— 𝐄𝐝𝐠𝐞 𝐨𝐟 𝐇𝐢𝐦 —
𑁍𑁍𑁍
Sejauh Sarah bisa menempatkan pikirannya ke dalam lubang tempat luka bernanah itu tersimpan, ia yakin sekali bahwa memori lawas yang terjadi di sepanjang musim panas adalah satu dari sekian hal buruk di hidupnya. Roman yang menegang, tubuh yang mengerang; kutukan sialan itu mengeruk apa saja yang tersisa. Namun di sana, di atas ranjang yang mendadak kehilangan kehangatan absolut, Sarah hanya bisa mengembuskan satu hela napas pendek. Ingatan itu masih lekat dalam benaknya, menghantui sebanyak yang ia bisa.
Memastikan pendar lampu temaram yang menggantung di langit-langit kamar telah meredup sempurna, gadis berbalut jubah tidur itu melirik sekilas pada dipan kosong milik sang kawan yang terletak di dekat kusen jendela. Barangkali Hermione sedang kedapatan jadwal untuk berkeliling sekolah bersama rekan prefeknya, atau mungkin ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama dua rekan lelakinya dan mendiskusikan sesuatu yang mendesak. Well, tidak bisa dipungkiri, beberapa bulan sebelum tahun ajaran kelima berakhir, Harry mendapat serangan dari Voldemort bersama antek-anteknya di departemen misteri.
Untuk beberapa alasan yang sulit dipahami, Sarah lantas merasa kantuknya perlahan menguap di antara partikel udara dan semilir angin peralihan musim yang berembus melewati celah ventilasi. Bersamaan dengan itu, bunyi keriuk lapar mengalun dari perutnya, semerta-merta menyadari bahwa tak ada satu pun makanan yang masuk menuju lambung. Beberapa menit setelah acara penyeleksian asrama pada murid tahun pertama dilaksanakan, Sarah memilih untuk melewatkan jatah makan malamnya. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dirinya bisa melahap karbohidrat dan protein dengan benar. Hal tersebut berlangsung semakin genting usai permasalahan keluarganya tak kunjung menemui titik terang.
Sarah menatap jam yang melekat di dinding, pukul satu dini hari, dan tampaknya rasa lapar tersebut tak akan hilang dengan mudah. Sempat terbesit di benaknya untuk menenggak air keran sebanyak yang perutnya bisa tampung, tetapi tatkala mengingat besok pagi ada kelas ramuan yang harus dihadiri, Sarah kemudian menggigit sudut bibirnya pelan. Ia tidak ingin absen dikarenakan perutnya yang kram atau justru lambungnya yang terinfeksi secara besar-besaran. Jadi, menepuk perutnya sembari berkata—dasar anak nakal, menyambar jaket tipis yang tersampir di lengan ranjang, pun Sarah beranjak dan biarkan hawa dingin merasuk telapak kaki telanjangnya yang bersinggungan langsung dengan lantai bebatuan.
"Menurutmu, apa yang akan dilakukan Draco dengan lemari aneh itu? Dan siapa pula orang-orang yang mengiringinya?"
Sarah bisa mendengar sayup-sayup suara Harry yang menggema dari arah ruang rekreasi. Ia berhenti di undakan tangga kelima dari bawah, menyembulkan wajah bak penyamun yang tengah bersembunyi di balik rindang pepohonan, Sarah mendapati tiga sekawan heroik itu sedang membahas seseorang yang baru saja ditemuinya beberapa jam silam.
Harry tampak menahan napas sebelum menandas, "Tidakkah kalian berdua mengerti? Ini adalah perayaan, semacam inisiasi."
Sarah mengernyit, ekspresinya tidak bisa ditahan untuk tetap lurus. Draco? Perayaan? Inisiasi? Hal gila macam apa yang tengah mereka bicarakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Fate
Fanfic[ON GOING] Kala itu langit tampak seperti daun kastanye, sementara tanahnya basah bersama harum petrikor. Derap langkah kaki yang menuju menara tertinggi bersama bahara di tepian pundak, tentu bukanlah suatu kebetulan, sebab mereka telah ditakdirkan...