Assalamualaikum...
Jangan lupa follow dan tinggalin jejak🤗
Happy reading
Typo bertebaran!•
•
•
•"Assalamualaikum!"
Mirza berbalik dan mendapati Kyai Hasan tengah bertender diambang pintu kamarnya.
"Ada apa?" tanya Mirza seketika.
"Ikut dengan saya sebentar!" pinta Kyai Hasan.
Raut wajah yang membingunkan berhasil ia tampilkan. Mirza berjalan mengikuti Kyai Hasan dari belakang. Entah apa tujuan dan maksudnya, kemana dia dibawa, dan masih banyak lagi pertanyaan muncul diotak nya.
Pria itu menautkan kedua alisnya saat berjalan menghampiri beberapa kumpulan orang didepan Musholla. Ada apa ini? Bahkan teman-temannya pun berada disana, berdiri seperti orang yang dihakimi.
"Ada apa ini?" tanya Mirza.
Tak ada sahutan sama sekali atas pertanyaannya tersebut. Mirza menatap keempat temannya yang juga sama bingunnya.
"Saya mengumpulkan kalian berlima untuk memberitahukan sesuatu." Mendengar pernyataan tersebut, Mirza beralih menatap Kyai Hasan yang berbicara tadi.
"Karena kalian sudah masuk dipesantren ini maka, kalian wajib mentaati aturan yang berlaku disini!"
Keluarlah setiap aturan yang berlaku di Pesantren dari mulut sang pemilik Pondok. Kyai Hasan terus mengungkapkan setiap katanya kemudian menjelaskan apa saja yang akan dilakukan oleh seorang santri. Mulai dari sholat lima waktu, mengaji, puasa, tahajjud, dan semuanya ia ungkapkan, dari kegiatan subuh sampai malam bertemu subuh lagi.
Lantas bagaimana ekspresi kelima pria itu?
Mereka melongo tanpa mengedipkan mata!
Ungkapan yang begitu panjang dari Kyai Hasan membuat kelima pria yang dari tadi mendengarkannya hanya diam. Sebanyak itu? Apakah kegiatan itu harus mereka lakukan semuanya? Dari pagi sampai bertemu pagi lagi mereka hanya melakukan itu?
"Kalau kita melakukan itu semua, kapan tidurnya?" elak Sergio.
"Setelah sahalat Isya, kau boleh tidur. Tapi, harus bangun jam tiga untuk melakukan shalat Tahajjud." Raihan menimpal.
"Kalau gak lakuin itu semua, apakah ada hukumannya?" kali ini, Raden yang bertanya.
"Pasti ada!" jawab Ustadz Mahmud.
"Tapi gak ada paksaan, 'kan?" sahut Mirza.
Raihan hendak menyela, tapi Kyai Hasan segera menyadarkannya agar tidak berkata apapun.
"Gue paling benci jika seseorang mengatur hidup gue." Jelas Mirza mengatakan itu untuk merujuk pada Raihan.
Merasa tak ada lagi yang harus dibicarakan, Mirza menatap keempat temannya agar beranjak dari sana. Kyai Hasan tak menghentikan mereka, ia menghempaskan napasnya begitu pelan sampai tak ada yang tau bahwa pria baya itu tengah mengkhawatirkan sesuatu.
Pandangan matanya lurus menatap punggung Mirza yang kian menjauh. Matanya seakan ingin bergelinang air mata, entah mengapa ada perasaan sedih setiap kali melihat Mirza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Santri
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [ON GOING] Belum di revisi Pria dengan kopiah hitam dikepalanya yang sedikit miring tengah memandang satu bangunan yang cukup besar di hadapannya. Sarung yang tadinya ia pakai kini berada dilehernya dan bergelantungan bebas...