Sebelumnya maaf, ini tanpa revisi sama sekali 😓.
.
.
.
.
.
.Jihoon berlari dengan sekuat tenaganya menghindari para preman pasar. Bukan karena Jihoon yang tak mau bayar uang atau apalah itu, tapi karena Jihoon ini cari masalah dengan preman-preman pasar itu.
Berawal dari Jihoon yang bermain sepak bola sendiri di tengah lapangan, saat keadaan sedang gelap-gelapnya karena dia bermain di malam hari. Karena gabut, dia menendang bola itu hingga mengenai kepala bos preman pasar dan membuat mereka marah. Awalnya Jihoon ketawa-ketawa saja, sampai akhirnya ia dikejar oleh preman pasar tersebut hingga ke komplek sebelah.
Jihoon memasuki gang sempit berharap preman itu tak melihatnya, hingga kakinya tak sengaja tersandung akar pohon yang cukup besar dan membuatnya jatuh dengan keadaan tengkurap. Ckck, sangat tidak epik.
Jihoon merasakan ada tangan yang menyentuh lengan kirinya. Seorang perempuan berambut pendek yang memakai baju kaos dan celana di atas lutut kini tengah membantu Jihoon untuk bangun.
Jihoon shock. Astaga, manusia di depannya ini mungil sekali, pikirnya.
"Bang, lo gapapa?" tanya si perempuan mungil. Jihoon shock part 2, bahkan suara gadis ini seperti anak kecil yang masih SD.
"K-kaki gue sakit." Perempuan itu melihat ke kaki Jihoon. Meskipun penerangan di situ agak remang-remang, tapi ia tetap nampak kok.
"Ayo dah ke rumah gue dulu, gue obatin. Kasian lo kalo gak bisa jalan ntar," ajak gadis itu.
Jihoon mengangguk. Si gadis membantu Jihoon berjalan dengan memapahnya. Jihoon memperhatikan gadis yang jauh lebih kecil darinya itu. Ia bahkan melupakan preman-preman yang mengejarnya tadi.
Setelah beberapa menit berjalan, mereka sampai di rumah gadis kecil tadi. Jihoon duduk di lantai sambil menunggu si gadis yang pergi ke dapur, entah ngapain pokoknya Jihoon gak tahu, bukan juga tempe.
Si gadis kembali dengan air, kain, dan obat merah di tangannya. Pertama-tama, gadis itu mengelap kaki Jihoon yang berdarah dengan kain yang sudah di basuh air hangat. Lalu, meneteskan obat merah ke kaki Jihoon yang luka.
Sambil menunggu kakinya yang diobati, Jihoon memperhatikan sekitar. Dari awal Jihoon masuk, ia sudah merasa rumah ini kecil dan sempit, juga tidak nyaman. Benar saja, rumah ini hanya berdindingkan triplek dan atap daun yang sudah lapuk. Ada beberapa dinding juga yang ditambal dengan kardus-kardus. Lantai yang ia duduki sekarang pun hanya berupa tanah beralaskan tikar-tikar plastik dan pandan yang sudah rusak.
Jihoon merasa prihatin. Rumah yang gadis kecil ini tempati, sudah tak layak pakai. Bahkan, kayu-kayu yang tegak sudah mulai miring. Jihoon yakin, saat ada badai puting beliung, rumah ini pasti akan rubuh.
"Orang tua lo mana?" Jihoon bertanya untuk sekedar mencairkan suasana.
"Mati."
"Hah?"
"Mati," ucap gadis itu sekali lagi.
Jihoon shock part 3. Kedua tangan jihoon ia letakkan di dada sambil memasang ekspresi kaget, agak lebay memang. Tapi tetap saja, bagaimana bisa gadis di depannya ini begitu ceplas ceplos dalam berbicara.
"Lo serius?" tanya Jihoon sekali lagi.
"Iya. Gue tinggal sendiri dari SMP."
Jihoon menyerengit. "Lo kelas berapa emangnya?"
"Gak sekolah."
Jihoon menghela napas, mencoba bersabar. Ia tidak boleh emosi.
"Maksud gue, kalo masih sekolah sekarang lo udah kelas berapa?" tanya Jihoon dengan suara yang lembut. Oke, bagus. Jihoon berhasil menahan emosinya.
"Kelas dua SMA."
Jihoon shock part 4. Maaf, kebanyakan shock. Kali ini, Jihoon tak terima.
"Bohong! Lo sebenernya masih kelas lima SD, 'kan?!"
"Apaan dah. Emang gue udah SMA kok." Gadis itu mendelik, menatap Jihoon tak suka. "Lo kalo udah bisa jalan mending pergi deh! Gue gak mau berduaan sama cowok lama-lama," lanjutnya.
Jihoon memasang muka sedih, habis itu dia tersenyum. "Eh, Cil. Ikut gue yuk."
"Heh! Jangan macem-macem lo sama gue!" Gadis itu menjauh, takut Jihoon melakukan hal tak senonoh. Apalagi tampang Jihoon ini sudah seperti pedofil.
"Udah, ikut aja. Gue gak akan macem-macem sama lo. Sekarang, beresin barang-barang lo, masukin baju-baju lo ke tas. Bawa dikit aja, gak usah banyak-banyak," kata Jihoon.
"Lo mau jual gue, ya?!"
"Ck. Suudzon mulu lo. Udah, cepetan!"
Gadis itu pun menurut. Ia masuk ke kamar lalu, memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas. Untuk barang lain, gadis itu tak membawa apapun karena di rumahnya tak ada barang berharga, hanya kalung peninggalan ibunya yang ia pakai.
***
Jihoon sampai di rumahnya bersama si gadis dan juga Jeongwoo. Jihoon tadi sempat menelepon Jeongwoo, menyuruh sang adik untuk menjemputnya, menggunakan mobil milik Jihoon tentunya.
Jihoon menyuruh gadis itu menunggu di ruang tamu sementara ia ke ruang tengah untuk menemui papanya.
Gadis itu terkagum saat melihat rumah Jihoon yang sebenarnya. Gadis itu pikir, Jihoon hanyalah orang dewasa yang nakal karena sering mengganggu preman-preman pasar.
Sebenarnya, si gadis sering melihat Jihoon di pasar. Entah sekedar minum es atau makan bakso bakar. Gadis itu juga tahu kalau Jihoon sering mengganggu preman-preman pasar, tapi ia tak tahu apa sebabnya, mungkin hanya iseng.
Namun di sisi lain, ia pernah melihat Jihoon membantu seorang nenek membawakan belanjaan. Ia juga sering melihat Jihoon membantu beberapa pedagang menaikkan atau menurunkan barang-barang dagangan dari mobil pick up. Hal itulah yang membuat si gadis percaya kalau Jihoon sebenarnya orang baik, makanya dia menurut saja saat di ajak Jihoon.
Tak lama, Jihoon muncul bersama seorang pria di sampingnya. Gadis itu menegak ludah takut, terlebih lagi saat pria itu duduk di depannya.
"Namamu siapa?"
Kan. Baru saja duduk, sudah ditanyai nama.
"Gadis, Om," jawab si gadis sambil mengusap-usap tangannya di paha. Ternyata namanya memang Gadis.
Saat menjawab, Gadis menunduk karena takut akan di jual pada pria di depannya ini oleh Jihoon. Meskipun tadi ia berpikir kalau Jihoon orang baik, Gadis juga harus tetap waspada terhadap sekitar.
"Kamu mau kan tinggal di sini sama kita?"
Gadis mendongak, ia kaget dengan perkataan pria di depannya. Tinggal di sini? Di rumah besar ini?
"Di sini isinya laki-laki semua. Tapi, ada pembantu yang tinggal di rumah belakang. Dia bakal ke sini tiap subuh, pulangnya malam. Kamu mau, 'kan?" lanjut pria di depan Gadis tadi.
Pria itu adalah papanya Jihoon. Ia mendengar cerita dari Jihoon tentang gadis kecil di depannya ini. Jihoon juga meminta agar sang papa mengizinkan Gadis untuk menetap di sini, di rumah mereka yang jelas jauh lebih layak.
Gadis mengangguk. Ia tak percaya, hanya dengan membantu Jihoon, ia mendapatkan balasan yang lebih dari keluarga Jihoon. Bahkan, papanya Jihoon bilang akan menyekolahkannya hingga lulus.
.
.Ini kalo dibikin part 2 bagus ga ya? Atau langsung ke part Yoshi aja?
KAMU SEDANG MEMBACA
Treasure Oneshoot
FanficCuma sekedar menuangkan ide dalam bentuk oneshoot dari member Treasure. Happy reading ❤️