2

150 33 4
                                    

"Pada beberapa kasus, sulit untuk memulihkan bagian yang sudah terlanjur hancur. Pada saat itu kita gunakan kloning jaringan untuk..." Pria paruhbaya dengan rambut yang hampir memutih sepenuhnya melempar penghapus papan tulis mengenai pipi Maiki, siswa laki-laki yang sejak tadi kerasukan arwah cacing besar alaska.
"Tuan Piamor lebih baik mendengarkan dengan seksama atau aku akan mengebiri bebek peliharaannmu." Ancam Mr. Lodwig dengan muka garangnya yang mirip Donal Duck.

Vael yang duduk tepat di sebelah Maik, menatapnya dengan prihatin. Bibirnya terkulum dan bergetar menahan tawa berusaha tak menonjol. Namun nampaknya berusaha tak terlihat pun sia-sia untuknya.

"Nona Sann, anda juga disarankan mendengarkan, jangan lupa kalau anda masih seorang SISWA." Dalam kata-katanya pria itu begitu menekankan kata 'siswa'. Terlebih lagi tatapan meremehkan samar yang bisa Vael rasakan dengan nyata.

Cih.. Vael membencinya.

Sejak kejadian ia membalaskan dendam pada Bian dan satu akademi tahu bahwa ia pemilik elemen langka, tak hanya berakibat dengan hukuman skors selama 3 hari, imbas lainnya adalah banyak orang-orang yang mengincarnya, bahkan termasuk profesor pengajar. Salah satunya pria ini.

Ia cuma memutar bola matanya malas lalu memainkan ujung rambut panjangnya yang hari ini ia ikat ekor kuda. Sudut bibirnya terangkat diikuti tatapan tajamnya yang terkesan meremehkan.

"Tentu saja aku siswa, kalau aku seorang sarjana sihir aku akan menggantikanmu berdiri di sana."

Pria itu naik darah, melempar penghapus papan tulis tepat mengenai dahi Vael, membuat anak itu mengaduh tapi nyengir bangga. Mana mungkin mulut tajamnya kalah diadu.

"Pergi ke ruang tata tertib dan catat perilaku tak sopanmu! 20 poin!"

Vael tertawa kecil mengusap dahinya yang agak kotor dan berjalan menuju pintu keluar sambil bergumam. "Pak tua, aku tak melakukan apapun." Ujarnya lalu mengedipkan sebelah matanya.

Punggungnya menghilang di balik pintu, meninggalkan ratapan terkejut Mr. Lodwig yang segan ingin membunuh.

***

Ruang tata tertib? Vael yang patuh ini tentu saja tak akan langsung kesana, menurutnya belum lengkap jika ia belum menyumbang ke Nyonya Edwin (penjaga kantin) sambil membawa Croissant hangat yang baru keluar dari panggangan. Ia berjalan dengan santai di koridor sekolah, memamerkan jajan harum hangat yang ia bawa, setidaknya sampai ia bertemu Mr. Lugi yang sedang berjalan menuju kantin dengan mangkuk kosong yang kotor.

"Oh.. Vael. Kebetulan sekali, Mr. Lodwig bilang kau harusnya dapat poin di kantorku."

Pria muda itu tersenyum canggung, lalu satu tangannya memperbaiki kacamata half frame yang agak melorot di pangkal hidungnya.

Vael tersenyum kikuk, tertangkap basah staf pengajar di lorong tentu bukan kabar baik.
"Aku sedang dalam perjalanan."

Pria itu mengangkat satu alisnya, menunjuk ke arah seberang.

"Kantorku di utara Nona Sann."

Vael pura-pura sedih, "anda bisa berpura-pura tak melihatku sampai kue ku habis dan aku akan tutup mata seolah tak pernah melihat guru tata tertib pergi ke kantin di jam kerja."

Lugi tertawa garing lalu menyodorkan telapak tangannya, "yah deal, cukup aku, kau dan Tuhan.." ia lalu melirik cctv di ujung langit-langit, ".. dan Mr. Sain yang tau."

Menyambut uluran tangan guru muda itu, Vael lalu ikut melirik kamera,  melambaikan tangannya ke arah kamera sambil tersenyum.

Di sisi lain, pria yang duduk di ruang pemantauan tengah sibuk memakan roti dan minum kopi sambil sesekali melirik layar besar pengawasan. Ketika melihat dua orang bodoh yang tengah kongkalikong di koridor gedung tua ia berpura-pura tak melihat, lalu melanjutkan membaca koran di tangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Smile BrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang