Kalau saja dunia mengizinkan untuk bicara jujur, mungkin sudah ia keluarkan seluruh isi hatinya. Laki-laki muda itu menapaki jalan yang basah, dengan sebelah tangan memegang erat putra kecilnya yang terkantuk-kantuk, dan sebelah tangan yang lain menggenggam payung hitam besar. Dalam gendonganya, seorang balita tengah tertidur dengan lelap. Hujan malam ini turun dengan derasnya, seolah mengejek isi hati si laki-laki muda. Beberapa kali ia menarik sisi tubuh putra kecilnya, memastikan agar rintik hujan tidak membasahi tubuh kesayangannya.
"Papa, kita mau kemana?" Putra sulungnya bertanya. Beberapa kali ia mengusak mata karena tersandung sebab mengantuk. "Kan tadi sudah ketemu Dadda. Kok, kita ga tidur di rumah Dadda?" Tanya si bocah kecil lagi. Si laki-laki muda hanya tersenyum kecil sembari menarik tubuh putranya yang nyaris tersandung lagi karena mengantuk.
"Kakak ngantuk, yah? Mau papa gendong saja?" Tanyanya. Si bocah kecil menggeleng pelan sembari menatap wajah sang papa.
"Engga mau. Kasian adik kalau papa gendong kakak." Ucapnya. Bocah laki-laki itu mengangkat sebelah tangannya dan menarik matanya, memastikan matanya terbuka lebar dan menahan rasa kantuk yang luar biasa menyerang. "Kita mau kemana sih, pa?"
Si laki-laki muda menarik nafas dalam. Hatinya berdenyut sekali lagi. Tidak langsung ia jawab pertanyaan putra kesayangannya. Ia bawa langkah kecil itu menuju sebuah gedung berwarna krem terdekat, berteduh dari derasnya hujan yang semakin menjadi. Sesekali ia pandang putra kecilnya yang gemetar, menahan dingin yang mulai menusuk sebab pakaian yang basah. Payung besar bahkan tidak dapat melindungi keduanya dari derasnya hujan.
"Kakak, papa minta maaf, ya?" Ucapnya pelan. Ia turunkan tubuhnya agar sejajar dengan sang putra. Laki-laki muda itu mengulum bibirnya begitu menatap binar bingung yang terpancar dari netra sang putra. Bohong kalau ia bilang hatinya tidak teriris.
"Papa kenapa minta maaf?" Tanya si sulung bingung. Laki-laki muda yang ia sebut papa kemudian melepaskan gendongannya pada si bungsu, balita berusia 3 tahun, yang tadi terlelap di gendongannya. Ia pinta kedua anak laki-laki tersebut untuk duduk di sebuah kursi panjang dan memberikan masing-masing sepotong roti cokelat dan susu, meminta keduanya untuk makan.
Si laki-laki muda menarik nafasnya dalam, sekali lagi. Mati-matian ia tahan kucuran air mata yang mulai menggenang. Sekali lagi, ia turunkan tubuhnya. Menatap manik bersinar kedua putra yang selama 4 tahun ini ia rawat dengan penuh kasih sayang. Mencoba mereka wajah putra-putra kesayangannya.
Papa sayang sekali dengan kalian, gumamnya.
Laki-laki muda itu kemudian berdiri. Mengeluarkan sebuah amplop dan meletakkannya tepat diatas kotak saran yang berada di sebelah bel. Ia ambil sebuah selimut tebal, menyelimuti tubuh menggigil putranya. Tak lupa memastikan bahwa jaket dan kaus kaki masih aman terpasang, menjaga tubuh dua anak kecil tersebut tetap hangat. Ia tekan bel sebanyak tiga kali, sebelum kemudian menghampiri kedua anaknya dan tersenyum ke arah mereka.
"Papa mau membeli roti ke depan dulu, ya? Kakak tolong jaga adik. Jangan ditinggal ya, adiknya? Disayang juga. Kalian berdua harus saling menyayangi, ya? Papa sayang sekali dengan kalian." Tuturnya. Ia dekap putranya terakhir kali sebelum akhirnya melangkahkan kaki pergi. Meninggalkan kedua putranya yang bahkan tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Tbc
**Ini sebenernya draft udah lamaaa buangetz dan aku lagi iseng iseng berhadiah pengen uplod draft draft hehe🌹🌻🍑🍉
Kalau tertarik alhamdu engga juga gapapa hehw
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) A Cinderella Story
Fiksi Penggemar"Kisah Cinderella?" Pemuda manis itu tertawa hambar. Kisah Cinderella yang ia tahu menceritakan kisah cinta seorang gadis muda yang bertemu pangerannya setelah meninggalkan sepatu kaca yang diberikan oleh ibu peri. Satu kisah cinta klasik yang berha...