Part10 : stressed out

122 23 0
                                    

Julian menarik nafasnya panjang.

"BINTAAANG!!!"

Ayah yang sudah punya tiga buntut itu berteriak saat pantatnya mencium lantai yang keras.

Sudah setengah jam Julian mencoba menangkap Bintang, anak pertamanya yang terus berlarian menolak untuk dimandikan.

Hari ini adalah hari sabtu, akhir pekan yang biasanya menjadi hari libur Julian.

Sekarang, sejak Eletta melahirkan Sky, anak ketiga mereka, Julian sendiri yang harus menjadi baby sitter untuk Bintang. Mereka baru mempekerjakan satu orang asisten rumah tangga karena permintaan dari Eletta sendiri yang tidak mau mempekerjakan lebih banyak asisten rumah tangga.

Katanya, dia mau belajar jadi ibu yang baik buat anak-anak mereka.

Secara teori hal itu bisa mudah terealisasikan. Tapi dalam prakteknya? Tidak semudah itu kawan.

Mungkin jika anak yang mereka miliki adalah anak baik yang pendiam dan penurut, angan-angan itu akan mudah menjadi kenyataan.

Tapi jika anak mereka adalah Bintang, jelas itu lain cerita.

Sejak Bintang berusia delapan belas bulan, anak itu sudah lancar memanggil Julian dengan nama panggilan Julian 'ian'. Padahal jika itu Eletta, dia akan memanggil dengan sebutan mami, seperti yang Julian dan Eletta ajarkan.

Mereka berdua tidak pernah mengerti dari mana Bintang mempelajari ini. Kemungkinan karena dia terlalu banyak mendengar 'om-omnya' alias teman-teman Julian yang datang untuk main ke rumah.

Biasanya sih Abimana yang sering bermain dengan Bintang.

Julian melotot.

Anak itu melompat-lompat di atas sofa sesekali menertawakan Julian yang masih terduduk di lantai.

"pi sayang banget ya sama lantai? Kok dicium hihihihi." anak itu cekikikan dengan sangat kurangajar.

Bintang itu sudah SD kelas satu, kira-kira sepantaran adik kelas rafathar anak raffi ahmad. Mulutnya sudah sangat lincah kalau soal urusan membully Julian.

Anak itu tidak pernah gagal membuat tekanan darah Julian naik. Setiap hari, bahkan dulu saat Julian berusaha membujuk Eletta untuk menambah momongan, anak ini selalu menggagalkan rencananya. Kalau saja saat itu Bintang tidak liburan ke villa kakeknya, mungkin Juan tidak akan ada sampai sekarang.

Julian berdiri.

Bintang masih melompat-lompat di atas sofa, bahkan menjulurkan lidahnya ke arah Julian.

Anak itu benar-benar menguji imannya.

Tapi bukan Julian namanya kalau langsung kalah pada anak SD bau bedak bayi. Umur Julian masih terbilang muda, tiga puluh empat tahun. Kekuatannya tidak diragukan lagi, masih sama fitnya seperti lima belas tahun yang lalu. Apalagi Julian masih rajin berolahraga tiap pagi. Otot dan bisepnya masih terawat sampai sekarang. Kecuali perutnya yang memang sedikit buncit karena keterampilan memasak istrinya yang kian hari makin meningkat.

Ini serius.

Julian menguatkan kuda-kudanya, diam-diam mengumpulkan kekuatan. Dan saat Bintang lengah Julian segera berlari dan melompat ke sofa ruang tamu lalu berhasil menangkap anak setan itu.

Dengan puas Julian menggendong anak itu di bahunya seperti seorang kuli panggul yang membawa beras.

Tentu saja Bintang tidak diam saja.

Anak itu berteriak dan memukul punggung Julian, membuat telinga Julian berdengung luar biasa. Itu seperti telinga kalian ditempelkan pada simbal yang dipukul.

Our promises 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang