Where's time can't be interfere, Yoo Joonghyuck can't take Kim Dokja to his side again
Top - Yoo Joonghyuck
Bot - Kim DokjaThis works is my belongings, don't copy in another platform if u have attiude.
Sincerely,
Nathan
•
Senja itu saat baskara akan tenggelam, tertangkap dua insan menikmati secangkir kopi di kedai kecil. Kopi yang hangat untuk menemani perbincangan yang dingin. Hanya ada satu pembicara, sedang yang lain enggan untuk melemparkan jawaban selain gumaman tidak tertarik.
Helaan napas kembali ia buang untuk kesekian kali dalam larutnya waktu mereka bersama. Kim Dokja akan mengaduk cangkir berisi kopinya dengan pelan, sesekali melirik kekasihnya yang terpaku pada ponsel.
Ada segudang emosi dan perasaan gelisah tiap Kim Dokja hanya menerima jawaban enggan dari pria bermarga Yoo tersebut. Ini kencan kedua mereka, semenjak mereka menjadi sepasang kekasih tepat setahun yang lalu. Kim Dokja akan mengais saat berbicara ditelepon, berlatih untuk tersenyum dan mengumpulkan semua topik perbincangan yang bisa ia lemparkan hanya untuk sekadar menyulut pria tersebut agar mau berbicara.
Ada hari dimana ia mengingat pertama kali ia jatuh cinta dengan pria tersebut. "Joonghyuck-ah," pria yang dipanggil pun hanya menaikkan alisnya, memberi sedikit atensinya. "-aku ingat pertama kali aku jatuh cinta." katanya. Kim Dokja tersenyum tipis, tangan kirinya menangkup pipinya dan tangan kanan masih mengaduk cangkir kopinya yang mulai mendingin. Matanya menatap pemandangan jingga yang menghias langit sore.
Yoo Joonghyuck sama sekali tidak menyela untuk bertanya. Kim Dokja ambil itu sebagai kesempatan untuk lanjut berbicara. "Aku bertemu dengannya karena ketidak-sengajaan. Aku tidak sengaja menabraknya, aku ceroboh saat itu. Lalu aku melihatnya, pertama kalinya aku jatuh cinta dalam pandangan pertama. Sungguh tidak romantis, sejujurnya. Seperti roman picisan yang selalu aku baca saat senggang." Kim Dokja terkekeh pelan karena kalimat terakhir. Cangkir itu ia angkat untuk menikmati lelehan pahit kopi tersebut, sedikit dahaga karena berbicara tanpa jawaban.
Kekasihnya hanya menatapnya, berhenti berkutat dengan ponsel. Mata jelaga tersebut tidak ada emosi, hanya riak dingin diwajahnya yang terpahat dengan memuaskan. Kim Dokja mendesah puas, menghirup dalam-dalam aroma kafein berkualitas tersebut. Ada keheningan ironi diantara mereka, menunggu untuk terpecah oleh gelembung suara.
"Semenjak hari itu, aku mengejarnya. Menetapkan hati ingin bersama menjadi sepasang kekasih." Cangkir itu turun kembali dengan ketukan pelan dimeja, ada riak pelan di larutan tersebut. Kim Dokja melanjutkan sembari menatap kembali ke lautan hitam manik pria tersebut. "Sama seperti novel klasik abad pertengahan, aku layaknya protagonis menghamba cintanya diantara lautan pengagum lain. Berusaha menarik perhatiannya yang sulit dan saat perjuangan cintaku terbalas, ada kebahagiaan dalam kegilaan itu. Aku ragu, apakah aku pantas." Kontak mata itu terlepas, Kim Dokja memalingkan wajahnya menatap jalanan yang mulai ramai oleh kerlip cahaya perkotaan.
Pria tersebut tidak tahu kemana arah pembahasan mereka, lebih tepatnya kekasihnya. Ada rasa aneh didada saat bibir pucat itu bercerita tentangnya, sebuah perihal yang tidak ia ketahui. Jari-jarinya ia ketuk-ketukkan ke meja, seakan menunggu kisah untuk dilanjutkan.
Kim Dokja menarik napasnya, "Saat aku dan kamu menjadi kekasih, itu mungkin hari pertama saya tersenyum lepas seperti orang bodoh. Aku berpikir dalam hati, Apakah kau merasakan hal yang sama? Atau, Ya ampun, apakah aku boleh merasakan hal ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All Hail Dokja Kim - 김독자
FanfictionBlurb : Karena pada dasarnya dirinya dibesarkan tanpa figur orangtua, tanpa teman, novel, trauma, imajinasi serta makanan instan. Tanpa pengharapan, menunggu kematian diiringi novel yang ia cintai. Maka, saya menulis apresiasi untuknya. Bagaimana ia...