^3^

78 13 3
                                    

Senin sore ketika jam menunjukan pukul 17.00, Anin dan Monik sudah bersiap pulang. Setelah berpamitan dengan atasan dan teman-teman, kedua karib ini turun menggunakan lift.

"Nin udah dateng ojek lo?" Monik yang sudah mendapatkan pesan dari ojek pesanannya bertanya.

"Udah harusnya, tadi bilang udah deket."

"Gue duluan gapapa?" Monik tampak ragu.

"Gapapa dong saaay..udah gih sana..bye..." Anin mendorong Monik dan melambaikan tangan.

Benar, ojek pesanannya juga sudah datang. Setelah memakai helm, Anin naik ke atas motor dan mereka meluncur ke Senayan City. Tempat dimana Anin dan Tirta janji untuk bertemu.

Sekitar 15 menit Anin sudah sampai. Mengembalikan helm dan mengucapkan terima kasih kepada pengendara ojek, lalu Anin masuk.

Dicek ponselnya, ternyata benar ada pesan dari Tirta yang mengabarkan dia menunggu di salah satu restoran ramen. Tirta tidak lupa rupanya, restoran ramen disini merupakan salah satu favoritenya.

Setelah turun menggunakan tangga jalan, Anin melambatkan dulu langkahnya menata deru napasnya yang tiba-tiba memburu.

Dia harus lebih tenang. Dan Anin sudah membayangkan apa yang akan terjadi nanti.

Ketika memasuki restoran, Anin sudah melihat lelaki berkemeja tangan Panjang krem dengan kaca mata yang masih menempel. Serta masih sibuk dengan tabletnya.

Anin sudah paham, kalau ada waktu kosong Tirta menyempatkan mengecek kerjaan kantor.

"Ekhem!" Anin berdehem.

Tirta menoleh, tersenyum. Senyum yang biasanya Anin suka. Senyum yang setahun ini mengisi hari-harinya. Senyum yang membuat wajah tampan Tirta lebih mempesona.

Mungkin ini kali terakhir Anin bisa melihat senyum Tirta.

Tirta melepaskan kacamatanya mempersilahkan Anin duduk.

"Pesen dulu aja Nin, kita makan dulu. Kamu belum makan kan?"

Anin tidak menolak. Walaupun hatinya gusar tapi godaan bau kuah ramen sangat menggoda. Dengan cepat Anin memanggil pelayan dan memesan menu favoritenya.

"Tadinya mas mau pesenin sekalian, tapi takut nanti keburu dingin." Masih bisa dia bersikap manis seperti ini?

"Kamu kesini naik apa?" Tirta basa-basi.

"Ojek." Jawab Anin datar. Tirta mengangguk kaku, paham situasinya.

Untung pesanan ramen Anin tidak lama datang. Sedangkan Tirta sudah habis duluan. Dia saat ini sedang menikmati dessert.

"Makan mas."

Tirta tersenyum, "silahkan Anin."

Tirta memanggil nama, biasanya sebutan untuk Anin adalah 'sayang'.

Tirta memperhatikan Anin makan. Masih sama seperti biasa, Anin yang selalu lahap bila dihadapkan dengan mie khas Jepang ini. Menyeruput kuah panasnya membuat pinggir bibir Anin belepotan. Biasanya Tirta langsung sigap membersihkan, tapi tidak kali ini.

Tirta tersenyum miris. Jujur dirinya sangat nyaman dengan Anin.

Anin sosok yang perhatian, pengertian, tanggap dan juga teman diskusi yang asik. Semua hal sepertinya dia paham. Bicara dengan Anin selalu asik, tidak kenal waktu.

Tapi akhirnya Tirta harus melepas gadis cantik di depannya ini. Dia juga berat sebetulnya, hanya saja dia pikir rujuk dengan Rena adalah keputusan terbaik.

Anin pantas mendapatkan lelaki yang lebih baik darinya.

Tirta tersadar dari lamunannya lalu membuang pandangannya ke samping.

Siapa Pemeran Utamanya?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang