Joeversa: Tiga hal

15 1 0
                                    

Ada tiga hal yang Joe sukai di bumi yang hari ini sepertinya berniat membakar Jakarta dengan mataharinya itu, antara lain :

1. Musik.
2. Gitar.
3. Rendang Mbok Rindi.

Alasannya, pertama, siapa yang bisa hidup tanpa musik coba? Bagi Joe, mustahil. Musik adalah sesuatu yang keberadaannya membuat Joe selalu ucap terima kasih kepada Tuhan. Sementara gitar—ah tahu sendiri 'kan? Pencinta musik kebanyakan bisa memainkan minimal satu alat musik dan cinta pertama Joe adalah instrumen petik tersebut. Nah untuk bisa bermain musik sepenuh hati, tubuh Joe membutuhkan asupan di mana rendang Mbok Rindi yang dagingnya empuk bukan main dicampur nasi hangat (aduuuh lezat sekali) merupakan cara paling mantap untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Dan ada tiga hal pula yang tidak Joe sukai, yaitu :

1. Melihat Dirga sedih.
2. Melihat Nate sedih.
3. Melihat Aufa sedih.

Biar Joe kenalkan dulu siapa nama-nama yang telah ia sebut. Nomor satu Dirga, atau Dirgantara. Jika di kantor, orang-orang sering memanggilnya 'Bos' atau panggilan lain yang menunjukkan ketinggian pangkat Dirga. Di dunia bisnis, mungkin orang-orang mengenalnya sebagai Dirgantara Pendiri Perusahaan BUMN yang cukup maju di negeri ini. Kalau di sekolah dulu, teman-temannya memanggil dia si Pembuat Onar; Troublemaker, hanya karena Dirga sering bikin guru-guru menjerit murka lantaran menemukannya tertidur di jam pelajaran (padahal Dirga tidur karena semalaman habis belajar!) Nah kalau di rumah Joe biasa memanggil Dirga dengan panggilan : Ayah. Jadi Joe harap tanpa perlu menjelaskan lebih banyak, semua orang tahu kalau melihat Dirga berwajah sedih (walaupun amat sangat jarang sekali) adalah hal yang tidak Joe sukai.

Di nomor dua dan tiga, itu nama-nama adik Joe. Nate alias Nathanael Dwiarga (16), hidup di kamar sebelah yang penuh oleh skateboard dan Lego dan Jenga dan entah apalagi. Hobinya membuat Dirga marah karena pulang larut malam (maklum, anak skate nih bosss). Menurut Joe, Nate adalah anak paling gemas di seluruh jagat raya kalau sudah manyun-manyun saat gagal melakukan trik skateboarding, atau saat dia tak sengaja bertingkah polos. Jomblo.

Satu lagi Aufklaru Sorai Diangka. Kalau capek mengeja namanya, cukup panggil dia Aufa, Au, Ganteng, Sayang, asal jangan Babi karena nanti Aufa akan berpikir panjang siapa yang pertama kali menggunakan nama hewan sebagai alternatif untuk memanggil manusia begitu. Aufa memang hobi berpikir. Eh bohong! Kata Joe, adik bungsunya ini hobi mengerang (contoh: saat frustrasi karena lupa meletakkan sisir ke nakas dan malah membawa benda itu ke sekolah). Umurnya 15 kurang delapan bulan. Masih bayi, jadi wajar kalau Aufa lumayan sedikit berbicara, dia belum menemukan banyak kosakata di dunia.

"Joe!"

Yang tengah dipikirkan muncul. Anak itu dengan kaus oblong putih serta celana tidur menemui Joe yang sedang berkutat bersama gitar dan senar. Ada sebatang pensil menyelip di daun telinga Aufa. Wajahnya kelihatan tak nyaman.

Joe menyengir. "Kenapa kenapa kenapa? Eh muka lo kenapa?"

Aufa malah kelihatan kaget. "Muka gue?"

"Muka lo jelek."

"BODY SHAMING?"

"CANDAAA. Maaf, Ganteng."

Ekspresi datar Aufa seolah mengatakan: 'dasar anak muda, kalau salah bilangnya bercanda' tapi ternyata yang keluar dari bibirnya hanya, "Di dapur."

"Kenapa?" tanya Joe, memiringkan kepala.

"Gue lihat putih-putih."

"Dispenser?" Joe menebak.

"Berjalan."

"Haaah dispensernya jalan?!"

"Bukan, tolol!" Aufa berdecak. "Sini deh lo liat sendiri."

Für DirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang