Alex bukan seperti Charles yang pandai memasak. Lelaki itu hanya bisa memasak telur. Itupun terkadang masih terasa terlalu asin ataupun sebaliknya. Karena hal itulah yang membuatnya suka sekali menumpang makan diunit saudarinya. Untuk apa jika kembaran yang pandai memasak tidak dimanfaatkan bukan? Memang kembaran laknat.
Seperti saat ini, Alex tengah berbaring disofa panjang milik Lea sembari memandangi bagaimana saudarinya itu memasak untuk makan malam mereka. Senyuman tipis berpatri pada wajah tampannya. Sederhana, hanya memasak tetapi kecantikan saudarinya tidak tertutupi sama sekali. Ia akui saudarinya memang sangat cantik.
"Lo beneran niat 'kan masaknya? Jangan-jangan gue diracunin lagi. " celetuk Alex yang sedikit mengantuk.
"Kalo boleh sih udah gue kasih bangkai tikus. " balas Lea asal. Lagipula saudaranya itu bawel sekali? Terlalu banyak komen, membantunya saja tidak. Beruntungnya ia masih ikhlas menerimanya diunitnya.
"Tega banget. "
"Nih, selesai makan langsung ditutup lagi ya pintunya? " setelah meletakkan lauk serta nasi untuk saudaranya. Lea pergi melesat ke kamarnya. Alex mengerutkan dahinya, ia berniat untuk makan malam bersama juga, bukan hanya dimasakkan saja. "Loh nggak makan!? "
"Nggak, masih kenyang. " Lea menutup pintu kamarnya. Entahlah kejadian distudio tadi masih berkeliaran dibenaknya. Sudahlah kepalanya pusing, belum lagi dengan kejadian tadi.
Memang tidak biasanya. Ia sering mendapat tawaran dari beberapa lelaki untuk menjadikannya kekasih mereka. Tetapi kenapa kejadian tadi sedikit membuatnya sangat tidak enak?
Pasalnya seorang fotografer yang memotonya, mengajaknya berkencan. Lea hanya menganggapnya sebagai bahan obrolan saja. Ia sering diperlakukan seperti itu. Tetapi, kenapa ia merasa tidak wajar? Hal itu tentu terus membuatnya tidak bisa tenang.
Alex yang sedang makan pun merasa ganjil dengan kembarannya. Memangnya sedang datang bulan? Ia mengecek jadwalnya, tidak. Lalu? Apa yang gadis itu pikirkan. Tentu hal ini membuatnya tidak selera makan. Terlebih lagi, kembarannya itu meninggalkannya untuk makan sendirian.
Tetapi sepertinya kembarannya itu sedang tidak ingin diganggu. Alex yang paham dengan itu seketika hanya berpamitan dan menutup pintu unit saudarinya itu. Lea sebenarnya sedang tidak enak badan, sedari tadi kepalanya terasa sangat pening.
Lea mendengar pintunya ditutup. Menghela nafas panjang. Haruskah ia mencoba? Berkencan dengan seorang lelaki? Pasalnya ia tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki manapun. Meskipun ia sudah sering berhubungan intim dengan saudara tirinya itu.
"Haruskah aku menerimanya? " gumam Lea kepada dirinya sendiri. Tetapi setelah ia pikir-pikir. Lebih baik tidak. Ia harus fokus dengan karirnya. Lea dengan segan menolak ajakan tersebut. Kenapa ia begitu memikirkan hal tidak penting seperti ini?
Lea meringis tatkala kepalanya terasa sangat pening. Sial, kenapa kepalanya sangat pusing? Disaat seperti ini pula, kenapa ia seperti ingin berlari ke dekapan kembarannya?
Lea terperanjat begitu mendengar suara gaduh dari luar. Bukankah Alex sudah kembali? Lea sedikit berjaga-jaga. Barangkali Alex tidak menutup dengan rapat dan ada maling yang masuk?
--⚠--
Lea membuka pintu kamarnya pelan-pelan. Kepalanya terlebih dahulu muncul, ternyata itu kembarannya. Belum kembali ternyata? Alex yang sedang minum susu hanya menyengir. Ia tak bermaksud menganggu saudarinya. Lea menatapnya tajam, Alex tahu kalau saudarinya sedang tidak mood.
"Well, sorry to interrupt-" Alex sedikit terkejut ketika Lea menghampirinya dan menarik kerah pakaiannya. Mendekatkan wajah mereka hingga kening keduanya bertemu. Kenapa ini? Saudarinya sedang tidak mabuk bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bleuclair Jumelles | Jeno - Karina
Novela Juvenil"We aren't just twin. " Toronto, 2024