3. Senjakala bertemu Ranah

13 2 0
                                        

Mimpi. Tadi aku mimpi apa? Kenapa aku selalu lupa dengan mimpiku setelah bangun tidur? Di mimpi aku selalu mempunyai kehidupan yang bahagia, entah apa isi mimpi itu aku lupa. Ku menggeliatkan tubuhku di atas kasur, dengan sebuah perasaan yang tak asing. Kau tau? Aku selalu merasa ketika aku bermimpi aku selalu tersenyum, sampai lupa bahwa aku manusia yang harus menjalani kenyataan ketika terbangun. Pagi ini perasaan tak asing itu berkata, "Kenapa aku terbangun? Ini dunia kenyataan yang harus ku jalani?" 

Perasaan itu di iringi dengan rasa lelah setelahnya. Entah apa yang akan terjadi di tempat baru ini kedepannya, tetapi aku pastikan diriku sanggup melewatinya. Terima kasih mimpi, setidaknya aku merasa bahagia sebelum menjalani kenyataan. 

Baru saja aku membuka mata dengan terang, aku terbenak sesuatu, hari ini aku harus mengunjungi rumah perempuan misterius itu, serta mengunjungi tetangga-tetangga lainnya untuk membagikan bingkisan. Sangat penasaran aku dengan perempuan itu. Setelah berpikir aku mendirikan diriku dikasur, berjalan merangkak mendekati jendela bertirai hijau yang sudah sangat kuno terlihatnya. Itu berada di ujung kasur aku pun membukanya. 

Dia ada dikamarnya, lantai 2. Sedang menyisir rambut di depan meja kaca yang berada tak jauh disamping kasur. Ia memakai kemeja kotak-kotak berwarna ungu, this my favorite color, ya itu warna salah satu dari 3 warna kesukaanku, jingga, biru dan ungu. Warna sprei yang baru ku ganti semalam ini berwarna ungu. Tampilan perempuan itu sangat modern sangat berbanding terbalik dengan pakaian yang ku lihat kemarin malam. Bisa dibilang kemarin dia seperti sedang sangat stres, seperti hampir kehilangan akal. 

Perempuan misterius itu beranjak memakai sepatu berwarna biru dan langsung berjalan keluar kamarnya. Aku tidak bisa melihat lagi keberadaan dirinya, karena di lantai 1 rumah itu ditutupi penuh oleh banyak koran, terlihat sangat mengerikan.

Perempuan itu akan segera pergi aku harus cepat menemuinya.

Segera aku membangkitkan tubuh ku dari tempat tidur dan mengambil kaos serta celana panjang, memakainya dengan cepat takut perempuan itu sudah pergi dari rumahnya.

Setelah berpakaian aku langsung mengambil bingkisan yang ku simpan di laci, dengan cepat aku buru-buru turun ke bawah mengambil plastik hitam besar yang sudah terisi beberapa bingkisan untuk dibagikan ke tetangga. Aku langsung berlari kedepan rumah, perempuan itu baru saja menutup pintu keluar dari rumahnya.

Cahaya pagi yang berbinar menyilaukan pandanganku, suara orang-orang mulai terdengar dari taman dan sekitarku banyak sekali keluarga-keluarga yang sedang berkumpul, suasananya sangat menyegarkan rasanya seperti berada ditengah-tengah drama. Sama seperti saat di daerah ku dulu.

"Ayo cepat." batinku. Aku tidak ingin tertinggal berkesempatan untuk mengobrol dengan perempuan itu, pasti dia sedang butuh pertolongan. Jejak kaki ku terus melangkah, keberadaan perempuan itu mulai dekat, dia membalikkan badan dan mulai berjalan sampai aku menepuk bahunya. "Permisi." salam ku. Perempuan itu membalikkan badan dengan kaget, sial seharusnya aku tidak menyentuh bahunya, "Oh maaf kalo ngagetin, saya Viara, anak dari tetangga baru disebelah rumah Kakak. Kita bagi-bagiin bingkisan makanan buat yang lain, ini buat Kakak," lanjut ku.

Perempuan itu langsung mengeluarkan ekspresi ketakutan, seperti akan dimangsa oleh sesuatu. Dengan tangan yang gugup memegang tasnya berwarna biru ia menjawab, "Ma... Makasih. Tolong letakkan bingkisan itu di depan meja rumah saya. Nama saya Ranah, saya lagi ada perlu, buru-buru. Terima kasih bingkisannya," jawab perempuan itu yang langsung berbalik dan berjalan meninggalkan ku. Tapi ada yang aneh, dibalik pembicaraan kami berdua, sedang ada beberapa warga lainnya yang sedang berkumpul disekitarnya, pandangan mereka semua ke kami. Tepatnya ke Ranah, ada apa dengan perempuan ini? Mungkin tetangga lain tau.

Setelah membalas semua pandangan orang-orang disekitar, mereka langsung fokus ke aktivitasnya masing-masing, berpura-pura tidak melihat. Aku langsung menaruh bingkisan itu dimeja perempuan yang bernama Ranah itu. Dan pulang ke rumah dengan keheranan. Setibanya dirumah, aku mengistirahatkan otakku untuk berpikir yang jauh lebih baik, berpikir tentang sekolahku. Bagaimana nanti? Apa aku bisa diterima oleh mereka?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EPILOGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang