Part 2

184 34 1
                                    

Lisa POV

"KRRIIINNNGGGGG!"

Ergghh alaram sialan! tidak tahu apa kalau aku masih ingin tidur! 

Hmmmmh

Hmmmmh

Jam berapa ini? mengapa matahari sudah bersinar saja? dimana ponselku? 55 panggilan tak terjawab dan 15 pesan singkat. 

Dan sekarang jam.... 

"APAA! jam 7.35! sial aku terlambat!" Lisa bergegas bangun dari tempat tidur yang berantakan. Buru-buru mengganti seragam, rambutnya masih berantakan. Lisa mengacak-acak kamar mencari dasi sekolah, kaos kaki dan buku-buku tebal yang harus dia bawa. 

Langkah kaki Lisa terdengar sedang menapaki tangga menuju lantai bawah. Lisa terlihat kacau di pagi hari. "Mengapa eomma tidak mebangunkanku?" 

Dimana Eomma? "Eomma!" Mengapa rumah terasa sepi sekali bahkan, tak ada makanan di meja. Dimana eomma? aish sudahlah, aku sudah terlambat! 

Lisa bergegas berlari menuju halte bus. Ia juga benar-benar kesal pada teman-temanya yang tidak menjemput Lisa. 

Bus berhenti di halte sekolah. Membuat Lisa semakin berlari kencang tanpa peduli apapun di sekitarnya. "Tunggu!" teriaknya sembari membawa tas dan buku-buku beratnya. 

Aku tidak akan lagi meminum alkohol dengan jumlah yang banyak! sangat menyusahkan sekali! "Tunggu, jangan di tutup!" Aish penjaga sialan!

Pintu sudah tertutup rapat. "Buka gerbangnya!" Lisa teriak marah. 

Guru sekolah menghampiri Lisa tak kalah galak. "Kau terlambat." ucapnya sembari membawa catatan. Lisa yang kesal dan lelah mendekati guru tersebut dengan arogan.

"Hei! untuk apa kau mencatat namaku di buku hitam? apa kau tidak tahu siapa diriku?" Dia menatapku tajam. Apakah guru sialan ini baru berkerja? apa dia tidak tahu siapa diriku!

Beberapa murid yang telat menatap ketegangan diantara kami. "Aku adalah Lalisa Jae Jung! kau tidak bisa menghukumku! aku adalah peraih-" belum sempat bicara, dia sudah pergi. Semua murid kini mencibir ke arahku. 

"Apa yang kalian lihat!" seketika semua bubar dan tak berani menatap.

Ini pertama kalinya aku mendapatkan hukuman. Guru sialan itu menghukum kami membersihkan lapangan yang sangat kotor. Dimana pikiran guru itu? 

Seorang murid menghampiriku. "Kau di panggil kepala sekolah." Senyum tipis mengembang di bibirku. Aku yakin, guru yang menghukumku akan mendapatkan hukuman. Itu akibatnya macam-macam dengan murid jenius seperti ku!

Ruang kepala sekolah sudah seperti ruangan pribadi untukku. Walaupun terasa sempit dan pengap, aku tidak perlu mengetuk pintu dan langsung saja duduk di sofa tamu. Pak Jaemin, kepalanya botak dengan mata panda itu hanya menatapku datar dengan kacamata yang melorot. "Ada apa pak? apakah ada sesuatu yang harus ku lakukan lagi untuk negara ini?" 

Dia masih diam. Ku dekati meja yang jarahnya hanya 3 meter saja sembari memakan apel yang tersedia di meja. "Apakah kau ingin memberikanku hadiah? atau aku akan mendapatkan undangan lagi ke Blue House?" Setelah beberapa menit berdiam diri, pak kepala sekolah mengeluarkan surat yang ia berikan padaku. kali ini apalagi? mereka tak henti-hentinya meminta jasaku untuk membanggakan negara. Beginilah risiko menjadi orang jenius yang menawan. 

"Bacalah."

Kedua mataku membaca begitu seksama. Mengulang kembali setiap kalimat, memastikan tak ada yang salah di dalamnya. Tidak, tulisan ini di susun rapih! "Tidak mungkin! ini pasti salah! jangan main-main denganku, Pak Jaemin!" 

The Heart of JennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang