-Unus-

438 37 8
                                    

°°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°°

Mata legam arang terpaku menatap garis imajiner oranye yang menyusup di antara celah-celah jalur udara. Kilau itu mendekap erat tubuh lanjainya seraya memberi asa terakhir dari sang baskara yang akan berpulang. Namun, gulita telah memangsa sang kilau dan kegelapan melingkupi ruangan putih tersebut. Sekali lagi rasa hangat pergi. Sekali lagi bersua dengan sunyi. Dan malam panjang baru saja dimulai.

"Sial, adam ijano ih¹." Tubuh jangkung beranjak dari kasur besar yang terletak di tengah ruangan. Langkahnya tidak solid, terhuyung-huyung hingga kepala membentur keras objek di depan. Ia meringis, aroma anyir merangsang hidung.

Tetesan darah mengenai permukaan kulit tidak dihiraukan. Justru ia tergelak keras setelah meraba benda di hadapannya. "Hanya sebuah kaca, kaca ...." Tangan dikepal kuat, dada yang lenggang mendadak dipenuhi letupan emosi. Kemudian, satu pukulan kencang diluncurkan. Kepingan rapuh nan tipis berhamburan diikuti raungan memilukan.

Ia terus memukul, melampiaskan gejolak rasa di kepala. "Aku bukan hewan atau monster! Penyakitku tidak berbahaya, bukan? Lantas kenapa kalian masih mengurungku!"

Saat itu juga binar lampu merembet cepat menerangi seisi ruangan. Pintu perak dibuka paksa. Sosok pria dan wanita bergegas mendekati pemuda tersebut dan menjauhkannya dari cermin retak.

Perona pipi si wanita kian memerah seiring amarah memuncak. Bercekak pinggang, menatap sinis pemuda berlumuran darah. "Yibo, lihatlah perbuatanmu! Kamu mau mati muda? Aku sudah katakan kendalikan dirimu!"

Yibo terkekeh sambil menopang dagu. Kantung mata menghiasi wajah oval nan kurus. Tak lupa seulas senyum sekaku ranting musim dingin ditorehkan. "Kalian tidak pernah memahamiku," sekilas melirik ke arah pria berjas putih, "sebab kalian tidak memahami asal amarahku. Setiap hari aku berusaha keluar, tetapi kalian selalu menghalangi."

Terus-menerus terjebak di sini membuat perasaan Yibo naik turun. Ia tidak tahu sudah berapa lama mendekam. Yang pasti perubahan waktu hanya bisa dirasakan melalui pergerakan cahaya matahari di area ventilasi udara. Dan Yibo kian rindu dengan wangi rerumputan, rindu menjejakkan kaki di tanah dan leluasa berlarian. Ya, kebebasanlah yang selama ini dicari.

"Yibo." Lelaki jas putih membuka suara. "Saya dan Xuan Lu melarangmu melakukan hal nekat sebab kau sangat berharga bagi kami. Jadi, tolong jangan bertindak gegabah," bujuknya sambil mengobati luka di area kepala juga tangan Yibo.

Xuan Lu menghela napas. Ia menepuk-nepuk pundak Yibo. "Kalau kamu membutuhkan aku atau Soo Hyuk tekan saja belnya." Ditunjuklah saklar kecil di pinggir kasur. "Sekarang tetap diam dan jangan membuat ulah. Soo Hyuk akan memeriksa kondisimu."

Jarum-jarum suntik berbaris rapih siap menusuk kulit lawan. Cairan bening emas menetes dari ujung jarum. Soo Hyuk---sang dokter mulai melakukan pekerjaannya. Tiga kali suntikan cukup membuat Yibo banjir keringat.

"Saya sudah memberikan semua pertolongan padanya. Termasuk memasangkan perban di kepala dan tangan kanannya." Soo Hyuk berjalan mendekati area pintu setelah menyelesaikan tugasnya.

"Baiklah, Anda boleh pergi dokter," titah Xuan Lu.

Kini, keheningan memeluk mereka berdua.

"Yibo, kami tidak berniat menghalangimu. Namun, keluarga kita akan murka jika kamu pergi dari sini." Xuan Lu menatap sayang pemuda yang merupakan adik sepupu. "Aku menyayangimu karena itulah aku di sini bersama Dokter Soo Hyuk."

Embusan napas kasar terdengar. Yibo mengatupkan bibir kuat-kuat. Tenggorokannya dicekik udara, sukar untuk berbicara. Penjelasan Xuan Lu dan Soo Hyuk sama sekali tidak membantunya.

Xuan Lu memijat pangkal hidung. Susah sekali mengobrol dengan orang sakit. "Penyakitmu akan sembuh. Setelah itu kamu bisa ... tidak usah risau. Akan kupastikan ragamu pulih seratus persen!"

Pembicaraan berakhir ketika Xuan Lu pergi ke luar ruangan. Pada saat itulah Yibo memaki tindakan dua orang itu. Meninju bantal dan berhenti ketika kepalanya pening.

"Tidak, sama sekali tidak berguna! Aku membenci diriku juga mereka," Yibo menatap langit-langit kamar setelah berucap demikian.

Harus sampai kapan ia menanti kebebasan? Kenapa keluarganya tega mengurungnya? Apa salah dirinya?

.
.
.

"Wir dürfen nicht zulassen, dass Emotionen ihn übernehmen er. Es wird für uns katastrophal sein!²" seru wanita bergincu merah. Binar matanya tampak buram oleh rasa kesal. "Kamu harus melakukan sesuatu, Soo Hyuk!"

Langkahnya terhenti. Menoleh ke samping lalu sekejap mata tangannya mencekik kuat leher wanita itu. "Iasuru!³" bentak Soo Hyuk. "Lebih baik tutup mulutmu!"

Dihempaskanlah tubuh mungil si wanita hingga membentur lantai. Soo Hyuk mengerling tajam seraya berucap, "Kalau mau berguna maka lakukanlah titah ini, Xuan Lu. Dirimulah yang menyebabkan emosi Yibo kita tidak stabil."

Melalui tatapan mata Xuan Lu bisa merasakan jika lelaki di hadapannya benar-benar dikuasai amarah.

"Akan kulakukan perintahmu," balasnya patuh.

Surreptitious [Zhanyi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang