3

134 27 1
                                    

April pikir, dia takkan terlibat apapun lagi dengan Glen. Namun, semesta terus mempertemukan mereka, sampai tiba dimana saatnya Glen harus mengakui perasaannya kepada April.

Lelaki itu mengaku kalau dia sudah menyukai April sejak lama. Dia pertama kali menyukai April ketika mereka berada di grup yang sama saat ospek. Mereka pun mulai menjalin hubungan, meskipun sedikit sulit bagi April karena Glen sedikit kaku dalam urusan percintaan. Selain karena dia selalu sibuk belajar, Glen juga terlalu datar dalam segala hal yang berhubungan dengan cinta. Glen tak cemburu jika April dekat dengan lelaki lain, Glen tak pernah memanggil April dengan panggilan sayang, dan Glen selalu lupa dengan janji yang mereka buat.

Pernah satu kali, Glen bahkan lupa dengan hari ulang tahun April. April selalu menunggu ketukan pintu rumahnya, berharap bahwa itu adalah Glen yang datang membawakan kue ulang tahun atau semacamnya. Namun, nihil. Hanya ada teman-teman yang satu jurusan dengan April, serta keluarga April sendiri. Bagaimana dengan Glen? Ya, dia lupa.

Pintu itu diketuk lagi pada malam harinya, pada pukul sepuluh malam. April sudah bersiap untuk tidur. April bahkan tak menyangka kalau Glen akan datang semalam itu karena biasanya, lelaki itu tak pernah mengunjungi April pada malam hari.

"Glen?" April mengernyitkan dahinya. "Kamu ngapain dateng semalem ini?"

Glen datang dengan tangan kosong. Dia bahkan tak membawa kue ulang tahun, hadiah, atau apapun. Dia berjalan mendekati April, memeluk perempuan itu erat.

"Maafin aku, ya," ujarnya. "Meskipun ini hari yang berat, aku tetep salah karena lupa hari ulang tahun pacarku sendiri."

April tersenyum lirih. Dia membalas pelukan Glen, mengelus punggung lelaki tersebut. Rasanya, segala kekesalan dan amarah yang dia rasakan sejak tadi pagi sudah mereda, bagaikan api yang ditutup oleh kain basah.

"Gapapa."

Glen melepaskan pelukannya, lalu meraih tangan April. "Mau jalan-jalan bentar?"

Malam itu, mereka pun berjalan di sekitar kompleks. Awan-awan masih tampak di antara langit yang kelabu, menandakan bahwa malam ini cukup cerah. Glen dan April hanya berjalan tanpa berbicara apapun. Sepasang kekasih itu bermandikan cahaya dari bulan sabit dan bintang-bintang yang menjadi penghuni langit malam ini.

"Hari ini, aku belajar dari pagi sampe malem," ujar Glen, memecahkan keheningan di antara mereka. "Kedengeran mustahil, tapi selain belajar, aku cuma tidur untuk isi tenaga. Cuma itu yang aku lakuin hari ini."

April tertawa kecil. "Gapapa. Kepala kamu gak sakit, kan?"

Glen terdiam sejenak. Kepalanya mendongak ke atas, memandangi langit yang berkelap-kelip. "Aku harus kaya gini, April."

April terdiam dan menoleh ke arah Glen, menunggu kelanjutan ucapan dari lelaki tersebut.

"Aku bukan dari orang yang mampu. Ayah ibuku cuma jualan sayur di pasar dan adekku banyak. Siapa lagi yang harus ubah nasib mereka kalau bukan aku?"

April tak merespon apa-apa. Dia tau kalau Glen bukan berasal dari orang yang berkecukupan. Dia juga tau, Glen punya mimpi yang besar. Untuk itu, April selalu mencoba mengerti keadaan Glen.

"Maafin aku kalau aku bukan tipe pacar yang kamu pengen," ujar Glen. "Aku juga gak pengen bikin kamu ngerasa gak nyaman, tapi aku juga punya mimpiku sendiri, April."

"Apa selanjutnya?" tanya April. "Setelah lulus kuliah, apa yang bakalan kamu lakuin?"

Glen terdiam sejenak, cukup lama. "Cari beasiswa dan ambil S2."

April mengangguk, mengerti. Dia sudah menduga kalau Glen akan mengambil S2 setelah ini. Dia adalah orang yang haus akan ilmu dan mengedepankan pendidikan, terlebih lagi dia harus mengubah nasib keluarganya, seperti yang dia katakan. April merasa bangga memiliki kekasih seperti Glen, meskipun di sisi lain, dia pun merasa kalau hubungan ini terlalu hambar.

"Menikahlah denganku, April."

April yang semula sibuk dengan pikirannya sendiri, lantas melebarkan matanya dan menghentikan langkahnya. Dia merasa kaget. Darahnya berdesir, pipinya memanas.

Glen tertawa, berjalan ke arah April. "Ekspresi kagetnya lucu banget."

April tak menjawab apapun. Dia masih mematung di tempat, tak tau harus bagaimana. Lelaki itu pun memegang wajah April yang merona, mengelusnya perlahan. "Menikahlah denganku, April."

Whatever Happens [Miniseri]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang