"Rouge, je vais vous laisser aller¹," (aku akan merelakan kamu pergi¹) ujar seorang pria sembari mengusap surai cokelat muda sang juragan belahan jiwanya, menilik manik-manik bola matanya secara instens. Ia tersenyum; senyum nang penuh lara.
Wanita di hadapannya 'tak kuasa menahan air matanya, ia menangis sejadi-jadinya di dalam dekapan hangat sang tuan. Benang merah yang semula disulam oleh kedua insan anak Adam dan Hawa akan terputus pada hari ini, tidak akan ada lagi seseorang yang mampu menggantikan kedudukan sang puan di hatinya. Jalan kisah asmara mereka masih panjang, namun naas, mereka akan berhenti berkubang di dalam lingkup kubangan romantisme yang berbeda.
Rouge melepas dekapannya dengan Jan—belahan jiwanya. Tangisan dan isak puan berasma Moulin Rouge pun mulai berhenti, bukan berhenti karena ingin berdamai dengan keadaan, namun berhenti karena sebuah keharusan. Perlahan, ia membuka dwinetranya lantas menilik dwinetra tuan di hadapannya. Ia tersenyum.
'Hampa. Senyummu hampa, Puanku, Rouge.' Jan Aide turut menerbitkan surya setengah lingkaran. Mereka tersenyum di atas kehampaan serta keterpaksaan, tanpa ada kebahagiaan.
Sulit rasanya menyunggingkan senyum yang bahkan dipaksakan kala tidak ada yang perlu diberi senyuman. Senyum ini bermakna mengikhlaskan, merelakan insan yang akan meninggalkan. Pergi jauh. Mungkin mereka 'tak akan kembali, bahkan bersua saja sudah mutlak. Miris. Inilah akhir dari kisah asmara mereka, dengan akhir kisah yang ber-genre memilukan. Tuhan tidak jahat, Ia hanya memisahkan umat-Nya yang tidak ditakdirkan untuk selalu bersama hingga akhir hayat lalu menjadi mayat. Sebagian insan hadir dalam kahuripan insan lainnya bukan untuk mendampingi infinit, melainkan untuk memberi mereka pelajaran dan pengalaman hidup. Entah dibumbui dengan rasa nang manis, pahit, asam, maupun hambar.
Rouge menyeka air mata Jan yang masih sempat lahir melalui netranya dengan saputangan di dalam saku coat-nya, saputangan berwarna biru muda nang jernih bak air laut. Biru muda. Warna biru muda berarti ketenangan; kuat dan; melankolis. Corak favorit Jan dan Rouge. Saputangan itu adalah pemberian dari Jan, mereka memiliki sapu tangan dengan asma yang dijahit dengan benang berwarna putih. Sedangkan warna putih berarti kemurnian; kesempurnaan dan; tidak bersalah.
Dengan segenap hati yang masih bergetar, ia meraih kedua tangan Jan dan membuka telapak tangannya, lantas menutupnya kembali. Tidak, telapak tangan pucat pasi dengan sejumput corak merah muda itu tidak kosong. Terdapat saputangan yang ia gunakan untuk menyeka air mata Jan. Ia mengembalikan pemberian saputangan dari Jan.
Sebuah kaset kenangan mengenai mereka berdua tiba-tiba diputar, diputar di dalam ingatan Jan (...)
PUTARAN INGATAN JAN AIDE:
"Jan! Lihat! These handkerchiefs are very beautiful!" Rouge menarik genggaman eratnya dengan pria yang ia cintai, sembari menunjuk-nunjuk saputangan berwarna biru muda di dalam pajangan sebuah toko.
Jan Aide tersenyum, lantas ia beranjak untuk masuk ke dalam toko tersebut mendahului langkah kaki Rouge. Oh, jangan lupakan genggaman tangan mereka yang tidak dilepaskan dan selalu mengait. "Ya, ayo masuk, Rou. But I've a question for you, sebelum kita beli saputangan itu. May I, Milady?"
Yang diberi pertanyaan hanya mengangguk cepat tidak sabar, tanpa adanya fafifu wasweswos, ia mengejar langkah kaki Jan yang sangat cepat dan lebar. Ia kewalahan, namun tetap mampu mengimbangi langkah kaki milik Jan.
Rouge menilik saputangan yang ia incar sedari tadi, sebelum memasuki toko saputangan. Ya, toko mungil itu hanya menyediakan saputangan untuk diperjualbelikan. Sebelum meraih saputangan yang sudah diidam-idamkan, ia mencuri pandang ke arah kekasihnya. Ia teringat akan kata-kata Jan yang ingin ditanyakan.
"Qu'est ce que tu veux demander?²" (Apa yang ingin kamu tanyakan?²) Tanya Rouge, ia sudah tidak sabar untuk menjawab pertanyaan yang akan dipertanyakan oleh Jan. Siapa tahu kalau ia mendapat hadiah berlibur ke dunia paralel?
"Oui.³ Aku bahkan hampir lupa. I'm already by your side, Rouge. Do you still need a handkerchief? I can wipe your tears, your sweat, and everything as long as it's yours." (Ya.³) Yang diberi pertanyaan hanya menganga, sedikit membuka mulutnya. Cepat-cepat ia tutup mulutnya. Ia masih saja mudah dilemahkan oleh taklimat manis yang dilontarkan Jan.
"Mon Coeur?⁴ Aku tahu kamu pasti selalu ada di sisiku. Tapi jangan membandingkan dirimu sendiri dengan selembar sapu tangan, kamu itu manusia, bukan benda. Jan enggak akan pernah tergantikan oleh siapapun, dan apapun," (My Heart?⁴) penjelasan Rouge belum cukup untuk menjelaskan semuanya.
"Aku hanya berjaga-jaga. If at any time you leave me out of urgency, while I'm crying or hurts and I need a wiper, I can use this."
✶
Notulen dari Penulis.
Halo! Dengan saya Galaksi, tidak perlu panjang-panjang karena memang tidak penting. Tolong koreksi jika ada salah kata maupun penempatan penulisan, maka akan segera saya sunting dan ketik ulang. Selamat menikmati, semoga Tuhan selalu menjaga kalian dalam lindungan-Nya. Sampai jumpa! Oh iya, ketika membaca cerita yang saya ketik, jangan lupa gunakan font Times New Roman. Opsional. Jangan lupa vote, beri komentar atau respon, ikuti saya, dan bagikan cerita ini. Terima kasih banyak!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mon Maison - Jung Jaehyun
Fanfic(FRASA) Rumah; Sebuah tempat yang akan selalu menjadi tempat tinggal, entah akan kembali pun tidak kembali dan; Rumah itu tidak akan pernah meninggalkan penghuninya. Termaktub nang Melankolis, Galaksi, N.