“Apa yang menjadikan kamu bertahan sama Aksa, dulu?”Suci menghentikan aktifitasnya. Ia menatapku dengan penuh tanya. Salah satu hal yang aku tahu dari sahabatku itu, dia sangat menanti jawaban yang sesuai dengan ekspetasinya.
“Cinta,” Suci sengaja menjeda ucapannya “Nyaman.” Lanjutnya, ia menerka jawaban yang akan aku berikan.
“Itu kamu Ta—”
“Alasan klise,” potong Suci cepat, membuat senyumku mengembang karena geli. Dia selalu saja berucap frontal.
“Kamu yakin itu cinta?” lanjutnya lagi-lagi membuatku tersenyum dengan ucapannya, sisi lain dari suci adalah dia yang selalu bersikap defensif seperti ini.
“Cinta nggak sepasrah itu kali Jah. Kamu terus-terusan bertahan ketika disakitin sama Aksa. Kalian pun beda pula, terus selama ini kamu ngejar apa dari dia,” tandas Suci, membuatku diam.
“Kamu nggak ngerti pasti dengan apa yang aku rasain, Ci” Suci menggeram. Sepertinya aku memancing amarahnya.
Sedetik kemudian, seorang perempuan berjilbab hitam datang menghampiri kami berdua. Dia Ratih, datang dengan setumpuk berkas organisasinya, turut duduk ditengah-tengah kami yang sedang membisu.
“Udah berani kamu bercerita soal Aksara Jah?” Ratih bertanya ditengah-tengah keterdiaman kami. Perempuan itu sepertinya mendengar apa yang kami bicarakan.
“Suci yang nanya duluan.” Suci memutar bola mata. Namun, aku tahu bahwa dia begitu bukan tak suka dengan jawabanku.
“Aku nanya kamu, supaya kamu punya satu aja alasan kenapa kamu harus lupain Aksara, Dijah” jelas Suci. Lagi-lagi aku hanya tersenyum menanggapi.
“Ci, nggak perlu bahas Aksara untuk nyari alasan supaya Khadijah bisa lupain dia,” Ratih beralih menatapku, kemudian berucap “Kamu cuman perlu ingat satu hal Khadijah, cinta dalam islam bukan cinta dua pihak tapi cinta tiga pihak. Kamu ingat dengan ucapan Habib Fajar yang aku tunjukan waktu itu?” atas pertanyaan Ratih, aku hanya menatapnya sayu, tahu betul kemana arah pembicaraannya.
“Kalo kamu lupa, biar ku ingatkan. Beliau bilang, tidak ada cinta segitiga kecuali cinta dalam islam. Ibarat segitiga, kamu disisi kanan dan Aksara disisi kiri, sedangkan Alloh ada disisi atas. Semakin kalian berdua mendekatkan diri dengan Alloh semakin kalian didekatkan juga.Ini Gimana kalian bisa didekatkan sedangkan Aksara percaya terhadap Tuhan yang berbeda,”
Ratih mengelus pelan pundakku kemudian kembali berucap,”Sudah yah, Alloh menjauhkanmu dari Aksara bisa jadi untuk mendatangkan laki-laki yang lebih baik dari dia. Laki-laki yang seiman dengan kamu, laki-laki yang disetujui oleh keluargamu. Alloh akan mendatangkan laki-laki yang membuat kamu Bahagia.Kamu percaya kan, kalo Alloh itu tidak akan pernah membuat hambanya kecewa,”
Usai mendengarkan kalimatnya, aku mengagguk pelan. Tidak tahu jawaban apa yang akan ku ucapkan.
Dalam benakku memori bersama Aksara kembali terputar, mengingat bagaimana hari-hariku dengan Aksara, mengingat bagaimana perjalanan panjang dari kisah kami yang harus berhenti. Namun, semakin memori itu terputar, hatiku semakin berkata lantang jika kami berbeda, Al-qur’an yang ku baca berbeda dengan injil yang ia baca, tasbih yang selalu ku pakai berbeda dengan kalung salib yang selalu ia pakai, masjid tempatku beribadah berbeda dengan greja tempatnya beribadah dan juga kepercayaan yang aku punya, berbeda dengan kepercayaan yang ia punya. Kami, amat sangat berbeda dalam banyak hal bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alloh Never Let You Down
Teen FictionBernegosiasi cinta bersama sang pemilik cinta, percayalah kamu takkan berkenalan dengan yang namanya Kecewa. kisah cinta Khadijah bersama pemuda non muslim di kampusnya. serta lika-liku perjalanan kehidupannya.