[Part 2 - Decision]

29 4 0
                                    

Namanya berada di kolom kelima dengan urutan 843.

Eh? Ini bercanda kan?

Nilainya beneran sejelek ini?

Ah enggak, pasti memang sebagian besar peserta jauh lebih pintar darinya. Wah, pasti nanti dimarahin. Terlalu banyak pikiran di kepalanya hingga tak sengaja tersenggol seseorang.

"Ah maaf, aku tidak sengaja" ucap laki-laki yang sedikit menabrak Rin.

Rin menoleh, seorang panitia yang sudah melangkah pergi. Matanya menyipit, posturnya nampak tak asing apalagi suaranya. Tapi Rin bodo amat, mungkin hanya khayalannya. Ia pun segera melangkah pergi dan melupakan hasil tersebut. Tiga bulan nanti akan sangat berat baginya, saingannya bukan main-main.

Seorang laki-laki yang bersandar di gerbang melambaikan tangannya kepada Rin. Segera ia menghampirinya.

"Akane senpai!" sapa Rin

"Gimana hasilnya?" tanya Akane

Rin tersenyum lebar, sangat lebar hingga matanya terpejam, "Sangat buruk"

"Turut berduka cita", ujar Akane ikut tersenyum lebar, "Yah dimarahin ibu pikir nanti aja. Mau mengembalikan mood dulu?" tawar Akane sambil mengulurkan tangannya

"Kemana?" tanya Rin terlebih dahulu

"Yokohama. Ada kapal feri yang sedang berlabuh dan membuka restoran untuk umum selama tiga hari. Nggak mau?" jawab Akane sambil menawarkan Rin sekali lagi

Rin tersenyum girang sambil menerima tangan Akane, "Nggak mau!"

Akane nggak heran, paham sekali sama Rin. Mereka pun mulai beranjak dari akademi, menyusuri jalan dan menaiki kereta menuju yokohama.

Yokohama merupakan salah satu distrik di Tokyo yang terkenal dengan lautnya. Suasana kota terlihat tenang, tidak seramai jantung kota Tokyo yaitu Shinjuku dan Shibuya. Tempat tersebut menjadi sasaran untuk menenangkan diri jadi sangat cocok untuk Rin yang tengah meratapi nilainya sekarang.

"Hasilnya seburuk itu kah?" tanya Akane setelah memesan makanan. Mereka telah tiba di kapal feri, mendatangi restoran yang terbuka di geladak kapal. Suasana laut sangat sejuk. Angin berhembus tenang, ombak menabrakkan diri ke tembok pelabuhan secara bergiliran menciptakan frekuensi suara yang dapat mengurangi beban pikiran.

Rin mengangguk, "Selama aku tes atau apapun aku tidak pernah mendapatkan urutan menengah ke bawah"

"Kamu tadi belum serius kan?" Tanya Akane lagi, pertanyaan tersebut karena ia yakin kemampuan Rin tidak hanya segitu

"Sama sekali tidak serius. Semenjak bulan lalu aku berniat belajar seadanya saja, tapi tiba-tiba ibu menyuruhku ikut try out. Sepertinya setelah ini hidupku dalam bahaya" jawab Rin dengan ekspresi melas. Akane bahkan ikut bergidik membayangkan betapa galaknya ibu Rin.

"Rin. Kamu benar-benar tidak apa-apa?" tanya Akane membuat Rin menunduk bingung, "Apa kamu nggak masalah terus mengikuti ibumu seperti ini? Aku tau pasti akan sangat berat untuk melawan, kamu pasti tak mampu. Tapi Rin, ibumu tidak berhenti begitu saja setelah kamu lolos. Kamu akan semakin jauh dari apa yang kamu inginkan. Apa kamu tak apa seperti itu?" raut wajah Akane serius, ia sangat ingin menyampaikan itu semua. Ia tak ingin Rin terlanjur jauh, ia tau dalam diri Rin masih ada bagian yang lemah, ada suatu saat Rin tidak dapat menghadapi tuntutan kepadanya.

Rin memejamkan matanya, "Aku takut! Aku selalu kalah saat berbicara dengan ibu, aku selalu dianggap mencemaskan hal yang tidak pasti. Kak Akane, aku tak tau aku harus bagaimana"

Akane menghela nafas. Ia juga salah memaksakan Rin untuk melawan seperti itu. Ia hanya bisa mengembalikan kepada Rin sendiri, menyemangati dan terus mendorong Rin dari belakang. Ia juga tak bisa ikut campur ke dalam masalah orang tua dan putrinya itu.

SELFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang