sayonara Jake

8 1 0
                                    

Riki memberikan sebuah teh hangat untuk Jake. Ada rasa iba yang mendalam ketika melihat keadannya sekarang. 

"Kau baik - baik saja?"

"Aku baik", Jake meminum sedikit teh itu. Pandangannya kosong. Jake benar - benar tidak mengerti tentang semua kejadian disekitarnya. Mengapa rasanya kejadian buruk selalu menghampiri dirinya.

"Kenapa kau memilih rumah ini? rumah di Jepang masih banyak"

Jake menoleh kesamping, menatap malas kepada lelaki yang kelihatannya lebih muda dari dirinya itu. 

"Bicaramu terlihat sangat tidak sopan kepadaku. Kau lahir tahun berapa memang hah?"

Riki memutar bola matanya malas. "Umur tidak penting, yang terpenting sekarang kau harus pergi dari rumah ini. Pergi beli rumah baru!"

"Mulutmu sanggat menggampangkan sekali ya! Kau fikir aku orang kaya dengan segudang emas?"

"Kau mau mati disini memang?"

Jake lagi - lagi geram, "Beri tahu apa yang sebenarnya terjadi! Bicaramu selalu menyulitkanku!"

Riki menghela nafas kasar. Dirinya sendiripun bingung, peran dia disini bisa disebut penyelamat ataupun malah sebaliknya. Riki sendiri jengkel dengan Jake, mengapa juga lelaki itu membeli sebuah rumah tua yang sialnya lagi tak ada tetangga sekitar ataupun pemukiman. Hanya ada rumah Jake dan juga rumah Riki yang saling berhadap - hadapan. 

"Apa yang kau tahu tentang angka 49 Jake?"

"49? Hanya angka biasa ada apa memangnya?"

Riki meraih tangan Jake dan menuliskan sesuatu di telapak tangannya. 

"うまくいけば生き残った"

"Umaku ikeba ikinokotta?"

Riki mengangguk. "Semoga Selamat"

Riki bangkit dari kursi, lalu berjalan keluar. "Aku mau mandi dulu, nanti aku kembali. Jangan keluar dan jika terjadi sesuatu cepat pergi ke kamar dan kunci pintunya. Paham?"

Jake mengangguk.

Karna merasa mengantuk, Jake memutuskan untuk kembali ke kamarnya saja. Ia ingin tidur. 

Ketika sedang menaiki tangga, seseorang menepuk pundaknya. 

"Kenapa balik lagi Rik,--"

"Bertemu kembali denganku"

Lelaki itu kembali. Lelaki yang kemarin Jake lihat sudah terkapar tak berdaya karna tertabrak mobil kembali lagi dengan senyum mengerikannya. Wajah kanannya penuh darah. Kedua matanya berwarna putih tanpa ada pupil layaknya manusia normal lainnya. Ralat, memang yang didepannya ini manusia. Tangan kanannya putus, menyisahkan tetesan darah yang mengotori tangga rumah Jake. Tangan Kiri makhluk menyeramkan itu mencekik Jake kuat - kuat.

Jake memejamkan matanya berharap ini hanya mimpi atau khayalan semata karna memang kelelahan dan makhluk ini akan hilang seperti waktu itu. 5 menit, 10 menit dan cekikan itu masih terasa. 

"Ini nyata Jake HAHAHAHAHA. AKU BUNUH KAU AHAHAHA", makhluk menyeramkan itu tertawa keras dan menggema diseluruh penjuru rumah Jake. Jake ingin melepaskan cekikannya namun sangat kuat. Jake tidak mampu.

"RIKI TOLONG AKU!!"

"LEPASKAN"

BRUK.

Makhluk menyeramkan itu terpental jauh dari Jake secara tiba - tiba. 

"Siapa yang berani menyentuhnya akan berurusan denganku. AH, menyebalkan pergi cari mangsa lain! Dia kutemui duluan!"

"Keparat sialan!! Aku menemukan dirinya duluan brengsek!"

Jay. Lelaki itu menatap marah. "Dasar makhluk rendahan"

Tiba - tiba saja makhluk menyeramkan itu terbakar. Dan Jay yang melihatnya tertawa puas.

"Hahaha bau manusia yang dipanggang itu memang lezat. Ups, aku lupa kan kau bukan manusia. Ya kan Jake?", Jay menoleh ke belakang dan melihat Jake yang pucat melihat semuanya. 

Jay menyeringai. "Aku sudah peringatkan kau tapi memang dasarnya manusia itu mudah untuk dibujuk. Hahahahahaha menyenangkan sekali mempermainkan manusia seperti ini." Jay mendekat ke arah Jake. Menatap tepat di kedua mata Jake yang tersirat akan ketakutan itu. 

"Membunuhmu adalah hal yang menyenangkan bukan?"

"Mengapa? Aku tidak mengerti dengan semua ini! Siapa kau Jay? Bukankah kita teman?"

Jay tertawa, "AKU TEMANMU? Sejak kapan kau punya teman iblis sepertiku hah?"

Jake menggelengkan kepala kuat - kuat. Kepalanya pening. Sakit sekali seperti rasanya Jake benar - benar ingin mati saja.

"ARGH!!! SAKIT!!! TOLONG AKU!!"

"Benarkah? Sesakit itu?", Jay tersenyum senang.

"Ah, padahal kupikir besok akan lebih baik untuk menyelesaikan semuanya. Sepertinya hari ini juga sudah cukup."

Jay perlahan menjauh dari Jake. Ia membiarkan Jake masih dengan kesakitannya. 

"さようなら。地獄でお会いしましょう。"

Jay tersenyum puas tak kala tiba - tiba semua menjadi hening. Jay menoleh kembali ke belakang, ke tempat Jake berada lalu ia tertawa. 

"HAHAHAHAHA dasar manusia bodoh!"

"Sayōnara. Jigoku de o ai shimashou. Semoga kita bertemu kembali Jake!"



Jay membuka pintu rumah Jake berniat pergi namun dirinya kaget ketika melihat sudah ada Riki yang menatapnya datar.

"Hey, mengagetkan saja!"

Riki menghela nafas lelah, "Kau ini selalu merepotkan!"

Jay menunjuk ke belakang, "Lihat! keren kan?"

Riki menatap malas pemandangan yang ada di depannya.

"Sayang sekali aku terlambat"

Jay merangkul pundak Riki dan mengajaknya pergi. "Tidak usah menyesal, kau dan aku sama saja. Sama - sama terkutuk. Bedanya aku tidak punya belas kasihan kalau kau punya. HAHAHA aku maklumi karna kau masih muda!"

Riki merotasikan matanya malas, "Aku 150 tahun".

"Hey! Aku 700 tahun!"

"YA YA dasar lelaki tua!"

Jay dan Riki tertawa. Mereka pergi meninggalkan rumah Jake. 

Riki sempat menoleh kebelakang, "天国でお会いしましょう". Riki mengucapkan salam perpisahan untuk Jake.

"Tak ada surga untuk orang yang bersekutu dengan iblis seperti kita Jake"

"Kau yang menghasutnya sialan!"

"AH, lupa"

Jake. Sudah kehilangan nyawanya dengan badan yang terbujur kaku tergantung di lampu langit - langit. Dan tak ada yang menyadari kematiannya itu. Karna rumah itu jauh di tempat paling dalam hutan yang gelap. Rumah bernomor 49 itu kini hanya menjadi sebuah rumah tua dengan Jake yang dengan tenang tergantung disana.









The End.

1. うまくいけば生き残った (Umaku ikeba ikinokotta) = Semoga Selamat

2. さようなら。地獄でお会いしましょう。(Sayōnara. Jigoku de o ai shimashou) = Selamat Tinggal. Sampai Jumpa di Neraka

3. 天国でお会いしましょう (Tengoku de o ai shimashou) = Sampai Jumpa di Surga

Untuk beberapa kalimat berbahasa Jepang dimohon maaf apabila terdapat arti yang aneh atau berbeda karna penulis menggunakan google translate. Dimohon pengertiannya dan mohon maaf apabila ada ketidak nyamanan.
Terima kasih sudah membaca, ini hanya sebuah fiksi jadi jangan dibawa ke dunia nyata ya!

My House Is Number 49Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang