Cerita ini dimulai ketika Nathan Mahardika masih berusia 10 tahun.
***
Pagi hari di kediaman Mahardika. Seperti biasanya, 3 anak yang lahir di garis keturunan langsung akan dilatih dengan keras sampai mereka lulus di akademi. Latihan keras dan panjang itu harus mereka lalui selama 10 tahun. Secara rutin. Tapi waktu kukecil, aku selalu mencoba kabur dari pelatihan itu dan lebih memilih menikmati suasana desa di pagi hari, ya walaupun rencana kaburku itu tidak pernah berhasil.
"NATHAN! KAMU MAU KEMANA? WAKTUNYA LATIHAN!"
Suara Paman Heinry menggema diseluruh lorong rumah. Sejujurnya aku sudah takut sekali mendengarnya, tetapi akan lebih buruk kalau aku ikut latihan hari ini.
"HEY NATHAN! JIKA KAMU KABUR, PAMAN TAK AKAN MENGIZINKANMU BERMAIN KELUAR!"
Langkahku langsung berhenti, aku ngerem mendadak dan hampir menabrak pot bunga yang ada di depanku. Bisa gawat kalau aku tidak diizinkan bermain. Ah astaga, mengapa sulit sekali kabur dari Paman Heinry?
"NATHAN? KAMU MENDENGARKU KAN? CEPAT LATIHAN! JANGAN MEMBUANG BANYAK WAKTU." Paman Heinry kembali berteriak.
Aku langsung berbalik arah, menghirup udara sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya perlahan-lahan. Dengan langkah gontai, aku berjalan ke lapangan yang di khususkan untuk latihan. Lapangan yang cukup luas, dilengkapi dengan pelindung apabila kekuatan yang kami keluarkan tak terkontrol.
"Ayo Nathan, kita latihan."
Itu suara kakak tertuaku—Dhanurendra Mahardika. Diantara kedua kakakku, dia lah yang paling sering membuatku bertaubat dari sifat nakalku yang sering sekali melanggar peraturan. Kak Dhanurendra selalu mengerti perasaan dan bisa menebak tingkah lakuku, dia sangatlah peka. Mungkin itu salah satu tugas dari calon pemimpin keluarga Mahardika. Sekarang umurnya sudah 15 tahun, beberapa minggu lagi dia akan mengikuti ujian akademi dan mendapatkan ikat kepalanya. Aku selalu berdoa agar Kak Dhanurendra bisa lulus ujian mematikan itu.
"Iya, kak."
Aku berdiri disebelah Kak Dhanurendra yang sedari tadi tersenyum kepadaku.
"Sepertinya kita harus menerapkan sistem hukuman untuk latihan." Paman Heinry menatap tajam ke arahku, "Terutama untukmu, Nathan Mahardika. Hampir sebulan penuh kamu selalu berusaha kabur dari latihan ini. Apa yang membuatmu begitu memberontak?"
"Aku hanya ingin menikmati suasana pagi di desa, layaknya teman-temanku yang lain! Menyebalkan sekali, setiap pagi aku harus latihan!" Aku membalas tatapan tajam Paman Heinry, seperti akan mengajak dia untuk berdebat.
"Ingatlah tanggung jawabmu, Nathan. Sekarang umurmu sudah 10 tahun, itu artinya latihan untukmu lebih ketat dari sebelumnya."
"Tapi tetap saja aku ingin menikmati masa kecilku dengan bermain! Bukan berlatih."
"Tapi kamu adalah bagian dari keluarga Mahardika, Nathan. Kamu lebih spesial, dan tanggung jawabmu akan lebih besar."
"TAPI AKU JUGA ANAK KECIL PAMAN! MAU SE-SPESIAL APAPUN AKU!"
"BELAJARLAH DARI KAKAK-KAKAKMU, NATHAN!"
Setelah suara bentakan dari Paman Heinry, aku langsung terdiam. Ah aku lupa satu hal, dari dahulu aku memang berbeda dari kedua kakakku. Aku terlalu sering memberontak dan ingin hidup dengan caraku sendiri, tak ada yang boleh ikut campur. Berbeda dengan kakak-kakakku yang selalu mematuhi aturan, mengenyampingkan ego mereka, sehingga mereka begitu disayang oleh anggota keluarga.
"Nathan, untuk sekarang lakukan saja apa yang diminta Paman Heinry." Suara Kak Ravindra—kakak keduaku, langsung mengintrupsiku.
"Tch."
KAMU SEDANG MEMBACA
For You, Forever.
Teen FictionAku adalah putra ketiga dari klan paling dihormati di desa. Hidupku selalu dipenuhi kebahagian, dan kehangatan dari teman dan keluargaku. Tak ada sedikitpun yang kurang dari itu. Namun, suatu hari aku jatuh cinta kepada gadis yang aku temui pertama...