ACT IV

304 36 7
                                    


Hanbin datang, mengganti kausnya dengan jas hitam, memandangi rumah duka yang tinggi menjulang riuh penuh orang orang dan juga reporter, beberapa karangan bunga yang terjejer terasa menyesakkan, ia melepas sepatunya, mengedarkan pandangan ke sekelilingnya mencari sosok yang ia khawatirkan sekarang.



Itu Jinhwan, hanya diam menatap kosong beberapa tamu yang membungkuk padanya, tidak ada jejak tangis di wajahnya, bahkan seakan tengah menahan emosi... di sebelahnya yang Hanbin tahu, yang ia baca di berita, sosok Kim Jaewon, terlihat lebih banyak menangis histeris.


Hanbin menghela napas, ia sudah duduk cukup lama disitu namun benar benar masih ramai, Jinhwan sejak tadi tidak sedikitpun duduk, ia hanya berdiri menunduk, terkadang membalas bungkukan hormat tamu tamu yang datang, tak sekalipun makan maupun mengobrol dengan orang lain, bahkan Jaewon yang memegangi bahunya pun ia hindari. Hanbin masih saja duduk disitu mengamati Jinhwan, hingga jam bergulir sampai tengah malam, dimana sudah sepi, tamu yang datang pun sudah tidak ada, Jaewon yang sejak tadi menangis sudah dipulangkan sejak awal, lampu lorong rumah duka bahkan sudah dipadamkan. Hanbin beranjak, semoga saat ia kembali Jinhwan masih disini.






Benar saja, sosok itu masih berdiri mematung menatap pigura ayahnya yang dipenuhi peony putih. Hanbin menghampirinya dengan langkah pelan. Langkahnya di lantai kayu terdengar Jinhwan, lelaki itu menoleh, menatap Hanbin dengan tatapan lega.


"Aku minta maaf meninggalkanmu tiba-tiba kemarin..." bisik Jinhwan, Hanbin tersenyum, ia menarik Jinhwan untuk beranjak dari tempat itu, setidaknya berjalan keluar sebentar untuk menghirup udara segar, tidak dengan riuhnya tamu seperti tadi.


"Ah—"Kakinya nyeri, berjam jam berdiri tanpa duduk membuat Jinhwan menghentikan langkahnya saat digandeng Hanbin, Hanbin menatap Jinhwan khawatir dan berakhir tubuh itu berada dalam gendongannya.


"Aku tidak menerima protes..."bisik Hanbin saat Jinhwan sudah akan mengatakan sesuatu dengan ekspresi protesnya.






.




.


"Makanlah...aku tahu kau memang kesulitan untuk makan tapi setidaknya makanlah sedikit..."Hanbin menyodorkan plastiknya, kini mereka ada di halaman rumah duka, di bangku taman ditemani suara suara hewan malam.


Jinhwan menyunggingkan senyumnya, melihat onigiri dan susu pisang dalam plastik yang diberikan Hanbin, perlahan membuka bungkus onigiri itu pelan lalu memakannya perlahan, meski indra pengecapnya merasakan sedikit pahit ia tetap mengunyahnya perlahan. Mengingat saat awal pertemuan mereka dulu


"Kau tidak menangis..." ujar Hanbin, ia menoleh, menatap Jinhwan seksama, jemarinya tergerak lembut mengusap pipi Jinhwan pelan.


"Apa tidak apa apa?" Tanya Hanbin lagi, Jinhwan menghentikan kunyahannya.


Jinhwan tersenyum lalu menggeleng. Ia menghela nafas, rahangnya mengeras mengingat beberapa hari yang lalu, saat ia konsultasi dengan kuasa hukum ayahnya.


"peluk aku..." Jinhwan menoleh ke arah Hanbin, wajahnya kini tidak semuram tadi, sedikit senyum tersungging di bibirnya yang kini pucat. Hanbin terkekeh, membawa tubuh Jinhwan ke pelukannya, menepuk-nepuk punggung Jinhwan, membisikkan bahwa Jinhwan sudah bekerja sangat keras hari ini. Tak lupa membubuhkan kecupan di kepala Jinhwan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

▪️H U M M I N G ▪️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang