3. Hide & Sweet

11.7K 1.2K 25
                                    

Seharian ini kerjaan Neo hanya melamun. Menghindari Geometri Rahesa, sang ketua osis yang membuat Neo merasa terancam.

Kata Thiana, Geo itu cowok idaman. Pintar, ganteng, dan kaya raya. Tapi, menurut Neo, Geo itu seperti iblis. Lebih tepatnya titisan Lucifer.

Neo merasa kewarasannya bisa hilang jika terus berada di dekat Geo. Bisa-bisa Neo ikutan menjadi tidak waras seperti Geo. Memang benar apa yang sering dikatakan oleh orang-orang. Terkadang terlalu pintar itu berbahaya, malah bisa membuat orang pintar menjadi idiot. Geometri contohnya, masa cowok nembak cowok?

Tidak waras bukan?

Padahal menurut Neo, Geo itu terlihat seperti cowok normal. Tapi, sangat disayangkan, cowok sekeren Geo jadi homo.

"Gue udah cantik belum?" celetuk Tino tiba-tiba. Memecahkan keheningan di kelas.

"Sinting!" maki Neo memutar kedua bola matanya searah jarum jam. "Lagian, meski lo secantik apapun, lo tetep cowok, bro!"

"Hadeh! Panggil gue sista!" pekik Tino tidak terima.

"Stres!" dengus Neo sambil mengalihkan pandangannya ke arah teman sebangkunya. "Lo ngapa dah? Lemes banget."

"Harusnya gue yang nanya gitu anjir!" balas Thiana sewot. "Diem terus di kelas, kenapa sih lo? Patah hati? Apa nahan boker?"

Neo menggeleng.

"Lo mau ke kantin gak?" tanya Neo, memilih tidak menjawab pertanyaan dari sahabatnya.

Mata Thiana memicing. "Jangan bilang lo mau nitip?" desisnya.

Cengiran muncul di bibir Neo. "Hehe, bestie gue kok peka banget ya! Jadi makin sayang!"

"Halah! Kalo ada maunya muji-muji. Kalo lagi gak butuh, malah ngatain gue yang jelek-jelek." Thiana berdiri. "Beli sendiri sana, dasar males!"

Neo cemberut.

"Watashi gak males. Watashi cuma lagi mode hemat energi."

"Watashi watashi pala lo pecah!" balas Thiana sambil keluar dari kelas.

Melihat itu Neo hanya bisa mendengus sebal. Matanya beralih ke arah Tino.

"Tino cantik! Gue nitip roti ya!" cengir Neo.

"Gak!" jawab Tino cepat sambil memutar matanya berlawanan arah jarum jam. "Bener kata Thiana tadi. Hmph!" Tino mendelik, berbalik arah, meninggalkan Neo di kelas.

Neo pasrah. Perutnya lapar, dan mulai terasa sakit. Ia ingin ke kantin, tapi takut bertemu dengan Geo. Ia tidak mau dekat-dekat dengan Geo. Cowok dingin itu berbahaya dan menakutkan.

Neo menyesal telah menolak bekal yang mamihnya tawarkan. Padahal setiap pagi mamihnya menawarkan Neo untuk membawa bekal. Katanya biar irit. Tapi kan, Neo merasa kekayaan papihnya tidak akan habis tujuh turunan, meski Neo boros. Lagipula Neo merasa gengsi kalau harus membawa bekal makanan.

Makan tuh gengsi! maki Neo dalam hati. Memaki dirinya sendiri sembari meringis.

Remaja laki-laki itu mengusap perutnya yang sakit. Menidurkan kepalanya di atas meja sembari menatap ke arah jendela yang ada di sebelahnya. Jendela yang langsung menghadap ke kantin yang ada di dekat taman dan danau buatan.

Dari jarak segitu, ia masih bisa melihat jelas berbagai macam makanan yang sedang disantap oleh teman-temannya. Membuat Neo semakin kelaparan.

"Kenapa sih? Udah gue kasih makan, tapi kalian selalu nyakitin gue?" gumam Neo lemas. "Dasar cacing-cacing sialan!"

"Lo cacingan?"

Neo melotot ketika mendengar suara itu. Terdengar familiar dan terasa dekat. Bahkan bisa ia rasakan aroma maskulin yang sudah memenuhi indra penciumannya seharian kemarin.

Ketika matanya menangkap sosok Geometri Rahesa yang duduk di kursi sebelahnya, Neo cuma bisa meringis pasrah. Merasa hidup ini tidak adil.

KENAPA DIA TAU KELAS GUE WOI! jeritnya dalam hati.

"Kok lo ada di kelas gue?" cicit Neo pelan sambil meringis. Jantungnya berdetak cepat saking kagetnya.

Sial, sia-sia gue nahan laper supaya gak ketemu Geo. Orangnya malah nyamperin ke kelas gue! batin Neo kesal.

"Tadi gue cari lo, tapi gak nemu. Katanya lo lagi di kelas," ujar Geo menjelaskan dengan wajah tanpa ekspresi. Lalu tangannya menyodorkan sebuah kue berwarna merah yang membuat mata Neo melotot girang. "Nih gue bawain kue."

"Bu-buat gue?" tanya Neo sumringah.

"Iya. Itu dari fans gue. Tapi, gue gak suka makanan manis." Geo membuang muka. "Lo makan aja."

"Oke!" Tanpa sungkan Neo langsung merebut kue itu dari tangan Geo. Melupakan misinya untuk menghindari Geo. Semudah itu Neo oleng jika melihat kue.

Shit! Neo manis banget! batin Geo dalam hati. Memperhatikan Neo yang dengan lahap memakan habis kue yang sebenarnya dia beli khusus untuk Neo.

Geo membuang mukanya. Berusaha menetralkan jantungnya yang berdetak cepat. Lalu berdeham beberapa kali, sampai membuat Neo menatap ke arahnya dengan muka penuh krim kue.

Oh shit! Geo menelan ludahnya susah payah.

"Lo kenapa?" tanya Neo heran.

Bukannya menjawab, Geo malah mendekat. Mengusap pelan bibir Neo yang penuh krim.

Wajah Neo memerah ketika Geo menjilat jarinya yang dia pakai untuk mengusap bibirnya.

"Manis."

Oh Tuhan! Cabut nyawa watashi sekarang juga! jerit Neo dalam hati. Dadanya berdebar dengan kencang seolah ada sebuah acara live musik.

Dengan cepat Neo menunduk. Menyembunyikan semburat merah muda di kedua pipinya sembari menetralkan detak jantungnya yang menggila.

Arsenic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang