Pukul enam lebih lima belas menit ditujukan jam dinding besar di kamar Eletta. Mata bulat hitam itu terus melirik ke arah jam. Tangannya sibuk mengaplikasikan lipstick merah cherry pada bibir kecilnya. Setelah make up-nya selesai tangannya berpindah ke laci meja rias untuk meraih kotak perhiasan. Saat membukanya dia dengan cepat memilih kalung berbandul bintang yang kecil dan sepasang anting biru tua yang senada dengan gaunnya.
Meskipun dia terlihat menggunakan aksesorisnya dengan tenang, berbeda dengan perasaannya yang sudah kesal setengah mati. Suasana hatinya sedang tidak baik dan itu semua gara-gara Julian. Dua minggu yang lalu Eletta sudah memberi tahu Ian bahwa mereka mendapat undangan untuk datang ke pernikahan Wonu. Tapi yang terjadi adalah Ian lupa akan undangan itu. Dia sudah berjanji akan datang dan dia masih lupa?
Dengan perasaan jengkel Eletta memasang aksesorisnya. Dia tidak menghiraukan Ian yang sedang berusaha memakai kemeja batiknya dengan serampangan. Mereka sudah terlambat, itu kenapa ian terlihat sangat kesusahan dan terburu.
Kemeja batiknya memiliki warna biru dongker yang seirama dengan gaun Eletta yang memadukan pola batik yang sama dengan kain warna biru dongker yang senada. Itu adalah setelan batik pasangan.
"sayang, kaus kaki navyku mana???" tanya ian dengan frustasi.
Eletta masih terlihat tenang memeriksa kembali penampilannya didepan cermin rias. Eletta sengaja mengabaikan ian karena dia sudah sangat jengkel.
"sayangg cepet cariin!" kata ian terus mendesak.
Masih tidak peduli, Eletta meraih tas tangan yang sebelumnya sudah dipilihnya untuk melengkapi penampilannya hari ini. Perempuan itu berjalan membawa tas tangannya menuju pintu kamar.
"Eletta kaus kaki aku mana?!!!"
Sebelum Eletta sempat meraih gagang pintu untuk membukanya, ian sudah berteriak padanya.
Teriakannya kali ini dengan suara rendah yang dalam dan mengintimidasi, itu sangat tegas.
Tidak berani mengabaikan perintah suaminya lagi, Eletta berbalik untuk menuju closet dalam kamar mereka. Tangannya mengulur ke laci kaus kaki ian dan langsung menemukan barang yang dicari ian sejak tadi.
Wajah Eletta datar dan langsung melempar kaus kakinya pada dada ian.
"emang siapa yang telat? Kenapa jadi kamu yang galak??" kali ini Eletta bicara dengan nada yang tak kalah menakutkan.
Ian sudah ingin menimpali sebelum ia teringat bahwa Eletta saat ini sedang hamil dengan usia tiga bulan. Gaunnya bahkan terlihat sesak karena perutnya yang semakin membuncit. Seorang wanita pasti tidak terlalu suka dengan penampilan seperti ini. Maka dari itu ian berusaha untuk tidak memancing emosi Eletta.
Tangan ian terulur untuk meraih bahu kiri Eletta dan mengusapnya dengan sayang. Bahkan ian dapat merasakan nafas Eletta yang naik turun.
Julian menarik padanya dan membaliknya hingga berakhir ian dapat memeluknya dari belakang. "maaf, jangan marah-marah, ya?"
Bukk
Eletta menyikut perut ian hingga membuat korban menahan perih di area perutnya.
"gausah sok romantis, ini kita udah telat gara-gara kamu! Pake sepatu, cepetan keluar aku tunggu dibawah!"
Setelah Eletta meninggalkannya didalam kamar sendirian ian masih meringis meratapi perutnya yang sakit.
Sambil menuruni anak tangga Eletta bergumam mengomel sendiri sambil membenahi isi tas tangannya. Mulutnya berhenti bergerak saat melihat Bintang sedang bermain dengan Kiki di ruang tengah keluarga. Suasana hatinya mendadak berganti melembut. Bibirnya tersenyum tipis dan menghampiri Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our promises 3
FanfictionJulian dan Eletta sampai di tahap menjadi orangtua di dalam rumah tangga mereka. btw kalian masih inget Our Promise ga? kalo inget alhamdulillah, kalau engga ya gpp✌ aku lanjutin lagi yang dulu tapi nama mereka aku ganti jadi lokal. author suka nama...