Angin berhembus dengan lembut, di sertai tawa anak anak yang sedang bermain.
Tenang, jungoo menyukai suasana perdesaan.
Jungoo sedikit kewalahan membawa semua pakaian dan aset aset berharganya.
Tempat yang ia tuju adalah
Rumah sakit.
Pria paruh baya kini tengah terdampar lemas di ranjang rumah sakit, beberapa selang menempel di badannya.
Jungoo menarik nafas, membuka pintu pelan, membawa semua barangnya masuk.
"Kakek."
Yang di panggil pun menoleh ke arah cucu kesayangannya.
"Sudah ku bilang, jangan bawa bunga lagi, aku belum mati tahu!" cerewet sang kakek pada jungoo.
"Ini untuk para perawat, jangan kepedean."
Selesai menata barang, jungoo segera mengisi vas kecil dan memberinya bunga, bunga snowdrop yang arti nya harapan dan kebahagiaan.
Jungoo ingin kakek satu satunya ini tetap menemaninya.
"Jungoo.."
"Ya?" Sahut goo sambil membereskan plastik yang berserakan.
"Kau harapanku satu satunya, kakek yakin jungoo bisa tanpa kakek, kan?" senyum tipis kini terukir di wajah keriput tipis milik kakeknya.
"Kenapa tiba-tiba?" Tanya jungoo, sambil menunduk.
"Umur kakek tidak akan panjang, sedangkan kau masih seorang pelajar."
"Dasar, takdir tak ada yang tahu." Jungoo perlahan mengusap sudut matanya yang mulai meneteskan air mata.
"Haha, kau ini. Seorang pria itu harus meninggal dengan keren, tahu?" Bangga sang kakek.
"Iya ya." Balas goo dengan senyum tipis.
Sang kakek memalingkan wajahnya, menumpu tangan kirinya menjadikan bantal kepala.
Jungoo menarik nafas pelan.
"Kakek sudah makan?"
Sunyi.
Kakek tidak menyahut, apa dia tertidur?
Jungoo mengecek sang kakek.
"Huff."
tringg tringg
"Dengan perawat disini, ada yang bisa saya bantu?"
"Halo, saya keluarga kim, kamar 203" Tahan jungoo.
"Ada perlu apa, tuan kim?" Tanya sang perawat.
"Kakek.."
"Meninggal." Sambung goo.
Tut.
Panggilan di tutup.Jungoo mati rasa, baru pertama kali ia kehilangan sosok yang di sayanginya.
"hhhh.. Ternyata sesak." Isak jungoo menahan tangis.
"Tuan kim, tolong isi formulir kematian nya." Sopan staff perawat.
Jungoo menandatangani formulir nya.
Selama kremasi hingga akhir, jungoo tidak memperlihatkan emosinya.
Jungoo kembali masuk ke sekolah, ia tetap menjadi jungoo yang biasa kita kenal, kehilangan satu dua keluarga tak masalah.
"Biaya makan ku tinggal sedikit, apa aku kerja sambilan saja ya?" Gumam goo.
Ya, sudah jam pulang.
"hey bro, wassap." Sapa gaul yohan.
Seong yohan adalah satu satunya teman yang mendekati jungoo bukan karena uang, tetapi karena nyaman.
"iwir ya, buat kakek lo, yg kuat broh" senyum yohan di sertai tepukan di bahu jungoo.
"Ya.. Makasih."
"Bedewe, iwir apaan?" bingung goo.
"Innalillahi wa Inailaihi roji'un, AWOKAWOKAWOK" yohan memang prik, tapi jungoo senang mempunyai teman sepertinya.
"Yohan, aku lagi butuh kerja sambilan." Sedih goo.
"Oh? Diba-diba amad (ah? Tiba-tiba amat)." Sahut yohan sambil mengunyah corndog yang ia beli di jalan.
"Uang jajan ku berkurang."
"Jadi penjoki aja."
"Lo bosen hidup?"
"Bercanda, lagian mana ada yang mau nerima pelajar, kalo ada juga pasti gaji nya dikit."
"Huft, yaudah lah, rumahku deket dari sini, aku duluan." Pamit goo.
Bete, galau, lemes dan letoy.
Kini yang di rasakan jungoo cuma kalimat di atas.
Jungoo lelah, ia ingin mandi lalu rebahan santuy di kasur kesayangannya.
"Wah ada kucing!" Kagum goo saat bertemu kucing ras anggora yang sedang berkeliaran.
Tatapan goo teralih pada poster yang menempel pada jendela cafe kecil.
"A-APA??!!!"
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE | HIATUS | [Jonggun X Jungoo]
FanfictionPark jonggun, putra dari CEO perusahaan ternama dan terbesar di Korea Selatan. Terkenal karena kekejamannya yang tak main-main. Siapa sangka ia bertemu dengan kim jungoo yang lugu di karaoke bar? Hati jonggun berdebar saat bersamanya, apakah itu...