30. Rose

5.4K 568 29
                                    

Beberapa pasang mata menatap ke arah Neo. Bahkan ia bisa melihat raut kebingungan dari wajah kedua temannya.

Saat ini ia ada di atas panggung. Bersama dengan seorang Geometri Rahesa.

Perasaan cowok itu campur aduk. Ia juga bingung dari segala tingkah Geo. Apa maksud dari cowok itu membawanya ke atas panggung? Apa maksud dari pernyataan cinta cowok itu tadi?

Neo sama sekali tidak bisa menebak isi hati Geo. Cowok itu terlihat abu-abu. Otak Neo yang memiliki IQ rendah tidak sanggup untuk memahami seorang Geo.

Teriakan yang berada di bawah panggung membuat Neo bingung. Terlebih ketika beberapa anggota osis ikut naik ke atas panggung dengan membawa beberapa buket bunga mawar yang berwarna-warni.

Ketika ia menoleh ke arah Geo, cowok itu sudah berjongkok di depannya, menyerahkan sebuket bunga mawar berwarna putih.

"Gue minta maaf." Geo menatap Neo dengan ekspresi yang terkesan misterius. "Kalo lo mau maafin gue, tolong terima mawar dari gue."

"Terima! Terima!"

Teriakan dari seluruh murid SMA Mentari membuat Neo ingin menghilang. Remaja itu menunduk, tapi itu adalah kesalahan. Matanya malah bersitatap dengan mata Geo yang terlihat penuh harap.

Dengan salah tingkah Neo menerima mawar putih itu. Mati-matian remaja itu menahan ekspresinya agar tetap datar.

Geo mengambil salah satu mawar, mawar berwarna merah. Lalu menyerahkannya ke Neo.

"Lo tau? Mawar merah punya makna cinta. Lo bisa anggap ini pengungkapan rasa cinta gue ke lo." Lalu tangan kirinya mengambil mawar lain yang berwarna lilac. Geo mendongak sambil tersenyum tipis. "Neo, seperti yang gue bilang tadi. Gue mau lo jadi pasangan gue buat selamanya. Apa lo mau?"

Neo tertegun. Giginya mengatup tidak tahu harus menjawab apa. Tatapan Geo membuatnya ingin luluh. Tapi hatinya terlalu takut untuk mempercayai Geo.

"Terima!"

"Terima!"

Teriakan itu tidak Neo pedulikan. Matanya menatap Geo yang tengah menunggu jawaban darinya.

"Lo serius?" tanya Neo pelan.

Bukannya menjawab, wajah Geo malah berubah menjadi pias. Cowok itu memalingkan wajahnya selama beberapa detik sebelum kembali menatap Neo.

"Percaya sama gue," bisik Geo pelan, nyaris tidak terdengar.

Setelah memantapkan hatinya, Neo mengambil mawar yang baru pertama kali ia lihat itu dari tangan Geo.

Duar!

Seketika suara petasan membuat Neo refleks mengusap dadanya. Detakan di jantungnya sangat cepat, membuat Neo merasa sedikit sakit. Namun ia abaikan.

Neo menutup kupingnya yang seolah berdengung, menghantarkan rasa sesak di dadanya. Mengabaikan rasa sakit yang selalu ia sembunyikan.

"April mop!" teriak seseorang yang Neo kenal. Diikuti oleh murid-murid yang lain.

Cewek itu Phytagoras yang diikuti oleh Termos di belakangnya. Beberapa pasang mata yang tadi biasa saja kini berubah menjadi tajam.

"Hah?" Neo mengangkat alisnya bingung.

"Lo budeg? Ya april mop! Ini kan acara april mop, dan barusan itu salah satu acaranya," ujar Phyta sambil tersenyum sinis. Gadis itu mendekati Neo.

Neo menoleh ke arah Geo yang menghindari arah pandangnya. "Ge?" panggilnya pelan.

"Jangan sebut nama gue." Geo mendengus, lalu menatap Neo tajam. Senyum sinis kaku di bibir Geo membuat Neo terdiam. "Gue cuma pura-pura suka sama lo. Bahkan tunangan sama lo, gue cuma pura-pura." Suara Geo bergetar.

Geo melepas cincin pertunangannya. Tidak hanya itu, ia bahkan membuangnya.

Jadi ini cuma prank?

Neo menatap Geo dengan nanar. Remaja itu berusaha menekan rasa sesak di dadanya. Rasa sakit yang bahkan lebih sakit dari hari-hari sebelumnya.

"Gimana? Enak gak diprank?" tanya Phyta sambil tersenyum sinis. Cewek itu mendekat, berbisik di telinga Neo. "Gimana pembalasan dendam gue? Seru kan?"

"Akting Kak Geo bagus kan?" Phytagoras tertawa. "Baper ya lo?"

Neo mengabaikan kehadiran cewek itu. Ia berdiri di depan Geo. Meski tatapan Geo terlihat sangat dingin. "Ge, bilang sama gue. Ini beneran cuma prank?" tanya Neo lirih.

"Ya," jawab Geo singkat.

"Seniat itu lo buat ngeprank gue? Bahkan sampe ngajak tunangan segala?" tanya Neo lagi dengan nada getir. Raut kecewanya membuat Geo mengalihkan pandangannya. "Lo jahat Ge." Setelah mengatakan itu Neo berlari. Meninggalkan acara itu diiringi oleh tawa dan teriakan dari teman-temannya.

"Huuu!!!"

"Dasar homo!!"

Rasa sesaknya membuat Neo tidak tahan. Bahkan tanpa sadar air matanya sudah menetes sejak tadi.

Remaja itu terus berlari. Mengabaikan beberapa teriakan yang memanggil namanya. Ketika ia tersadar, sorot lampu yang sangat terang menghantam tubuhnya.

Suara-suara yang tadinya bising kian samar. Seolah ada sekumpulan kunang-kunang di matanya, perlahan tapi pasti, pandangan Neo terus mengabur. Sampai akhirnya hilang. Jiwanya tertarik ke dalam kegelapan yang abadi.

Arsenic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang