part 1

11 2 0
                                    

Kantin sekolah Gemilang tak  kunjung sepi juga oleh para pelanggan setianya.

Padahal jam dinding besar di tembok kantin telah menunjukkan pukul sepuluh lebih lima belas menit, yang artinya, bel masuk sudah berbunyi sejak sepuluh menit lalu.

Gavin bersama kawan setianya itu masih duduk manis di dekat jendela besar di sudut kantin.

"Yan, kira kira, Kanaya mau ga ya Ama gue?" Gumam Gavin, yang di balas oleh suara Ian yang ber "ha?" Ria.

"Budeg lo!?" Semprot Gavin.

"Gue ga budeg, tapi jarang korekin kuping" balas Ian santai.

"Serah lu, Yan." Gavin beranjak dari tempat duduk nya.

"Kemana Lo?" Tanya Ian.

"Bukan urusan Lo, Yan" Songong Gavin.

"Dih, Yan Yan Yan Yan, nama gue Abian. Yan Yan, Lo pikir gue Yanto!?" Teriak Ian tak terima.

"Gak usah teriak njir,gue gak budeg kaya Lo! Btw, Yanto nama kepsek kita"
Gavin mengelus kuping nya.

Sepertinya, dia sedang dalam perjalanan  ke kata "budeg" gara gara sahabat nya yang rada budeg itu.

"Oh iya anjir, gue lupa" lanjut Ian, menutup mulutnya.

"Udah budeg, pikun lagi..ampun dah.." gumam Gavin.

☘️☘️

"Thin,"
panggil Kanaya kepada sahabat nya yang sibuk membolak balikkan halaman buku bahasa Inggris itu.

"Apa?" Sahut Fathin.

"Kalo misal, Lo di deketin sama cowo, respon Lo gimana?" Selidik Kanaya, penasaran.

"Jauhin" jawab Fathin, singkat.

"Ih.. gue serius tau.." geram Kanaya.

"Gue juga serius"  balas Fathin dengan mata masih melekat pada kalimat simple present tense.

"Ih lo maah.." Kanaya menggoyangkan tangan Fathin.

"Lo ngapain nanya begitu si, Nay?! Kesambet lo?" Tanya Fathin curiga.

"Lo nya ngeselin. Gue lagi ngajak Lo ngomong,.. Lo nya malah nyuekin gue"
Kesal Kanaya.

"Iya iyaa.. sori. Ni dah selesai, mau ngomong apa Lo?" Fathin menutup buku tebal nya.

"Yang tadi dijawab dulu" kata Kanaya.

"Udah kan, jauhin. Itu jawaban gue" balas Fathin.

"Ooh, ga kasian gitu? Kan kasian, dia udah susah susah ngedeketin Lo, tapi ga Deket Deket gara gara lo malah ngejauh" kata Kanaya, mengelak.

"Emang ada yang mau deketin gue?" Tanya Fathin, yang membuat Kanaya terdiam.

"Malah diem, ada ga?" Ulang Fathin.

Kanaya mengangkat kedua bahunya,sebagai jawaban.
"Tapi pasti ada!" Tambahnya.

"Siapa?" Fathin kembali fokus dengan benda di depannya. Bukan buku bahasa Inggris, melainkan pulpen hitam yang sudah tak bertinta.

"Ngg.. Umar? Apa nggak, Fatur. Oh, Harris juga,ok ga si?" Kanaya sibuk mencari orang yang kira kira cocok dengan Fathin.

"Astaghfirullah, Nay. Jodoh itu ada di tangan Allah. Kita ga bisa nebak nebak siapa yang jadi pasangan kita. Bisa jadi, yang kita anggap cocok sama kita, ga cocok di mata Allah. Allah itu, tau yang cocok dan tepat buat kita. Jadi, tinggal kita menerima apa yang Allah berikan, dan bersyukur. Insyaa Allah, itu lebih baik, Nay." Ucapan Fathin berhasil membuat Kanaya kembali tercenung.

FathinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang