Part 3

172 25 1
                                    

Bagaimana bisa dia adalah pasien ibuku? "Apakah kamu lupa dengan Jennie?" lupa? bagaimana bisa lupa?

Aeri tersenyum, merangkul Jennie seperti anaknya sendiri, erat dan hangat. "Jennie Kim adalah tetangga kita dulu."

Wanita itu tersenyum, senyuman cari perhatian! "Aku sama sekali tidak mengingatnya. Kalaupun aku mengingatnya, tidak penting juga bagiku."

Aeri masih merangkul Jennie. "Aku rasa, Lisa memiliki ingatan yang buruk."

Jennie tersenyum ramah. Mengapa dia berlagak sok cantik di depan ibuku? apakah dia ingin mendapatkan konsul gratis? "Kalau begitu, aku pulang dulu. Selamat malam dokter Aeri." 

Akan tetapi, aku penasaran apa yang dia lakukan. "Apakah dia sakit?"

Aeri membalikan badan, menatap Lisa yang masih berdiri menunggu jawaban. "Tidak, dia baik-baik saja." Aeri menutup pintu ruang kerjanya dan Lisa menatap pintu dimana Jennie baru saja keluar dari rumahnya.

Lisa menatap langit-langit kamar yang gelap. Kebingungan dengan kejadian hari ini. Lisa belum menceritakan tentang dirinya yang harus keluar dari tim olimpiade. Lisa tidak tahu harus memulai darimana. "Apakah aku harus memberitahu mereka? sudahlah, tidak penting."

Ponselnya terasa sepi. Tak ada pesan dari Joy atau dari sahabat-sahabatnya. Lisa benar-benar di permainkan oleh orang yang ia anggap sudah seperti keluarga sendiri. "Brengsek! lihat saja nanti!" ucap Lisa dengan memukul bantalnya.

Lisa membuka ponsel. Melihat postingan Joy dan lainya yang sedang menghabiskan waktu di klub malam. Lisa juga melihat postingan mengenai fotonya yang tersebar di sns sekolah. "Sampah masyarakat! tidak memiliki moral, mati saja!"

Lisa melempar ponsel kesal. Semua orang yang segan dan takut padanya kini memukul balik Lisa dengan hinaan. Lisa menyelimuti seluruh tubuh, takut akan dunia yang ia hadapi besok.

~

Matahari bersinar terang. Lisa terlihat kacau di depan cermin. Rambut sebahunya ia ikat setengah, poninya sedikit mengenai alis hitamnya. 

Lisa merapihkan seragam sekolah dan menatap buku-buku tebal yang biasanya selalu ia bawa. Namun, Lisa tak lagi membawa buku-buku itu dan memilih untuk membuangnya ke tempat sampah.

"Mengapa kau membuangnya?"

Dia berdiri tak jauh dariku dengan seragam yang sama. Rambutnya terurai indah dibawah sinar matahari. Kulitnya putih bersih bagaikan porselen, pipinya terlihat chubby, kedua mata tajam dan teduh. Alisnya melungkung teratur dengan bulu mata yang lentik. Mengapa aku baru menyadari bahwa dia satu sekolah denganku.

Ia sedikit memiringkan wajah. Membuat rambutnya terjatuh helai demi helai ke samping. "Kau tidak apa-apa?" suaranya lembut, seperti alunan musik tidur.

Apa yang sedang kupikiran! dasar Lisa bodoh! "Tidak! mengapa kau ada disini! kau membuntutiku lagi?" Kedua matanya menjadi runcing, mungkin terkejut dengan nada suaraku. Tetapi memang benar, apa yang dia lakukan di sini?

"Aku tidak mengikutimu. Lagi pula," ia menengok ke arah belakang, menunjuk rumahku yang sudah terlihat cukup jauh. "Sudah cukup jauh dari rumah."

Tenang Lisa, tidak perlu salah tingkah. "Lalu apa yang kau lakukan disini?"

"Meong."

Wajahnya yang ketus kini berubah drastis saat kucing berwarna oren melingkar di antara kedua kakinya yang terdapat luka. Mungkin, itu adalah luka kemarin saat ia jatuh. Mengapa bisa ceroboh sekali. "Maru!" seketika dia telihat seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan coklat.

The Heart of JennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang