Bab 1 Buku Ramalan

34 8 4
                                    

Nuy menggeliat menyibak selimut yang menutupi seluruh tubuhnya sambil memegang dadanya. Dia tampak meringis saat berusaha bangun dari tempat tidur. Suasana gelap membuatnya harus meraba-raba supaya tidak menabrak barang yang ada di kamarnya. Kamar yang berada di bawah tanah yang sudah dia dan kedua orang tuanya tempati beberapa bulan terakhir kala malam menjelang.

Nuy berjalan sambil berpegangan dinding, tujuannya hanya satu, pintu. Dia ingin keluar rumah dan melihat pemandangan alam yang sangat indah. Namun, sebelum pintu itu terbuka seorang wanita meraih tangannya dan menahan niatnya untuk melihat keadaan di luar. Kemudian mengajaknya duduk di sebuah ruangan dengan penerangan yang sangat minim. Gadis itu duduk di sebelah ibunya menyandarkan punggung sambil mengamati beberapa orang yang datang menghampirinya.

"Kenapa aku nggak boleh keluar, Yah?" tanya Nuy sambil menatap sosok laki-laki yang duduk tidak jauhnya.

Namun, laki-laki bernama Dargo itu terlihat serius memperhatikan tukang kebunnya yang tengah membuka buku kuno di bawah lampu kecil.

"Yah!" panggil Nuy mulai merajuk.

"Di luar belum aman, Sayang," jawab Tuan Dargo tanpa mengalihkan pandangan. "Nanti biar Ayah dan Paman Marco lihat dulu untuk memastikan kondisi di luar, ya. Karena dua hari ini terasa sangat berbeda."

Marco mendongak mencoba menatap wajah keluarga tuannya satu per satu sebelum menceritakan salah satu isi buku kuno yang berisi ramalan leluhur ratusan tahun lalu. Ramalan mengenai suatu bencana besar yang akan melanda Planet Alfadex yang hampir memusnahkan seluruh penghuni planet.

"Non, planet kita beberapa bulan ini dalam kondisi tidak baik-baik saja," ucap Marco memecah kesunyian. "Sambil menunggu Tuan melihat situasi, izinkan saya untuk bercerita tentang suatu ramalan tidak baik yang menimpa Planet Alfadex."

"Buku ini saya dapat dari kakek. Beliau berpesan untuk menjaganya karena akan berguna nantinya saat ramalan itu benar-benar jadi nyata," lanjut Marco.

Perlahan Marco mulai bercerita, bahwa Planet Alfadex akan diselimuti kabut tebal beracun selama beberapa hari. Kabut yang akan membunuh sebagian penghuni planet, membuat tanaman dan binatang mati. Keadaan planet rusak parah, termasuk penduduk yang masih tersisa akan kehilangan akal agar bisa bertahan untuk tetap hidup.

Nuy bergidik ngeri mendengar cerita itu, pikirannya melayang membayangkan sesuatu yang membuatnya memeluk lutut dengan erat. Bayangan penduduk planet berjalan dengan terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Kepala miring dengan lelehan cairan yang menguarkan aroma tidak sedap keluar dari lubang rongga mata.

"Apa yang sedang kamu pikirkan, Non?" tanya Marco setelah melihat Nuy yang duduk meringkuk di sebelah ibunya.

"Seram sekali, Paman," jawab Nuy dengan suara lirih.

Marco menatap wajah Nuy yang terlihat samar. Seorang gadis yang sudah kehilangan keceriaan sejak tidurnya dipindah ke ruang bawah tanah dan tidak diizinkan keluar rumah oleh ayahnya.

Celyn mengusap bahu anaknya dengan lembut, lalu memeluknya erat seolah ingin berkata, semua akan baik-baik saja selama kita bersama.

"Jangan takut, Nak," ujar pria yang baru masuk ruangan sambil menutup pintu. "Kita pasti bisa melewati semua ini. Mungkin berat untuk kamu, tapi percayalah ramalan leluhur ratusan tahun yang lalu itu bisa memberi petunjuk kepada kita untuk bisa menemui sosok dan binatang ajaib itu."

Dargo duduk di sebelah Marco. Mereka bicara dengan berbisik-bisik sambil menoleh ke arah Nuy sesekali. Kemudian Marco bangkit dan mengambil sesuatu dari belakang almari kayu, sebuah benda memanjang dibungkus dengan kain. Setelah diletakkan di meja, lalu Marco mulai membuka kain yang melilitnya dengan hati-hati.

The Magic of Linex (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang