Bab 10 Senjata Baru

16 2 2
                                    


....
"Ryu, apakah kita akan mati sekarang?" tanya Nuy membuat Ryu gemas.

"Jangan pikirin mati, tapi cari jalan untuk bisa bebas dari mereka," jawab Ryu pelan.

Nuy hanya menggeleng, lalu memasukan ikan bakar ke mulutnya dan menggigitnya dengan kuat, sedangkan Ryu memasang kuda-kuda di depan Nuy bersiap untuk melakukan perlawanan.

**

Nuy segera bersembunyi di balik pohon besar saat Ryu sudah memasang badan untuk menghadapi lawan. Nuy melahap ikan bakar yang masih tersisa, lalu keluar dari persembunyian dan berlindung di belakang Ryu. Wajahnya masih menyiratkan rasa takut, tatapannya tidak fokus, dan kedua tangannya gemetar.

Nuy berdiri sambil celingukan mencari sosok burung ajaib berada, tetapi tidak tampak ujung paruhnya yang kokoh. Jangankan tubuhnya, pucuk ekornya pun tidak kelihatan. Nuy berusaha terus bergerak supaya tidak mudah dipukul oleh lawan.

"Nuy, angkat kepalamu," kata Ryu sambil melepas busur panah dari punggungnya.

Satu-satunya senjata yang bisa digunakan untuk membela diri. Entah berapa kali, Ryu memukul orang-orang dengan tampang kumal yang terus menyerangnya. Mereka tampak tidak kenal lelah, selalu menyerang dengan cepat dan penuh tenaga.

Ryu terus memperhatikan Nuy, membuat konsentrasinya pecah yang mengakibatkan balok kayu mendarat di perutnya dengan keras. Nuy hanya melongo tanpa bisa berkedip melihat Ryu jatuh dan menjadi bulan-bulanan.

"Gimana aku mau melawan? Senjata yang peling kecil aja nggak punya," gumam Nuy.

"Nuy, pokus! Lihat orang yang ada di depanmu, jangan biarkan mereka menyentuh atau melukaimu!" kata Ryu dengan lantang sambil berusaha melepaskan diri.

Nuy mencoba mengangkat kepala dan membuka mata lebih lebar, tetapi melihat laki-laki dengan wajah penuh lumpur itu membuat nyalinya menciut. Perlahan, Nuy mundur beberapa langkah hingga punggungnya membentur pohon. Saat itu ekor matanya menangkap sebuah ranting sebesar ibu jari dan lumayan panjang, Nuy mengambilnya dengan cepat dan memasang kuda-kuda mengikuti Ryu.

Nuy memegang benda memanjang itu seperti pedang saat latihan bersama Marco dulu. Bibirnya mengatup dan matanya tajam menatap lawan yang mengacungkan senjata tajam. Perlahan tangannya turun, keyakinannya menurun melihat apa yang ada di depannya. Nuy merasa tidak mungkin bisa mengalahkan kelompok itu hanya berdua dengan Ryu.

"Nuy, menunduk!" pekik Ryu dari kejauhan.

Tanpa menolah Nuy langsung menunduk dan memutar badan. Dia melihat seorang laki-laki berjambang tengah mengayunkan pedang lagi. Kini Nuy harus melompat karena mereka berusaha menyerang kakinya.

"Nuy, maju! Pukul laki-laki besar itu!"

"Nggak bisa! Tanganku kecil, nggak punya senjata apa-apa," jawab Nuy dengan suara keras.
Ryu yang melihat kesempatan pada Nuy untuk menjatuhkan laki-laki bertubuh besar itu berusaha lepas dari kepungan agar bisa lebih dekat dengan Nuy.

"Nuy, jangan berkedip!"

Nuy siaga dengan mata memandang lurus ke depan, tubuh sedikit membungkuk, dan kedua tangan mengepal kuat.

"Pufakufal rafahafangnyafa!" teriak Ryu saat melihat sosok itu berlari ke arah Nuy dengan senjata terhunus.

Nuy masih diam, lalu mengambil ancang-ancang dan melompat saat laki-laki berbadan besar itu berlari dekat. Tangan gadis itu menyambar sebongkah batu, lalu menghantam pelipis orang itu dengan keras. Nuy terduduk lemas melihat sosok itu jatuh terjerembab dengan bersimbah darah.

Ryu tampak tersenyum bahagia, melihat Nuy mulai berani menghadapi lawan. Namun, dia juga tidak tega melihat Nuy yang duduk sambil memeluk lutut dengan mata basah. Ryu segera menghampiri Nuy dan merengkuh bahunya, setelah gerombolan itu pergi membawa sosok besar yang terluka.

The Magic of Linex (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang