulut bersiap menjawab — 'Perban ini terasa penting', 'sangat penting' — tanpa sebuah alasan yang pasti. Di luar karakter dirinya yang sesungguhnya (orang terdekat selalu berkata ia terlalu jujur dalam segala aspek apapun), ia ingin berbohong, walau mengetahui Ranpo mampu membacanya dengan mudah bagaikan sebuah buku terbuka. Mau kah Ranpo menerima jawaban penuh ketidak pastian?

"Apakah benda itu penting bagimu?"

Penting.

Entahlah.

Benar, dia berpikir demikian. 5 detik lalu ia berpikir demikian. Ia tidak tahu mengapa. Secara logika, sebuah perban yang terjatuh dari langit tidaklah penting bagi makhluk hidup yang sedang tidak terluka. Apalagi jika perban ini pernah menempel pada kulit seorang musuh. "Menurut Ranpo-san sendiri?"

Bangkit Ranpo dari tempat yang ia duduki, mata tajam tertuju padanya. Suara hentakan sol sepatu pada lantai mengisi keheningan, tak lama berhenti dihadapan. Tak ada kata yang saling ditukarkan. Tajam pisau hijau menusuk hingga ke kerangka kepala, sebegitu dalam dan menakutkan. Oda membatu.

Uluran tangan — Ranpo meminta perban itu darinya. "Boleh aku.."

Tidak, ini milik ku — terdengar egois. Terlalu egois sampai hampir terucap dari mulut yang setengah tertutup itu. Ranpo masih menunggu, tangannya tidak bergerak seinci pun. "Aku.." tidak bisa memberikannya kepadamu.

Kebingungan yang tepapar pada tampang seniornya sudahlah wajar. Oda sendiri tidak paham, dirinya sedang menyimpan hati penuh dengan emosi langka, jarang ia rasakan, karena ia tak pernah membuka hati itu kepada orang-orang disekitarnya.

Menyedihkan? Dia sudah terbiasa. Oda hidup sendirian selama ia bisa mengingat masa-masa dininya, termakan kegelapan, juga kebencian. Kebencian akan.. sesuatu yang sudah terlupakan. Buku novel yang menginspirasinya merupakan satu-satunya penyelamat. Sudah terbiasa - lalu mengapa kematian sang bos mafia jahat meninggalkan kekosongan?

Andaikata apa yang diucapkan oleh orang itu benar adanya, bahwa mereka berteman pada dunia 'utama', bolehkah dia merasa lega? Konsep pertemanan yang terlalu kompleks nan asing, Odasaku masih perlu banyak belajar masalah hubungan antar manusia. Hidup berjalan tanpa seorang pun di sisinya, tak ada dari mereka yang ia terima mengintip, tak ada dari mereka yang ia percaya.

Oda tidak berkutik, terjebak penjara pikiran. Terpaksa Ranpo mengalah - terlalu lama menunggu jawaban yang tidak akan pernah datang kepadanya. Tangan Ranpo berpindah lokasi ke belakang kepala yang meminta digaruk. "Aah.. lupakan. Maaf, aku malah melampiaskannya ke kamu."

"Hah?"

Salah satu pundak Oda tertepuk lembut, "Kamu boleh pulang. Istirahat yang banyak." Senyuman kecil nan tulus sembunyi di balik rambut berserakan Ranpo yang berwarna hitam pekat. Ia pergi, kedua tangan beristirahat di saku celana, bersiul santai. Sejenak gema siul mengambil alih - kembalilah kesunyian menemani. Oda tetap terpaku disana, menonton kepergian Ranpo selagi mengeratkan genggaman pada perban putih di tangan.

Tidak. Salah.

Bukan perban itu yang dia pegang, melainkan dia lah yang berpegangan pada sebuah perban. Bukankah ironis? Perasaan aneh yang sulit di deskripsikan menariknya pada benda ini, benda yang sebenarnya tidak lah spesial apabila dipandang sebelah mata. Dazai telah mati. Perban putih ini menjadi benda simbolis tubuhnya yang terjatuh -(berlari?) pulang ke pelukannya.

Kenapa ia menyesal? Kalau Oda boleh menebak; rasa kasihan, tumbuh ketika topeng bos mafia tersebut retak. Tertampil hanyalah anak kecil yang terluka dan meminta pertolongan. Sendirian. Sama sepertinya. Membutuhkan kehangatan cahaya. Menginginkan seorang teman.

Dari awal Ranpo berusaha menuntun kesadaran Oda ke titik dimana dia bisa menerima tali tak kasat mata yang menghubungkan mereka berdua. Tidaklah salah persepsi awal Oda terhadap Dazai Osamu, pria dengan catatan kriminalitas tinggi, telah membunuh dan menyakiti banyak orang (terutama apa yang dia lakukan kepada Akutagawa), tentu secara reflek kebencian akan muncul. Kesamaan derita yang mereka hadapi tidak bisa dia pungkiri lagi.

Perban putih yang menyapanya menjadi salah satu bukti keterhubungan mereka.

Dazai Osamu. Aku harap kau tertidur dengan tenang di alam sana.

Until The World Crumbles Apart - BSD OneshotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang