6. Hug You

7 1 0
                                    

Jeremy

Sore menjelang malam gue baru keluar dari kantor. Setelah seharian berkutat dengan tumpukan berkas. Satu tujuan gue malam ini adalah menemui Cherry. Gue perlu berpamitan padanya karena lusa gue dan Ema akan pergi ke Bromo. Tentu saja gue gak akan nyebut nama Ema di depannya sama sekali. Selain karena emang gak penting, menurut gue hubungan antara gue dan Ema gak ada hubungannya dengan Cherry begitupun sebaliknya.

Terdengar tidak nyaman kalau gue jabarin. Tapi dunia gue dengan Cherry emang beda. Di dunia gue semua serba teratur, serba diawasi. Sementara Cherry bebas. Dia bisa jadi apapun yang dia inginkan yang gak pernah bisa gue lakukan. Itu kenapa gue selalu ngerasa gue yang sama Cherry dengan gue yang bersama Ema adalah dua sosok yang berbeda. Dua orang dengan dua harapan dan tujuan yang bertolak belakang.

Gue gak perlu membawa mobil gue keluar dari area parkir kantor. Cukup jalan sekitar lima sampai sepuluh menit, udah sampai di depan kafe. Hari ini gue sengaja gak masuk ke dalam karena emang gue janjian sama Cherry di luar. Dan hanya dari depan pintu kafe aja gue udah bisa lihat Cherry dengan senyum manisnya kea rah gue. Dia melambaikan tangan. Memberi isyarat supaya gue nunggu dia sebentar. Tak lama, dia keluar dari kafe membawa sebuah tas kecil.

"Hai," sapanya.

Gue gak balas sapaan itu dan malah memeluknya. "Kangen," kata gue.

Dia membalas pelukan gue lalu mengusap punggung gue lembut. Hal yang selalu gue suka dan gue butuhkan setiap kali ada hal berat yang terjadi. Gue ingin memilikinya. Memiliki pelukan ini lebih lama atau bahkan selamanya. Sayangnya, agak sulit untuk melakukannya.

"Tumben," balasnya seraya melepas pelukan. "Katanya ngajak ketemu buat ngajak aku jalan. Sekarang kamu bilang kangen. Biasanya kalau kamu bilang kangen gini, ujung-ujungnya pasti ngajak ke rumah kamu terus ngabisin waktu di sana buat curhat."

Gue tertawa kecil kemudian menepuk puncak kepalanya.

"Gak, kok. Hari ini beneran mau ajakin jalan. Cuma gak tau mau kemana."

"Yaudah kalo jalan ya jalan aja. Mumpung kafe bisa aku tinggal."

"Jadi berangkat sekarang, nih?" tanya gue.

Dia jawab dengan anggukan dan setelahnya kami pun berjalan kaki menyusuri jalan depan kafe hingga halte bus terdekat.

"Tunggu sini biar supir kantor antar mobilku."

Dia pun mengangguk kemudian duduk di salah satu bangku halte tak terpakai yang ada di dekat sana. Gue ikut duduk di sebelahnya. Sama-sama diam sambil mengamati lalu lalang kendaraan yang melintas.

"Gimana kafe? Makin rame kayaknya."

Dia tersenyum kecil kemudian menoleh ke gue. "Karena udah ada pelanggan tetap jadi mau rame mau sepi ya kita semua bersyukur aja sih."

"Gak pengen buka cabang atau nambah usaha baru?"

"Belum kepikiran. Aku ini anggaplah cuma orang yang coba-coba berbisnis. Ngelakuinnya pengen sambil dinikmati. Gak mau terlalu jadi beban. Dan lagi semua yang kerja di kafe adalah orang-orang yang memang maunya menikmati pekerjaan, bukan cuma kejar setoran."

Agak iri saat dengar dia bilang kayak gitu. Mungkin dia gak bermaksud apa-apa, tapi sedikit banyak ucapan Cherry mengenai ego gue yang seorang pebisnis yang kejar setoran. Dimana gue selalu dikejar deadline. Kadang yang lebih buruknya lagi, gue selau ngerasa dikejar sama harapan keluarga gue yang entah mau seperti apa lagi inginnya. Aaron grup sudah sangat besar, tapi kata papa itu masih belum cukup. Masih ada yang bisa kami lakukan dan kami kembangkan sebagai perusahaan yang cukup punya pengaruh di sini.

"Tapi namanya kerja berharapnya kan menghasilkan uang juga. Gak cuma nyari kepuasan."

"Uang memang perlu. Gak munafik, semua butuh uang. Tapi selama kami merasa cukup dan semua kebutuhan kami terpenuhi, rasanya sementara kayak gitu dulu deh."

Gue manggut-manggut aja. Lagian omongan dia ada benernya. Beberapa orang tinggal menentukan tujuan untuk mencapai kepuasan. Dan mungkin tujuan mereka yang kerja di kafe, selain uang adalah kepuasan itu sendiri. Sesuatu yang gue rasa belum gue temukan maknanya.

"Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanyanya. Gak biasa dia tanya kayak gitu ke gue. Tapi wajar juga sih, karena kita memang lagi bahas kerjaan.

Gue mengangguk. "Lumayan. Ya, begitulah. Gak terlalu istimewa."

Dia tersenyum lagi. Sangat tenang dan membawa ketenangan sendiri buat gue.

"Buat kamu yang ngejalanin hidup serba mudah dibanding orang lain yang ada di bawahmu, kamu pasti tetap menemukan celah yang bikin kamu bilang bahwa keadaan gak terlalu istimewa. Tapi buat orang lain yang mendamba kehidupan normal yang mapan dan gaji tetap, pasti hidup kamu dianggap sempurna banget."

Dia benar. Secara materi, kehidupan gue amat sangat berkecukupan. Tapi gak tahu kenapa, emang gue selalu menemukan celah bahwa hidup gue gak sempurna. Entah karena gue yang gak sadar atau emang gue yang gak bersyukur.

"Secara materi anggaplah begitu. Tapi apa iya ada orang yang mau hidup sebagai gue?"

"Ada," jawabnya. "Ten contohnya. Dia bilang, dia pengen sehari aja ngerasain hidup sebagai bagian dari keluarga grup Aaron. Ngerasain hidup yang lebih nyaman dan gak perlu khawatir soal materi. Supaya dia bisa cuma fokus sama pendidikannya dan pengembangan dirinya aja."

Gue terdiam. Selama gue kenal sama Cherry, dia gak pernah bahas soal ini. Tentang asal-usul gue terutama. Apalagi tentang gue yang merupakan bagian dari Aaron grup. Gue gak pernah nyebut ini secara langsung ke dia karena gue rasa gak perlu. Tapi jika sekarang dia menyebutkan tentang ini, itu artinya asal-usul gue yang sebenarnya udah dia ketahui entah dari mana asalnya.

"Emang apa istimewanya jadi anggota keluarga grup Aaron. Kan sama aja."

Dia tersenyum lagi kemudian menatap gue dalam. "Ya beda, dong."

"Bedanya dimana?"

"Ya, beda. Kamu jauh lebih tau dari pada aku."

Gue mau bales jawab ucapan dia. Tapi mobil gue keburu dateng dan supir gue manggil sambil ngasih kunci. Dan pembicaraan itu gak berlanjut dan masih menyisakan rasa gak nyaman di hati gue.

[]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hearing CafeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang