"April," Glen memberi jeda. "Bangun, April."
April membuka matanya perlahan. Objek pertama yang dapat dia lihat adalah jendela kamar yang menampakkan langit biru dengan matahari yang belum terlalu tinggi. April pun mengubah posisinya menjadi duduk, menoleh ke arah Glen.
"Ini apa?" tanya Glen, menghempaskan ponsel April ke atas kasur. Layar ponsel itu menampakkan obrolan pesan antara April dan seorang dokter yang baru saja dia hubungi seminggu yang lalu. "Ini apa, April?"
April meraih ponsel tersebut, membaca percakapan yang tertera di layar ponselnya, lalu membeku di tempat. Glen yang sibuk memasang dasinya, lantas menatap tajam ke arah April. Glen adalah pria yang lembut, tapi jika Glen sudah menampakkan raut wajah itu, maka itu bisa menjadi mimpi buruk bagi April.
"Aku nanya kamu, itu apa?" tanya Glen lagi. "Egg freezing? Really, April? Kenapa kamu kaya gitu tanpa izin aku sebagai suami kamu?"
"Look at us," April terkekeh mentah. "Kita berdebat lagi. Hari ini adalah hari pernikahan kita, Glen. Kamu mau berantem di hari perniー"
"Kenapa kamu lakuin itu tanpa izin aku?"
April terdiam sejenak, cukup lama. "Maafin aku, Glen."
"Aku gak butuh maaf untuk sekarang, April. Aku nanya, kenapa kamu ngejalanin pembekuan sel telur tanpa izin aku sebagai suami kamu?"
"Karena aku tau, kamu gak bakalan setuju," jawab April. "Sedangkan di sisi lain, aku ngerasa takut kalau aku gak bisa punya anak karena selalu nunda dan ikut peraturan kamu."
"Aku gak ngerti sama jalan pikir kamu," ujar Glen. "Aku cuma pengen kamu ngerti kalau masih banyak yang pengen aku capai, April. Toh, ini buat keluarga kita juga. Kalau kita punya anak dan dia gak bisa dapet kasih sayang yang cukup dari aku karena aku selalu sibuk gimana?"
"Emangnya pekerjaan lebih penting daripada anak?" tanya April, mengubah posisinya menjadi berdiri. "Apa lagi yang pengen kamu capai? Faktanya, kamu gak akan pernah puas, dan kita akan terus bertambah tua. Umur aku udah 33 tahun, Glen. Kamu harusnya cari tau tentang umur terbaik wanita untuk melahirkan. Kamu gak pernah peduli, kan?"
"Gak pernah puas, kamu bilang?" Glen mulai meninggikan suaranya. "Ayah, Ibu, adek-adek. Aku yang harus berjuang demi mereka, April. Terus kamu bilang, aku gak pernah puas? Aku bukan berasal dari orang yang berkecukupan kaya kamu. Maaf kalau menurut kamu, aku berlebihan. Kamu gak akan pernah ngerti apa yang selama ini aku rasain dan gimana rasanya bisa ada di posisi yang tinggi dengan kakiku sendiri."
"Oh, ya, berarti aku selama ini bisa ada di posisi yang oke bukan karena kakiku sendiri?" April ikut meninggikan suaranya. "Pekerjaan? Uang? Jabatan? Cuma itu kan yang kamu pikirkan?"
"Kamu ngomong apa, sih? Aku lagi ngomongin kamu yang sama sekali gak hargain aku sebagai suami dengan ngelakuin egg freezing tanpa izin. Kenapa kamu malah bahas yang lain?"
"Alasan aku ngelakuin egg freezing itu karena kamu yang gak pernah peduli apa kemauanku. Kenapa kamu gak peduli? Ya, karena cuma mentingin kehidupanmu sendiri, Glen. Kamuー"
"Nih, ya, kamu ngerti gak sih arah obrolan kita tuh apa? Gak usah muter kemana-mana. Aku cuma nanya, kenapa kamu gak izin ke aku? Rumah tangga ini bukan cuma punya kamu, tapi juga punyaku. Aku masih suami kamu, kan?"
April hanya diam, tak ingin menjawab apapun. Kedua matanya berkaca-kaca, dia pun berjalan menuju posisi Glen, memeluk pria itu dari belakang. Glen benar. Untuk situasi ini, dialah yang salah.
"Maafin aku. Aku cuma… ngerasa bingung," ucap April. "Harusnya aku kasih tau kamu dulu."
Glen hanya bisa menghela napasnya, pasrah.
"Hari ini kamu mau ke penerbit, kan?" tanya Glen, melepaskan pelukan April dengan pelan. "Kamu mau dianterin atau sendiri?"
"Aku sendiri aja."
Glen mengangguk, mengerti. "Kabarin aku kalau udah sampe di sana, oke?"
Glen pun berlalu. April bahkan tak sempat menyiapkan sarapan dan semacamnya, hari ini pria itu pergi ke perusahaan lebih cepat daripada biasanya. April pun mandi dan membersihkan diri, lalu membawa naskah yang sudah dia siapkan beberapa hari ini untuk diterbitkan menjadi buku dongeng anak-anak, seperti biasanya.
Tangannya berada di stir, tapi pikirannya berisik. Mau bagaimanapun, yang dikatakan Glen memang benar. Tak seharusnya April melakukan hal semacam itu tanpa izin Glen sebagai suaminya. Wajar saja jika Glen marah karena harga diri Glen sebagai suami sudah April coreng seenaknya.
April dapat merasakan matanya memanas lagi. Seketika, pandangannya buram karena air mata yang mendesak keluar. Dia berusaha mengusap matanya karena dia pun sedang tak ingin menangis, apalagi dia akan bertemu banyak orang. Apa jadinya jika mereka melihat wajah April yang serba merah karena menangis ketika April menyerahkan naskah tersebut?
April tak pernah tau.
Glen takkan pernah tau.
Pagi itu akan menjadi hari terakhir mereka berdebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whatever Happens [Miniseri]
Romance"Now I understand that I need nothing, but you." p.s • Whatever Happens ditulis pada 2022 • Miniseri • Cerita sudah tamat, chapter lengkap