Hari ini matahari bersinar terang. Cukup menghangatkan musim gugur yang mulai tiba. Langit juga nampak cerah, meskipun udara terasa sedikit dingin karena angin berhembus cukup kencang. Cuaca yang bagus untuk mengunjungi sang kakak, Yingyang.
Ia menikmati pemandangan jalanan kota Seoul dengan pepohonan yang mulai menguning dedaunannya, sembari menggenggam beberapa buah tangkai bunga tulip yang telah ia beli sebelumnya.
Yingyang suka tulip. Sangat suka. Hal itulah yang membuatnya memilih untuk melanjutkan pendidikannya ke negara asal bunga tulip, Belanda, alih-alih memilih melanjutkan pendidikan ke Jepang sesuai dengan kemauan sang ayahanda.
Roda kendaraan yang ditumpanginya ini kemudian berhenti pada rumah sakit besar tempat sang kakak dirawat.
Kakinya perlahan berjalan kedalam gedung besar itu dan segera menuju ke kamar inap sang kakak. Karena pihak keluarga tidak ingin ada orang lain yang mengetahui bahwa Yingyang sedang sakit dan dirawat disini, jadi pihak keluarga Liu memutuskan untuk menaruh Yingyang di kamar khusus dengan akses terbatas dan penjagaan yang ketat.
Yangyang menyapa para perawat dan penjaga dengan ramah sebelum ia masuk ke kamar sang kakak. Perlahan ia kemudian masuk kedalam. Disini sangat senyap, hanya terdengar suara yang berasal dari alat-alat yang menunjang kehidupan sang kakak.
Yangyang dengan gesit segera mengganti bunga mawar yang nampak sudah layu di meja pojok sana dengan bunga tulip segar yang dibawanya. Tak lupa juga ia mengganti air dalam vas bunga itu dengan air baru.
Setelah selesai dengan bunga tulip, Yangyang kemudian menggeser kursi untuk lebih dekat dengan ranjang sang kakak.
Perlahan ia menyentuh tangan sang kakak yang tidak terbalut infus dengan lembut. Tangannya nampak melepas cincin yang melingkari jari manisnya. Cincin itu bukan cincin sembarangan, melainkan cincin pernikahan yang Kun pasangkan saat menikah kemarin.
Dengan lembut ia memasangkan cincin yang sebenarnya bukan miliknya itu kepada pemilik yang seharusnya.
"Cantik sekali kak cincinnya. Memang dari awal cincin ini dibuat dan di desain untuk kakak. Tapi kenapa harus aku kak yang pakai cincin kakak?"
"Ayo bangun kak, aku nggak mau kebohongan ini terus berlanjut dan makin larut. Gula dalam air saja jika dibiarkan terlalu lama, dia akan larut menjadi satu dengan air. Aku nggak mau ikut campur terlalu dalam pada pernikahan yang seharusnya kakak yang melaksanakan."
"Aku takut kak... Aku takut jika suatu saat ikatan saudara kita terganggu karena hubungan terlarang ini kak. Aku takut jika suatu saat akulah yang menjadi musuh terbesar kakak. Aku takut kak, aku takut akan larut menikmati semua rasa cinta yang seharusnya untuk kakak." ucapnya dengan sendu. Tak terasa air mata telah membasahi pipinya.
"Kakak sembuh ya. Aku kangen kakak." Yangyang kemudian mencium lembut tangan sang kakak. Ia kemudian mengakhiri kunjungannya.
Drtt drtt
"Halo bun?"
"..."
"Yangyang baru dari rumah sakit. Jenguk kak Yingyang."
"..."
"Iya bun. Aku kesana." Yangyang kemudian mengakhiri sesi telfon bersama sang bunda. Ia kemudian memberi isyarat kepada pengemudi taxi untuk mengantarkannya ke sebuah tempat.
"Terima kasih banyak pak. Kembaliannya bapak ambil saja, ya." Ia kemudian keluar dari taxi tersebut. Berjalan dengan santai menuju salah satu cafe di Seoul. Matanya mencari-cari sosok sang bunda yang katanya sudah lebih dulu sampai.
Setelah menemukan sosok sang bunda yang berada tak jauh darinya, ia segera berjalan mendekati dan menyapa sang bunda.
"Duduk nak, ada yang ingin bunda tanyakan denganmu." Yangyang kemudian menarik kursi untuk ia duduki.
"Bagaimana dengan pernikahanmu, nak? Bunda ingin tau." Yangyang nampak memainkan jari-jarinya. Gugup. Ia sangat gugup menghadapi sang bunda. Ntah menguap kemana keberaniannya selama ini.
Doyoung kemudian menyentuh tangan sang putra. Menenangkan putra kecilnya yang kini sudah sangat besar.
"Adek takut, bun. Adek takut kalau nanti kak Yingyang bangun dan tau semua ini. Adek nggak mau dicap sebagai perebut tunangan kak Yingyang." ucapnya lirih. Doyoung yang mendengar hal tersebut merasa sangat bersalah karena telah melibatkan sang bungsu untuk ikut andil dalam rencana ini.
"Seperti layaknya suami istri lainnya, bun. Kun hyung meminta hak nya sebagai seorang suami. Adek tidak berani melakukannya, bun. Adek merasa sangat berdosa. Apa yang harus adek lakukan, bun?" ia terisak pelan.
"Maafkan bunda. Bunda tidak punya solusi akan hal tersebut, nak. Apalagi sekarang keadaan Yingyang stuck disitu saja. Tidak menunjukkan perkembangan apapun."
"Untuk saat ini, lakukan saja sesuai alur kehidupan pernikahan seperti biasanya, nak. Urusan Yingyang biar bunda yang urus nantinya. Kita akan jalani semua ini bersama-sama demi perusahaan ayahmu ya, nak. Bunda mohon, tolong kuat." Cukup lama Yangyang termenung. Ia kemudian mengangguk pelan sebagai jawabannya.
Serba salah juga ya jadi Yangyang🥲Anw, halooo! Setelah lama bunny nggak buka aplikasi oren ini, akhirnya bunny kembali pake ni aplikasi. Di era gempuran pada baca AU, bunny tetap setia buat nulis di aplikasi oren🤣 soalnya bikin AU jujur susah banget buat orang yang suka bikin book yg penuh narasi kyk gini😭🙏🏻
Semoga nggak mengecewakan yaa, soalnya jujur bunny udah mulai lupa alurnya ini gimana🤣🤣 Yaudah deh, ntar dipikir sambil jalan aja wkwk
Jangan lupa buat ninggalin jejak kalian yaa🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong || KunYang
FanfictionDua hari sebelum hari bahagia Qian Kun dan Liu Yingyang, Yingyang mengalami kecelakaan yang menyebabkannya koma dan berada diambang kematian. Dan kembarannya, Liu Yangyang mau tak mau harus menggantikan sang kakak untuk menikah dengan Qian Kun. •Kun...