[Part 11 - SELF]

6 0 0
                                    

"Mari kita dengarkan"

Akane pun menjelaskan idenya kepada Shiori dan terlihat bahwa dokter muda itu tidak menolak

***

Shiori mulai memperhatikan keadaan Rin. Perlakuan kepadanya sangat buruk. Sudah seminggu dan tercatat Rin masih terus diikat rantai. Berbagai pertanyaan yang diberikan sebagai pemeriksaan rutin juga menunjukkan tidak ada perkembangan. Lagipula pada dasarnya mereka salah mendiagnosis Rin dan seolah tidak ada keinginan untuk membuat Rin kembali seperti semula.

Shiori makin kesal saat tau dokter yang merawat adalah orang yang paling tidak disukainya dari jajaran dokter RSJ tersebut. Dokter yang tidak peduli pada keadaan asli pasiennya, hanya yang penting "kelihatan sembuh" dan lebih mementingkan uang serta jabatannya.

Setelah mengumpulkan data dan memperhatikan keadaan Rin sehari ini, Shiori berencana untuk beraksi besok. Ibu Rin selalu menjaga Rin dari luar, sekalipun tidak pernah masuk menyapa anaknya. Selama ini Rin hanya sendiri di kamar, perawat masuk saat dipanggil dan dokter hanya saat pemeriksaan. Ibu Rin juga terlihat keras saat ada orang yang hendak masuk kamarnya. Jadi karena inilah Akane meminta tolong kepadanya yang memiliki hak sebagai dokter. Shiori meremas kepalanya, kalau seketat ini mau sembuh darimananya.

Keesokan harinya

Hari ini Shiori longgar. Ia hendak mengunjungi ruangan Rin sambil membawa suatu box. Perawat tidak ada dan ibu Rin sedang keluar karena jadwal makan siangnya. Shiori buru-buru masuk ruangan, mengunci pintu, dan menutup semua gorden membuat Rin bingung. Shiori menyalakan lampu untuk penerangan kemudian menaruh box ke lantai. Ia menghampiri Rin, melepas semua rantainya dan memeluknya, lalu berbisik "Rin, kamu masih ada disana kan?"

Rin tersentak, membelalakkan matanya. Siapa dia? Kenapa dia tau?

Shiori melepas pelukannya kemudian meraih tangan Rin dan memberikan sebuah kuas. Rin semakin terkejut, ini terasa seperti ada malaikat yang datang untuk meraihnya.

"Rin, ingin menggambar lagi?"

Seolah ada aliran listrik yang mengalir cepat di tubuh Rin. Ia ternganga, matanya berlinang, tangannya menggenggam erat kuas lantas pelan bersuara, "Aku ingin...aku ingin...tapi..."

"Ibumu? Sudahlah! Siapa peduli? Ungkapkan semuanya sekarang Rin, dengan begitu mereka dapat memahamimu!" teriak Shiori untuk mendorong Rin. Ia tak punya banyak waktu sebelum para staff menyadari apa yang terjadi. Ia membuat pernyataan palsu bahwa ada pemeriksaan dari atasan kepada Rin sehingga dokter dan perawat yang menangani Rin tidak ambil pusing saat kamar Rin tertutup.

"Tapi aku takut jika semakin dikurung seperti ini!" balas Rin tak kalah keras

"Itu tergantung dirimu sendiri! Apa kau bisa menyampaikan apa yang kamu alami di kanvas ini? Kesempatanmu hanya sekarang Rin!" paksa Shiori lagi

Rin semakin ragu, namun ia tiba-tiba mengingat teman di jurusan seni yang terus mendukungnya, apalagi Akane. Ia pun memantapkan niat, "Baiklah aku akan melukis!"

Shiori tersenyum lega kemudian dengan cepat menyiapkan semua peralatan yang kemarin lusa diberikan Akane kepadanya. Ia juga memberikan earphone pada Rin agar tidak terganggu suara dari luar.

Rin memejamkan matanya sejenak. Hampir setahun ia tidak melukis dan selama itu pula ia tak pernah mengalirkan perasaannya. Apa hal yang paling ia rasakan? Apa hal yang paling ingin ia sampaikan? Hal yang paling? Bodo amat kan, ia akan menyampaikan semuanya, tak tertinggal sedikitpun. Rin membuka matanya, dengan yakin ia segera mengambil cat hitam dan putih. Ia hanya menggunakan dua warna tersebut, ingin menciptakan lukisan yang dominan dengan warna hitam, abu-abu, putih.

Shiori sangat cemas di belakangnya, melihat Rin yang melukis dengan menggebu-gebu membuat suasana ruangan makin panas. Terlebih lagi sudah mulai terdengar kepanikan di luar. Shiori menggigit jarinya saat rencananya sudah ketahuan, dalam hati terus berteriak, ayo Rin.. Ayo Rin..

Sudah satu jam berlalu. Shiori masih khawatir karena ia tak memahami seni dan belum melihat apa yang sebenarnya dibuat Rin. Namun sebenarnya itu sudah hampir jadi. Rin menyelesaikan lukisannya dengan cat hitam di sisi luar sehingga lukisannya terlihat lebih dalam. Dan lima menit kemudian, selesai.

Shiori seketika ternganga, air matanya mengalir begitu saja. Begitu pula Rin. Kuasnya langsung terjatuh, juga tubuhnya yang jatuh lemas. Lukisan tersebut telah mengatakan segalanya.

Kehampaan mutlak.
Kegelapan tanpa akhir.
Kesendirian abadi.

Lukisan yang begitu gelap, seolah kau tenggelam di palung terdalam, seolah kau tersesat di hutan gelap, seolah kau berjalan di terowongan tanpa jalan keluar. Rin melihat dirinya sendiri disana. Ia berteriak sekencang-kencangnya, air mata langsung membanjiri wajahnya, menangis sekeras-kerasnya.

Shiori menahan tangisnya, ia segera membuka semua gorden dan orang di luar langsung dapat melihat lukisan Rin. Mereka yang awalnya saling berteriak untuk memaksa pintu dibuka, seketika hening.

Ibu Rin yang tepat di depan jendela, meneteskan air matanya. Tersampaikan. Apa yang dialami Rin akhirnya tersampaikan. Ibu Rin langsung sadar apa yang telah ia lakukan selama ini. Ia memaksa Rin untuk membuang kehidupan yang diinginkannya dan bukannya Rin semakin sempurna, Rin justru semakin kosong. Semakin tidak tau apa yang harus dilakukannya. Hidupnya yang gemilang hanya sesuai perintah orang lain. Itu hanya topeng. Dan ketika Rin terjatuh, tak ada yang mau mengulurkan tangan kepadanya. Bahkan ibunya sendiri. Dan justru memperlakukan Rin hingga seperti ini. Ketika Shiori membuka pintu, ibu Rin segera berlari masuk dan memeluk Rin dengan erat. Tangisan mereka yang keras menyatu. Rin menggapai ibunya. Akhirnya ibunya datang

Para staf di luar ikut merasakan kesedihan Rin, seketika mereka tau apa yang terjadi selama ini. Ia korban media. Ia korban tuntutan ibunya. Dan mereka sendiri juga makin memperparah keadaan.

Akane yang baru datang berlari karena melihat keramaian itu, memastikan apa rencananya dan Shiori berhasil. Matanya langsung terpaku pada lukisan Rin. Air matanya juga langsung mengalir.

Rin, selamat. Akhirnya kau kembali. Shiori langsung menghampirinya, ikut menangis

"Kau berhasil, Akane" lirihnya

Akane memeluk Shiori, "Nee-san, arigatou", ia memberanikan diri untuk ikut masuk ruangan. Rin masih menangis bersama ibunya

"Rin, ibu minta maaf, ibu minta maaf. Maafkan ibu, Rin. Maafkan ibu..." rintih ibunya berulang-ulang karena sangat merasa bersalah, selama ini ia salah memandang Rin

Ibu Rin melepas pelukannya dan mengusap wajah Rin yang sangat basah, "Rin katakan pada ibu, apa yang kamu inginkan sekarang?"

Rin masih menangis kemudian mengatakan dengan pilu

"Ibu, aku ingin bahagia"

The End

Thank you so much for your support!
Terima kasih banyak telah mendukung cerita SELF, and see you!

SELFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang