Lima

383 66 12
                                    

"Kalau kakak bilang enggak, enggak ya, Haechan. Kamu ini kenapa keras kepala sekali, sih?" Omel Hendery sebal. Ia baru saja datang setelah diminta untuk menjemput Seo Catherine. Gadis itu pulang dalam keadaan mood yang buruk. Berulangkali menyumpah serapahi sebuah nama yang agak asing di telinga Shin Hendery.

Yang diajak bicara memilih menutup telinga rapat-rapat. Bukan, Haechan tidak beemaksud tidak sopan pada kakaknya. Ia sudah berulang kali menjelaskan pada Hendery. Namun, pemuda Shin itu tetap keras kepala pada pendiriannya.

"Kak, aku ini cuma diminta untuk mengambil tanaman yang sudah di pesan tuan Ten saja bukannya membeli." Jelas pemuda itu panjang lebar. Agak lelah juga berbicara dengan Shin Hendery mode keras kepala. "Kemudian, aku berjalan dengan kakiku, bukan tanganku. Jadi kenapa luka ini sampai diikut sertakan? Kan tidak nyambung!"

"Toko tanaman itu letaknya jauh, Shin Haechan." Dumal Hendery terlanjur gemas. Ia tidak paham, kenapa adiknya tidak kunjung paham kalau ia khawatir? "Kamu memang masih ingat rute bis menuju daerah toko tanaman itu? Kenapa tidak mau diantar? Bagaimana jika kamu kenapa-kenapa?"

Haechan rotasikan matanya malas. "Kak Dery, i'll be fine. I promise." Ucap pemuda itu lembut. Ia genggam telapak tangan Shin Hendery yang berair, berusaha meyakinkan si kakak. "Sejujurnya, aku cuma ke toko tanaman, kak. Im not going overseas. Kenapa kayanya kita drama banget seolah-seolah you won't see me anymore?"

Pemuda Shin itu terdiam. Ia hela nafasnya lemah. Jemari kecil si adik yang sejak tadi bertaut dengan jemarinya ia genggam erat.

Well, we never know.

Hendery tarik tubuh si adik, mendekap tubuh itu erat. Ia elus punggung Haechan lembut, kala pesan dari sang bunda perlahan menguasai isi kepala.

"Kamu tahu kakak sayang kamu kan, Chan? Kakak harus...."

"I know." Potong si bungsu cepat. Ia lerai pelukan hangat sang kakak. Pemuda itu terkekeh geli melihat tingkah laku si kakak yang tampak sangat berlebihan hari ini. "Anyway, sekali lagi aku tegasin. Haechan cuma mau ke toko tanaman aja, kak. Bukan buat perang. Jadi, i beg you, please, stop! Berhenti berprilaku drama menyedihkan karena kita sedang tidak bermain drama ironi."

**

Faktanya, Haechan sempurna lupa rute bis yang harus ia naiki jika hendak pergi ke toko tanaman tersebut. Pemuda itu melangkahkan kakinya pelan, menyusuri jalanan yang siang ini tampak begitu sepi. Matahari sudah naik di puncak peraduannya. Hari ini lumayan terik, namun untungnya jilatan sang menymtari tidak begitu menyengat di kulit tan Haechan. Sepanjang jalan ini diisi dengan pepohonan rindang di kiri-kanan. Haechan tidak sampai harus kepanasan karena sinar sang mentari terhalang pohon-pohon rindang.

Sebetulnya, Haechan bisa saja memesan jasa taksi online. Namun, ia tidak bisa! Uang yang diberikan oleh tuan Seo bahkan tidak cukup untuk ongkos sekali perjalanan naik-turun bus  menuju toko tanaman. Bisa saja ia memakai uang yang ia tabung. Namun, uang ini sudah ia rencanakan untuk membeli hadiah buat sang kakak. Beberapa minggu lagi Hendery ulang tahun. Ia ingin menghadiahi sesuatu yang spesial untuk kakaknya.

Jam tangan. Haechan ingin sekali membelikan Hendery jam tangan mewah berwarna hitam yang dulu pernah kakaknya taksir saat mereka duduk di bangku SMA. Oleh sebab itu ia mengumpulkan upahnya setiap hari demi membelikan sang kakak jam tangan. Jika ada uang sisa, ia ingin meneraktir Hendery makan di restoran daging di dekat sekolah mereka dulu.

Itu keinginan mereka.

Tin!

Pemuda Shin itu nyaris saja terjerembab jika seseorang tidak menahan tubuhnya. Suara klakson mobil menyentak Haechan dari lamunan. Jantungnya berpacu lebih cepat. Keringat dingin membasahi keningnya saat sebuah lengan ia rasa menahan tubuhnya.

(Not) A Cinderella StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang