Wajahnya dekat sekali.
Hanya berjarak lima senti meter dari wajah Eletta. Ian terus menerus memperhatikan istrinya yang masih tertidur pulas di sampingnya. Wanita itu menggunakan piyama beludru warna coklat favoritnya yang dia sebut sangat lembut dan hangat, jadi Eletta menyukai piyama itu.
Ini masih jam 4 lewat 45 menit pagi, bahkan masih ada suara hewan malam yang berbisik. Ian terbiasa bangun lebih pagi dari Eletta. Jika Eletta akan bangun pukul 5, Ian bangun satu setengah jam lebih awal. Biasanya Ian akan berolahraga sekitar 45 menit di pagi buta. Bahkan kebiasaan berolahraganya sudah ada jauh sebelum Ian menikah. Awalnya Ian memaksa Eletta untuk bergabung bersamanya melakukan olahraga setiap pagi. Tapi ternyata tidak semudah itu membuat Eletta mau berolahraga. Dia benar-benar tidak menyukainya, jadi pada akhirnya sampai sekarang hanya Ian saja yang selalu berolahraga.
Ian terkikik saat terus memperhatikan wajah Eletta. Menjadi satu hak istimewa bagi Ian untuk bisa mendapatkan pemandangan indah seperti ini, setiap pagi dan harinya. Wajah tertidur Eletta benar-benar bisa membuat Ian jatuh hati berkali-kali. Saat Eletta bangun, dia akan lebih sering membuat wajah dengan menekuk keningnya, apalagi saat memikirkan sesuatu. Tapi saat tertidur, Eletta terlihat sangat lembut. Matanya yang tertutup membuat bulu matanya yang lentik dan panjang semakin terlihat jelas. Bibirnya yang kecil dan penuh berwarna merah dan Ian selalu gemas pada titik itu. Pipinya saat tertidur menjadi menggembung dan asal kalian tahu, saat Ian menyentuhnya itu akan sangat lembut seperti pantat bayi, Ian yang paling tahu rasanya.
Walaupun dalam keadaan tidur Eletta tidak akan menggunakan make up dan wajahnya polos menurut Ian Eletta masih cantik seratus persen.
"pagi cantik." Ian baru berani bersuara saat melihat pergerakan di wajah Eletta.
Wanita itu terbangun, mungkin karena Ian terus menerus memperhatikannya dalam jarak dekat.
Eletta mengusap matanya tanpa mengubah posisinya. Suaranya serak saat mulai berbicara. "jam berapa?"
"lima kurang lima belas menit." jawab Ian masih memeluk pinggang Eletta.
"kamu udah ngegym?"
Ian menggeleng seperti anak kecil. "aku olahraga di kamar doang tadi, tipis-tipis, nggak turun."
Bibir Eletta yang bulat seperti buah cherry hanya bergerak kecil membentuk huruf 'o', matanya tertutup lagi membuat Ian semakin gemas. Dengan nekat Ian mendekati wajah Eletta dan memberi kecupan di kedua mata Eletta yang tertutup.
Chup
Chup
Kening Eletta mengernyit terganggu dengan perlakuan tiba-tiba Ian.
Dengan kekuatan penuh Eletta mencoba mengangkat tubuhnya untuk duduk karena dia juga sudah terlanjur bangun, tapi tangan Julian yang masih memeluk pinggangnya seakan menolak membiarkan Eletta bangun dari tidurnya.
"Ian udah jam lima, aku mau bangun." protesnya saat Ian tak mengijinkannya bangun.
"masih ada lima belas menit sayang."
Srek srek.
Plakk
"jangan macem-macem deh!" tegas Eletta, memukul tangan Ian yang bergerak seenaknya.
Ian ngapa-ngapain.
Bukannya mengakui perbuatannya, Ian justru tersenyum pada Eletta. Memang sangat menyebalkan.
Beruntung setelah itu Eletta berhasil lolos dari Ian dan mulai turun dari atas ranjang.
"sayaaaang, mau kemana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our promises 3
FanfictionJulian dan Eletta sampai di tahap menjadi orangtua di dalam rumah tangga mereka. btw kalian masih inget Our Promise ga? kalo inget alhamdulillah, kalau engga ya gpp✌ aku lanjutin lagi yang dulu tapi nama mereka aku ganti jadi lokal. author suka nama...