5. Misi Rahasia

193 166 82
                                    

Alat musik yang dimainkan Dino seakan mengeluarkan nada-nada cinta yang terbang dan bertaburan di langit-langit ruangan musik. Dino mengulas senyum yang membuatku seperti kehabisan napas.

Oh, ayolah, lupakan pikiran bodohmu itu, Dy!

"Bro, kamu nggak lupa sama ulang tahun Oma, kan?" Sahut Glen yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang musik.

Kedua mata Glen yang hangat berubah menjadi dingin saat melihatku. Dia berjalan mendekatiku dengan tatapan matanya yang kesal seolah aku baru saja menumpahkan kopi ke mukanya.

"Dapur Oma hampir aja kebakaran karena kamu. Oma marah-marah karena oven nya rusak." Glen mengacak rambutnya dengan frustasi.

Kamu yang dimaksud Glen adalah aku, karena dia menunjuku dengan tangannya yang gemetaran. Mirip seperti opa-opa yang akan terkena serangan jantung.

Aku berusaha menahan tawa dengan sekuat tenaga. Dan yang lebih parahnya, Glen betul-betul memegangi dadanya setelah itu, sehingga aku benar-benar tertawa.

"HAHAHAHAHA."

Namun tawaku berhenti saat Dino tiba-tiba meliriku dengan bingung. Aku jadi bertanya-tanya pada diriku sendiri, benarkah aku suka padanya?

"Boleh minta nomor kamu, Dy?" tanya Dino yang membuatku shock. Aku mengambil ponsel di saku celana ku dengan tangan gemetaran dan menyerahkan ponsel ku kepada Dino.

"Kamu mau minta dia untuk gantiin oven Oma yang rusak, ya?" tanya Glen dengan konyol, namun Dino menghiraukannya dan sibuk menyalin nomorku di ponselnya.

Terlalu cepat untuk mengatakan jika ini adalah jatuh cinta yang kedua. Aku tak pernah benar-benar jatuh cinta setelah kejadian di pesta ulang tahun Reza.

Ini hanya kagum dan kagum itu sifatnya sementara. Bisa saja aku hanya kagum pada permainan piano Dino. Benar, setidaknya, aku kagum pada Dino, bukan kagum pada cowok menyebalkan seperti Glen.

Tring! Tring! Tring!

Ponsel ku berdering dan tertera nama Asyila. Aku menekan tombol telepon warna hijau dan mendekatkan handphonku ke telinga. Sempat terdengar suara bising dan klakson kendaraan berulang-ulang.

"Dy. Masih ingat sepatu pantofel kamu yang hilang di pestanya Reza dua tahun lalu?"

Memori ku kembali pada dua tahun lalu, perjalanan waktu yang tak pernah ingin ku ulang. Saat aku melihat Reza menghancurkan surat ku di depan teman-temannya dan aku menyiramnya menggunakan sirup merah.

Aku meninggalkan pesta Reza dengan kostum bodoh yang masih melekat di badan ku. Sialnya, saat itu aku terjatuh di tangga terakhir hingga sepatu ku terlepas dari kaki ku. Sekalian saja ku lepaskan sepatuku yang sebelah dan melemparnya ke dinding.

Saat itu aku benar-benar seperti crazy girl yang tidak peduli pada kaki ku yang tidak mengenakan alas kaki. Yang ku ingat, aku juga berpapasan dengan salah satu teman Reza yang mengenakan hodie hitam.

Cowok itu menatapku dengan bingung. Aku juga balas menatapnya aneh. Dan aku ragu jika dia salah satu teman Reza karena aku tidak pernah melihatnya di sekolah. Atau, memang aku yang jarang keluar kelas.

Tapi kemungkinan dia menemukan sepatuku di dekat tangga terakhir. Aku sudah lama melupakan sepatuku itu, kenapa hari ini Asyila menelepon ku hanya untuk menanyakan sepatu itu?

"Aku lihat orang bawa sepatu pantofel kamu Dy. Modelnya juga sama persis. Ini aku sedang ngikutin cowok itu," jelas Asyila yang membuat kedua alis ku menukik tajam.

Jika benar Asyila menemukan sepatu pantofel ku, lantas mengapa dia seperti orang kurang kerjaan, mengikuti orang yang membawa sepatu pantofel ku yang sudah menghilang sangat lama. Lupakan, aku bahkan sudah tak mengharapkan sepatuku kembali.

Cinderella Zaman NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang