"Arrav... Syukurlah Umma masih diberi kesempatan untuk melihat kamu"
Di gedung putih yang memiliki banyak kisah. Kelahiran serta kematian terlihat pemuda dengan paras teduh tidak lupa dengan sarung rabani dan koko putih dengan percaya dirinya berjalan menuju meja resepsiones membuat wanita yang berjaga membatin ada akhi-akhi nyasar di Rumah sakit mana ganteng lagi.
"Punten mbak, ruang Syaira Hanindiningrum dimana ya?"
"Oh-eh sebentar ya mas" Wanita muda itu bergegas mengetikkan sesuatu lalu matanya menajam menatap pemuda tersebut.
"Maaf mas. Mas-nya siapa pasien? Ini sudah ketentuan dari pihak rumah sakit" Udara tiba-tiba menjadi dingin saat pemuda itu diam memandang datar wanita tersebut belum sempat ia menjawab seruan seseorang membuatnya menoleh.
"Yusuf? Lah kamu kapan nyampenya?" Dari ruang UGD keluar Azriel tak lupa senyum hangatnya menyambut Yusuf.
"Kak Azri, barusan aja tadi dari bandara langsung kesini" Jawab yusuf tak lupa menyalami yang lebih tua.
"Masih muda enak ya, perasaan tadi ditelepon sama kak Adam kamu masih di Qairo sekarang udah ada disini aja"
Azriel geleng-geleng kepala sedangkan yusuf hanya terkekeh,mbak penjaga resepsiones menatap bingung pemuda itu sebab pemilik rumah sakit akrab sekali dengannya, hei siapa yang tidak mengenal Profesor Azriel? Di dunia medis seorang penemu alat bantu medis tercanggih yang dapat mengetahui masalah kesehatan tubuh bahkan sekecil apapun itu.
"Itu... Kak Ira belum bangun?" Tanya Yusuf, wajahnya mendadak mendung seperti awan hitam yang hendak memuntahkan jutaan air.
"Hmm... Pasti kakak kamu bangun kalau ngeliat adek laki-lakinya jenguk dia, bener 'kan?" Azriel lagi-lagi tersenyum saat mengantarkan Yusuf ke ruangan Syaira tepat saat pintu bergeser aroma lavender menyeruak, namun samar Yusuf dapat mencium aroma khas sang kakak. Bukan bermaksud mesum pada kakak sendiri Yusuf sedari kecil sangat dekat dengan Syaira dibanding kakak laki-lakinya hal ini lah yang membuat ia mengingat dengan jelas wangi si kakak.
"Assalamu'alaikum kak. Yusuf pulang" Salam Yusuf sambil mencium tangan kurus nan pucat milik ibu Arrav itu.
Azriel keluar memberi waktu pada kakak adik tersebut tidak lama kemudian pemuda dengan tahi lalat kecil di bawah bibir itu keluar dan hendak berpamitan pada Azriel, namun belum sempat Yusuf berjalan Azriel sudah memanggilnya membuat pemuda itu berhenti dan menoleh.
"Kamu nggak mau liat Arrav dulu?"
"Arrav?oh anak kak Ira... Nanti aja kak Azri aku belum ngabari kakek sama bang Adam pulang soalnya" Ucap Yusuf pelan lalu pergi begitu saja membuat Azriel menghela napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Little Arrav »Prequel For our Brother«
FanfictionArrav itu cerewet. Arrav itu mengemaskan, tapi menyebalkan. Arrav itu selalu senyum nampakin gigi depannya yang ompong. Arrav itu kesayangan semua orang. kalau nggak ada Arrav semua orang rindu sama tingkahnya yang buat pusing tujuh keliling. In...