2. Melamar

4 2 0
                                    

Paginya, Farid sudah kembali ke aktivitas semula. Sudah ada Aza dan istrinya yang berjanji akan bergantian menjaga Andi. Tentu dengan senang hati Farid mempersilakan. Ia sudah tidak tahan dengan satu pertanyaan yang selalu Andi tanyakan padanya, namun selalu ia jawab: "Nanti, kalau sudah ada waktunya."

Apalagi jika bukan perihal jodoh?

Mengingat jejak cinta kedua kakaknya, bisa dibilang mereka nikah muda. Fatih menikah saat usianya dua puluh dua tahun, tepat saat ia menyelesaikan S1 di London. Ia pulang ke Indonesia dan langsung melamar si pujaan hati, Nayara. Mereka LDR dua minggu, itu pun untuk membicarakan niat baik Fatih. Mereka melakukan ta'aruf online. Alhamdulillah, Allah memudahkan semuanya dan merestui keduanya untuk bersatu.

Aza, kakaknya yang kedua ini awalnya juga ingin menikah di usia dua puluh dua tahun. Namun, kematian sang Ibu membatalkan niat baiknya. Ia sempat terpuruk satu tahun lamanya semenjak kepergian Fira. Terlebih, Aza adalah anak paling dekat dengan Fira, bisa dibilang anak kesayangan. Namun kasih sayangnya masih sama rata dengan kedua anak yang lain. Alhasil, Aza melamar gadis orang—namun berbeda dengan gadis sebelumnya. Dikabarkan gadis yang berhasil mencuri hatinya untuk pertama kali sudah menikah tahun lalu. Entah bagaimana, dengan mudah ia melupakan Nabila, lalu menempatkan hatinya kepada sang Istri, Rinda.

Jika kisah cinta kedua kakaknya rumit begitu, bagaimana dengannya? Apakah akan lebih rumit? Farid menghela napas. Sampai sekarang, meski ia sudah mengagumi seseorang, tetap saja ia tidak paham apa itu cinta.

Cinta, bahkan lebih mengerikan dari monster dalam film mana pun.

Ponselnya berbunyi. Nama Mas Fatih tertera di sana. Ia menghubungkan ponsel dengan headset yang terpasang di mobilnya, lalu menerima telepon itu.

"Assalamu'alaikum, Rid. Gue ganggu, gak?"

"Wa'alaikumsalam, iya."

Fatih diam-diam mengumpati Farid. Adik macam apa ini?  Tidak ada usaha untuk menyenangkan hati kakaknya walau sekali saja.

"Sorry, gue sengaja ganggu elo."

Niatnya ingin memancing emosi Farid, tapi sepertinya ia lupa jika Farid akan sangat irit bicara dalam telepon. Farid tidak berkata apa pun. Benar-benar orang berkepribadian ganda.

"To the point!" sarkas Farid. Ia sudah berancang-ancang mematikan sambungan, tapi langsung dicegah Fatih. Bukan mengapa, ini di jalan, ia tak mau gagal fokus. Menghadapi orang seperti Farid memang butuh kesabaran ekstra.

"Ayah mau ngomong, serius."

Kini yang memegang ponsel adalah Andi. Tanpa melihat, Farid tahu suara berisik yang ditimbulkan Fatih saat memberikan ponselnya pada Andi. Farid menggeleng tidak mengerti. Terkadang Fatih yang paling diam antara dia dan kakak-kakaknya. Saat ini, ia paling berisik.

Apakah semua anak Andi berkepribadian ganda?

"Ayah? Ada apa?" Farid mencoba setenang mungkin menyapanya. Ia tahu akan ke mana arah pembicaraan ini. Mengingat mereka sudah membicarakannya, namun ia selalu berhasil kabur.

"Farid, temui Ayah untuk terakhir kalinya dan bawalah calon istrimu besok pagi!" Andi memang berkata dengan nada tenang, namun tetap saja kalimatnya membuat Farid sekejap hilang fokus. Ia terkejut bukan main. Karena merasa tidak aman, ia meminggirkan mobilnya dan kembali menelepon.

"Apa, Ayah?  Maaf, tadi aku sedang menyetir. Aku tidak mendengar jelas."

Sungguh, ia mendengar sejelas-jelasnya apa yang dikatakan Andi, dan ia sangat memahaminya dengan baik. Tapi, ia sangat berharap ia salah dengar, walau hanya sepuluh detik ini.

Maaf, Bukan Lelaki SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang