Again

9 6 2
                                    

Satu minggu berlalu, Verin masih menyimpan dengan baik sapu tangan bersulam bunga matahari itu. Sebenarnya sangat ingin sekali Verin bertemu dengan pemiliknya dan mengembalikan sapu tangan itu.

Bukannya Verin tidak berusaha untuk menemukan gadis itu, setiap hari ia pergi ke mini market itu. Berjalan-jalan di sekitar mini market pun selalu ia lakukan, siapa tahu saja secara tak sengaja mereka berpapasan kembali seperti waktu itu. Tapi nyatanya tujuh hari berturut-turut Verin pergi ke sana tidak ada tanda ada gadis yang ia pastikan bernama Afifa itu.

Seperti hari ini, Verin hanya duduk saja di bangku depan mini market itu.
Tepatnya menanti gadis sekilat telah berhasil memikat hatinya. Tapi ya... lagi-lagi sangat susah untuk bertemu dengannya lagi.

Verin kini berpikir bahwa gadis itu bukanlah berasal dari daerah sini, membuat harapannya memudar dan pesimis. Bagaimana jika Afifa hanyalah orang yang lewat dan tinggalnya di luar kota?

Pada akhirnya pria itu menghela napas, berdiri dengan menyimpan kembali sapu tangan itu ke dalam saku sweaternya. Mungkin hari ini ia belum beruntung, toh masih banyak hari di depannya yang menanti, pikirnya melangkah pergi dari sana.

.

Langkah pria berusia 23 tahun itu melangkah ke sebuah taman kota. Ia menghirup udara segar dengan wajah menengadah ke atas dan kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam saku jeansnya. Suasana sore dengan langit yang perlahan berwarna oranye menampakkan senja.

Verin cukup menikmatinya, dengan suasana cerah seperti ini banyak juga orang-orang yang berlalu lalang di taman ini. Apalagi ini bulan ramadhan, banyak yang berjalan-jalan di sini untuk menghabiskan waktunya dengan tujuan ngabuburit.

Ya, Verin juga sadar akan itu, penduduk Indonesia memang 90 persen beragama Islam. Orang-orang yang di sekelilingnya ini pun adalah orang Islam.

Mata Verin tiba-tiba melebar dengan binarnya, pucuk dicinta ulam pun tiba, ia yakin itu dia. Verin melihatnya, gadis manis dengan mata sebening danau itu.

Gadis itu berjalan dengan santainya sambil memainkan handphone, gadis sederhana dengan hanya mengenakan celana jeans dan kemeja lengan panjang.

Dengan berani Verin menghampirinya.

“Afifa,” sapanya.

Gadis yang dipanggil Afifa itu berhenti, menatap heran Verin tapi detik berikutnya matanya membulat.

“Lo? Lo yang di mini market minggu lalu, kan?” ujar Afifa yang berpikir keras itu hingga ingatannya tertuju pada pertemuan pertama mereka.

Verin mengangguk sambil tersenyum, senang gadis itu masih mengingat dirinya.

“Iya! Si penguntit itu, kan?” pekik Afifa membuat Verin benar-benar tertohok, yang benar saja gadis itu tetap menyebutnya si penguntit.

“Makanya Lo tau nama gue,” lanjut Afifa lagi ketus, gadis ini memang galak.

Verin gak mau banyak omong dan langsung memperlihatkan sapu tangan yang selalu dia bawa ke mana-mana itu tepat di depan mata si pemilik.

“Sapu tangan gue!” Gadis itu meraih sapu tangannya dengan kasar dan tatapannya makin tajam.

“Makanya! Jangan asal nuduh, gue lihat lo jatuhin sapu tangan Lo waktu itu, mau gue kasih ke Lo tapi Lo nya gak ada,” ujar Verin santai dan tangannya ia lipat di depan dada.

“Oh, thanks,” jawab Afifa begitu datar dan matanya tidak menatap Verin.

“Thanks doang?” Verin mengangkat kedua alis.

Gadis itu merotasikan bola matanya. “Terus?” sewotnya.

“Lo udah ngatain gue penguntit!” desis Verin yang sangat kesal itu, cewek ini nyadar apa gimana.

“Ya abisnya lo--”

“Apa? Udah mending gak gue buang tuh sapu tangan,” potong Verin cepat.

“Ya udah maaf,” ujar Afifa akhirnya mulai terdengar tulus meskipun tidak terlihat sebuah senyuman di wajahnya.

“Tulus gak nih?” Verin sengaja seolah meragukan.

“Ish!” Gadis itu mendelikan mata. “Gue beneran minta maaf juga,” gerutunya.

Verin tertawa kecil saja, gadis ini benar-benar menarik di matanya, meskipun tidak ada kelembutan di setiap tutur katanya itu.

“Afifa,” panggil Verin pada akhirnya.

Afifa menoleh cepat. “Lo gak mau tau nama gue gitu?”

Apaan dah ni cowok, pikir Afifa.

“Hah? Buat apa? Emang penting?” tanya sang gadis begitu datarnya, ah tidak, justru dia tampak sangat heran.

Sedangkan Verin ingin sekali teriak dan mengacak rambutnya. Dirinya dibilang tidak penting, dirinya yang sudah menyimpan baik sapu tangan itu.

“Bilang aja mau kenalan sama gue,” celetuk Afifa pada akhirnya.

Verin langsung menoleh? Hatinya menertawakan dirinya sendiri. Ya, kenapa Verin harus berbelit-belit juga, kan intinya memang itu.

“Iya, nama gue Verin.” Cowok itu menyodorkan tangan.

“Oke, Lo udah tahu kan nama gue?” Sesantai itu? Verin geram sendiri.

“Hehe.” Afifa nyengir sendiri dan pada akhirnya tersenyum pada Verin.

Demi Tuhan, senyum Afifa begitu manis di mata Verin. Iya, untuk pertama kalinya Verin melihat Afifa tersenyum.

“Kamu cantik,” lirih Verin tanpa sadar, matanya pun tak berkedip.

“Gombal Lo,” balas Afifa kembali pada asalnya, galak.

Verin tertawa saja mendengar itu, bukan gombal tapi Afifa benar-benar sangat cantik apalagi saat tersenyum.

“Lo ngapain di sini?” tanya Verin pada akhirnya membuka percakapan paska kenalan.

“Gue abis bantuin temen bagi-bagiin makanan, kan bentar lagi buka puasa,” jawab Afifa seadanya.

“Bantuin temen?” ulang Verin terdengar heran.

Afifa mengangguk saja dan detik berikutnya tersentak karena mendengar getaran HP di saku jeansnya.

“Hallo, Ma?” ujarnya yang mengangkat telpon.

“Iya, ini Afifa mau pulang, kok, lagi di jalan.”

“Ya udah, Bye.”

“Gue harus pulang sekarang,” ujar Afifa kini pada Verin dan memasukkan kembali HPnya.
“Sekali lagi, makasih Lo udah nyimpen sapu tangan gue, karena sapu tangan ini pemberian seseorang dan berharga banget buat gue.” Afifa kembali tersenyum penuh arti.

Sedangkan Verin hanya terdiam. Seberharga itu sapu tangannya? Verin benar-benar sudah melakukan sesuatu yang penting.

“Bye, Ver.” Afifa melambaikan tangannya.

“Mau gue antar pulangnya?” teriak Verin karena Afifa sudah mulai menjauh.

Afifa menggeleng. “Gak usah, temen gue lagi nunggu di sebelah sana.” Menunjuk arah dan sayangnya Verin tidak melihat siapapun.

Nomor WhatsApp! Verin baru teringat sesuatu.

“Fa!” panggilnya, dan Afifa memang benar-benar sudah pergi dari sana.

Cowok itu akhirnya hanya berdecak kesal dan sedikit mengepalkan tangan. Kapan lagi bisa ketemu coba, pikirnya.

tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Penghujung RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang