¦Pertemuan¦

5 5 0
                                    

❝ Hujan, jangan kecewakan aku untuk yang kedua kalinya ❞

Kini seperti biasa, sang mentari memancarkan sinarnya. Menyinari bumi sebelum digantikan oleh sang bulan. Langit tampak  terik dan itu membuat decakan sebal meluncur mulus dari bibir gadis yang saat ini tengah berdiri di teras rumah, menunggu sang Mama yang sedang ke dapur untuk mengambil sesuatu.

"Sayang ini daftar belanjaan yang harus kamu beli, uangnya udah Mama kasih kan tadi?" Seorang perempuan yang sudah hampir berkepala empat itu menyodorkan kertas kepada anak perempuannya. 

"Udah," ujar lesu anak tersebut. Wajahnya ditekuk, bibirnya pun mengerucut membuat sang Mama terkekeh gemas. Bagaimana tidak? Anaknya itu, selalu saja seperti ini kalau disuruh untuk berbelanja.

"Hei," panggil Maura- ibu dari gadis yang saat ini masih saja menekuk wajahnya.

"Jangan panggil Nai kayak gitu." Kini wajah gadis itu tidak lesu seperti tadi, tapi berubah menjadi sendu. Bahkan kedua matanya kini sudah berkaca-kaca. Jika sang Mama tidak segera menenangkan atau mengucapkan kalimat untuk mengalihkan topik, mungkin gadis itu akan-

"Iya-iya Mama minta maaf. Gak akan lagi manggil gitu. Uangnya udah Mama lebihin. Terserah buat beli apa." Senyum Maura terbit saat Rinai menghamburkan tubuh mungil itu ke pelukannya.

"Makasih Maa," ujar Rinai di sela pelukan mereka.

Maura mengusap lembut rambut panjang anaknya, ia terkekeh kecil, "iya sayang. Kalau udah soal uang aja langsung seneng banget." Wanita itu mencolek hidung mancung Rinai. 

"Hehe. Nai pergi sekarang ya Ma. Ntar keburu panas cuacanya," pamit gadis itu kepada Mamanya. Mengambil tangan Maura lalu mencium punggung tangan wanita itu, "Assalamualaikum, Ma"

"Waalaikumsalam" jawab Maura. Baru beberapa detik melihat anak perempuannya berjalan menuju gerbang, ia menghentikan langkah Rinai. 

"Nai, kamu gak naik motor?" tanya Maura, karena biasanya anak itu selalu naik motor ataupun sepeda jika di suruh belanja.

"Nggak, Ma. Nai, jalan aja sambil olahraga hehe" Cengiran lebar terpatri di wajah Rinai membuat Maura tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Yaudah, hati-hati sayang. Ingat kalau hujan neduh dulu, atau gak nanti Mama jemput. Kamu tinggal telpon." Peringat Mamanya karena anaknya itu keras kepala. 

"Iya Ma. Langitnya aja sekarang cerah banget." Rinai segera berjalan keluar sebelum cuaca semakin panas. 

Jika mengingat tentang peringatan Maura tadi, membuatnya terkekeh, "kalau soal hujan, Nai gak janji kalau nanti neduh hehe. Maaf ya Ma."

Gadis itu memang keras kepala. Bukannya sang Mama melarang dirinya hujan-hujanan, tetapi Maura khawatir karena anaknya itu memiliki alergi dingin.

Rinai berjalan santai melewati taman di komplek rumahnya yang kini lumayan ramai, karena mungkin hari libur. Taman itu lumayan luas dengan ada tanaman di beberapa tempat serta bunga-bunga yang mempercantik taman itu. Kedua sudut bibir gadis itu terangkat kala matanya tak sengaja melihat anak kecil sedang duduk di rumput sambil memegang mainan robot. 

Rinai berjalan mendekati anak kecil itu, "Hai Kevin," sapanya saat sudah berada di hadapan anak kecil dengan mainan di tangannya

"Hai Kak Linai" sapa balik anak kecil itu dengan ciri khasnya yang masih cadel membuat Rinai terkekeh, tapi kalau kalian benar-benar menatap lekat wajah gadis itu. Ia sebenarnya menyembunyikan sesuatu dibalik tawanya.

Seperti seorang cowok yang saat ini masih menatap lekat pahatan wajah Rinai yang kini sedang mengajak Kevin berceloteh. Bibir cowok itu ikut melukiskan senyuman. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang