34. Udah Deket, Udah Berani.

3.2K 396 47
                                    

Haidar tidak bisa tidur. Rasanya sudah lewat satu jam ia memunggungi Rian. Si kakak kelas mungkin sudah tidur sebab tidak memulai percakapan apa-apa. Beberapa kali tidur satu kasur dengan Rian membuat Haidar tahu kebiasaan lelaki itu. Dia sering bercerita sebelum benar-benar terlelap. Walaupun setiap selesai membahas satu topik Rian langsung berkata, "udah yuk, tidur."

Merasa pegal karena berada di posisi yang sama, Haidar berputar untuk menghadap ke arah Rian. Dia bergeser maju untuk melihat wajah pujaan hatinya lebih dekat. Walaupun pencahayaan di kamar sangat minim, tapi mata Haidar masih bisa menangkap lekukan wajah yang lebih tua. Si gemini mengeratkan pelukan pada guling seiring detak jantung yang meningkat.

Sibuk memperhatikan, Haidar dibuat kaget karena mata Rian tiba-tiba terbuka. Membuat Haidar segera bergeser pelan untuk menjauh.

"Loh, masih bangun?"

"Hm, iya."

Haidar perhatikan kakak kelasnya bergerak merubah posisi tidur jadi telentang.

Tangan Rian bergerak untuk mengusap rambut Haidar. Dia kembali memejamkan mata sambil sedikit bergumam.

"Abang tidur?"

Rian tidak langsung menjawab. Dia menepuk-nepuk pelan kepala adik kelasnya terlebih dahulu.

"Iya. Tidur gih dek, besok sekolah."

Haidar kecewa saat tangan Rian dijauhkan dari kepalanya. Mungkin karena sudah merasa akrab, Haidar tidak malu saat kembali menarik tangan Rian lalu meletakkannya di atas kepala. Dia bahkan bergeser untuk berbaring lebih dekat dengan si abang.

"Bang, usap lagi."

Rian tertawa pelan. Dia merubah posisi jadi menyamping lalu mendekat untuk memeluk Haidar, tidak erat karena terhalang guling. Rian mengusap kepala yang lebih muda, sesekali menyisir helaian rambut Haidar yang terasa mulai panjang.

"Besok kita potong rambut ya."

Haidar tersenyum. Dia merapatkan posisi kepalanya ke arah leher Rian, menghirup aroma si kakak kelas dalam-dalam. Haidar selalu suka aroma segar khas milik Rian.

 Haidar selalu suka aroma segar khas milik Rian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat siang! Abang Mara~." Jericho menahan salah satu teman Maraka untuk merebut kursi di sebelah si kakak kelas. "Makan siang apa nih?" tanyanya sembari menumpukan tangan di atas meja.

"Yaelah Jeri! Hampir aja lo kesiram kuah soto. Untung gue kuat. Coba kalau kaga, habis badan lo melepuh semua." protes Hendra; teman sekelas sekaligus sahabat Maraka sejak kelas sepuluh. Salah satu informan terbaik kepercayaan Jeri kalau butuh kabar terbaru tentang Mara.

Jeri yang diomeli terkekeh. Dia lihat kakak kelasnya mengambil kursi di depan mereka sebelum kembali mengalihkan fokus ke Mara. Pemuda itu masih fokus makan, bertingkah seolah tidak ada Jeri di sebelahnya. Melihat Mara yang begitu malah membuat Jeri tersenyum, dia topang dagunya menggunakan tangan dengan siku bertumpu di atas meja.

BANG RIAN [renhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang