1

24 8 1
                                    

Here's we go~
.
.
.
Jingga menjinjing laptop dan beberapa berkas OSIS miliknya. Kakinya yang jenjang meluangkan secara konstan menuju sebuah ruangan. Perpustakaan sekolah. Ini adalah jam istirahat, di mana nyaris setiap sudut sekolah tengah berada pada puncak keramaian. Padahal laki-laki yang menjabat sebagai ketua OSIS itu harus segera menyelesaikan laporan OSIS yang akan dirapatkan nanti setelah ini. Dirinya membutuhkan tempat yang tenang, sehingga perpustakaan menjadi tempat pilihan terbaiknya.

Setelah menyapa penjaga perpustakaan yang memang telah dekat dengannya. Jingga segera melanjutkan langkah menuju sudut belakang perpustakaan. Tempat paling sepi yang selama ini selalu menjadi favoritnya jika ingin menyendiri. Tempat itu berada di lorong rak buku paling ujung dangan sebuah meja panjang dan beberapa kursi baca. Sayangnya, saat meja yang biasa Jingga gunakan mulai tertangkap dalam jangkauan bertanya, langkah laki-laki itu melambat. Lihatlah, tepat di kursi yang biasa dirinya gunakan, telah terisi oleh orang lain. Membuat netra Jingga menyipit, mengidentifikasi.

Jingga tahu siapa seseorang yang tengah duduk di sana. Jendra, salah satu teman seangkatannya. Bedanya, Jingga adalah anak kelas biasa, sementara Jendra adalah anak kelas unggulan. Tempat di mana anak-anak penuh ambisi berebut peringkat atas. Entah itu untuk sekadar ambisi atau memenuhi ekspektasi orang tua. Dan yang jingga ketahui, orang bernama Jendra itu selalu berada di peringkat dua paralel MIPA. Sudah, jingga hanya sekadar tahu, bukan mengenal laki-laki bernama Jendra itu.

"Permisi." Jingga menyapa. Laki-laki yang menjabat sebagai ketua OSIS itu memutuskan tetap mendekat, duduk di tempat favoritnya. Toh, kursi di sana masih banyak. Begitu pikirnya.

"Hm?" Jendra mengangkat kepala dari posisi menunduk. Mengalihkan atensinya dari buku bacaannya kepada orang yang baru saja datang. Sepersekian detik kemudian seulas senyum telah terpasang indah di wajah tampan miliknya. Membuat Jingga yang melihat itu tertegun sesaat.

"Eh, gue boleh duduk di sini?" tanya Jingga, entah mengapa sedikit salah tingkah.

"Silakan." Hanya itu, lalu Jendra kembali fokus dengan buku yang sesaat telah diabaikannya.

Netra Jingga mengedip beberapa kali. Otaknya sedang memikirkan hal yang baru saja terjadi. Rasanya aneh. "Lah gue Napa jadi saling gini sih?" Tak ingin terlalu memikirkan hal yang penting, Jingga mulai mendudukkan diri pada salah satu kursi yang ada di sana. Ia mengambil kursi yang berada pada jarak yang lumayan jauh dengan Jendra. Bagaimanapun, mereka tidak sedekat itu untuk duduk berdekatan maupun berhadapan.

Jingga mulai membuka laptopnya, mengusir memori wajah tersenyum Jendra yang sempat singgah berkali-kali di benaknya. Tangannya kini telah bergerak mengetik. Fokus mengerjakan supaya laporan-laporan itu segera selesai.

Di saat Jingga mulai fokus dengan pekerjaannya. Jendra kini malah meletakkan buku yang sedari tadi ia baca. Ada hal menarik lain yang sekarang lebih enak untuk dilihat. Pelan dan tenang, Jendra berdiri dari duduknya, lantas berpindah tempat sehingga kini ia duduk di kursi baca yang berada tepat di seberang Jingga. Berhadap-hadapan.

Jingga dan segala hal yang dilakukan olehnya adalah tontonan menarik untuk Jendra.

Apakah Jendra mengenal Jingga? Tentu saja jawabannya adalah iya. Di sekolah ini, siapa sih yang tidak kenal dengan Jingga, sang ketua OSIS sekaligus anak kesayangan seluruh guru sekolah, padahal prestasinya biasa-biasa saja. Tak ada. Bahkan sampai petugas kebersihan pasti kenal dengan sosok bernama Jingga. Laki-laki yang memiliki nama selayaknya warna itu merupakan sosok yang baik hati dan ramah kepada siapapun. Bahkan kelewat ramah hingga kucing di jalanan pun bisa laki-laki itu sapa dan ajak berbincang. Aneh memang, tapi itulah bagian menarik dari sisi Jingga yang sangat Jendra suka. Melakukan hal-hal yang terkesan absurd.

Just LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang