Kitty

640 46 13
                                    

Warna hitam yang dihiasi ribuan bintang terhampar menakjubkan di luasnya langit kota metropolitan pada malam hari di musim gugur. Sunyi dan tenang, hanya angin dari timur yang berhembus kencang. Menyebabkan dedaunan kering yang sudah tiba waktunya untuk berguguran terbang hulu ke hilir mengikuti irama udara. Laki-laki mungil berpipi gembil sontak mengeratkan pelukan ketika angin nakal tersebut menggoda tubuh polos nya yang hanya di balut kaos putih dan hoodie coklat susu. Dalam hati ia mengumpat kesal karena malam ini suhu begitu rendah.

Kaki mungilnya melangkah pelan seolah terlihat sedang menarik sesuatu yang berat di belakangnya. Jalan gang kecil diantara rumah warga memantulkan bunyi gesekan sandal jepitnya dengan aspal. Di ujung jalan ada sebuah minimarket yang mana adalah tempat tujuannya. Sekiranya 2 menit lagi ia akan sampai di ujung jalan yang berlika-liku ini. Huff.. Dia menghembuskan napas pelannya setelah menggembungkan kedua pipi.

“Grrr...”

Terdengar suara kucing mengerang dari sebuah gang. Sunoo berhenti melangkah sambil memeluk badannya. Mata runcing nya melirik penuh waspada.

“Pus?” suara seseorang menggaung dari gang yang sama. Sunoo mengernyit aneh dan mulai melangkah ke belokan gang yang hanya berjarak 4 meter di depannya.

“Ya Tuhan, berdarah.”

Sunoo melengok ragu, menyembulkan kepalanya dari balik tembok batu hingga terlihat kedua matanya saja. Dalam penglihatannya, ia menangkap sesosok laki-laki yang masih memakai seragam SMA berjongkok di samping kucing yang mengerang kesakitan. Kondisi gang tersebut agak gelap, hanya disinari lampu temaram kuning di pinggir jalan. Karena minimnya pencahayaan, kedua matanya sampai menyipit.

“Kucing nya melahirkan!” laki-laki itu berseru kecil dan Sunoo tersentak. Ia langsung menghampiri nya karena terkejut.

“Mana! Mana!” Sunoo ikut heboh.

Laki-laki itu, ah, laki-laki tampan itu menatap Sunoo bingung. Alih-alih takut, Sunoo malah menggeser badan orang itu agak ke samping dan dia bisa leluasa melihat seekor kucing kampung hitam dan anak-anaknya yang baru lahir.

“Waah.. Lucu sekali..” binar matanya tak berbohong. Sunoo sangat menyukai kucing.

“Lo siapa?”

Kegiatan mengelus bulu kucingnya langsung terhenti. Sunoo lantas melihat pemuda itu dengan tatapan bahagia.

“Aku Sunoo! Aku suka kucing. Kamu siapa?”

“Sunghoon.”

“Hai Sunghoon! Salam kenal!”

“I-iya.” Sunoo tersenyum manis yang berhasil membuat kejutan meriah bagai bunga api di dadanya.

Laki-laki berponi bernama Sunghoon itu mendadak linglung. Tangannya mengusap tengkuk leher yang entah mengapa tiba-tiba menjadi hangat. Sedangkan mata nya tak lepas dari figur Sunoo yang sibuk mengelus, mengusap, sesekali memainkan tangan induk kucing.

Wajahnya panas.

“Oh iya, kucing ini mau kamu bawa pulang?”

Sunghoon menggeleng. Bergerak mendekati Sunoo.

“Gue nggak janji mau ambil kucing ini beserta anak-anaknya ke rumah. Karena adik gue alergi bulu kucing, dan mama gue paling anti sama kotoran dimana-mana.”

Penjelasan Sunghoon membuat Sunoo berpikir sejenak.

“Hm.. Bagaimana kalau kita rawat bersama? Kamu suka kucing,'kan?”

“Iya, gue suka kucing. Apa maksud lo bilang merawat bersama?” darah berdesir secara spontan, memanaskan beberapa titik bagian tubuh hingga jantung yang berdegup dua kali lebih cepat. Apa nih, maksudnya merawat bareng-bareng.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Random Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang