Bab 03 - Kerisauan Alena

4.3K 152 0
                                    

Tidak ada yang spesial bagi Alena setiap harinya. Ia hanya menjalani hari harinya sendirian dirumah tanpa di temani sang suami. Meskipun begitu, Rohan tidak pernah lupa untuk menghubungi isteri tercinta dirumah melalui wartel (warung telekomunikasi) yang tidak jauh dari tempat tinggalnya saat ini.

Pagi pagi sekali, Alena sudah bangun dan membersihkan rumahnya. Ia juga berbelanja ke pasar untuk membeli bumbu bumbu dapur yang sudah mulai habis.

Alena juga membeli beberapa tangkai bunga mawar merah yang akan ia pajang di ruang tamu dan ruang makan miliknya. Ia pun pulang menggunakan andong yang berkeliaran di kampungnya.

Alena berkali-kali harus menyibakkan rambut indahnya yang menerpa wajahnya karena tertiup angin. Jalanan desa yang rusak hanya mampu dilalui oleh andong. Mobil mobil bak terbuka hanya seminggu sekali datang untuk mengantar jemput para petani yang akan menjual hasil kebun mereka di Pasar Induk di Kota.

"Terima kasih, Pak."

Alena mengulurkan uang dua ribu rupiah saat kusir andong berhenti di depan pagar rumahnya. Kusir andong itu pergi setelah menerima upahnya dan mulai mencari penumpang lain.

Betapa terkejutnya Alena saat akan membuka pintu rumah. Pintu rumahnya dalam keadaan terbuka dan tidak terkunci. Padahal ia sangat yakin jika sudah mengunci rumahnya sebelum pergi ke pasar.

"Siapa yang datang ya?" Gumamnya keheranan. "Apa Mas Rohan sudah pulang?" Ucapnya lagi.

Alena melangkah masuk ke dalam rumah dan melihat sepatu seorang pria sudah berbaris rapi diatas rak sepatu.

"Mas. Mas Rohan."

Alena memanggil nama Rohan tapi tidak ada sahutan dari dalam. Dengan hati-hati, Alena melangkah semakin dalam. Ia nyaris berteriak saat melihat Umar terbaring di sofa rumahnya.

"Bapak. Kenapa Bapak ada disini?"

Alena melihat sebuah tas cukup besar bersandar ditembok. Sepertinya tas tersebut milik Umar. Ia memperhatikan wajah lelah Umar yang terlelap sangat dalam.

"Berarti Bapak yang membuka pintu rumah. Tapi ... Dari mana Bapak mendapatkan kunci rumah? Tidak mungkin Mas Rohan yang memberi Bapak kunci. Bapak kan berada di Pulau seberang."

Alena meninggalkan Umar yang masih terlelap. Ia melangkahkan kakinya menuju dapur lalu membereskan semua belanjaan ke tempatnya.

Alena tersentak saat ada tangan yang mengelus pinggangnya. Saat membalikkan badan, Umar tengah tersenyum kearahnya. Alena seketika menjauh karena posisi mereka terlalu intim. Alena bergidik ngeri saat merasakan tonjolan keras di belahan bokongnya. Dan saat diperhatikan ternyata ada yang menyembul dari balik celana panjang yang dikenakan oleh Umar.

"Ba... Bapak sudah bangun?" ucapnya tergugup.

Umar menguap lebar. "Iya. Bapak menunggu kamu pulang dan tertidur disofa."

"O ooh ... Bagaimana bisa Bapak masuk ke rumah? Bapak mendapat kunci dari siapa?"

"Rohan yang memberikan kunci untuk Bapak jikalau kamu sedang tidak ada dirumah. Dan benar saja kamu tidak ada dirumah saat Bapak datang."

Umar melangkah perlahan mendekati Alena. Umar melangkah maju satu langkah, Alena melangkah mundur satu langkah. Begitu terus hingga Alena tidak bisa kabur karena punggungnya menempel tembok dapur.

Nafasnya tercekat.

Umar menyunggingkan senyum. "Kenapa berjalan mundur, Lena?" Tanya Umar membuat Alena salah tingkah.

"Eh... Tidak ada apa-apa, Pak." Alena menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Habis pergi dari mana kamu?"

COMPLICATED (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang