Albert terbangun malam itu, dadanya terasa teramat sesak hingga membuatnya mengeluarkan keringat dingin.
"Mimpi buruk apa ini?" Gumamnya.
Ia bangkit dari tempat tidur yang terkesan kuno itu perlahan. Berjalan menuju dapur untuk sekedar meminum air sebelum ia akan kembali untuk melanjutkan istirahatnya.
Di meja makan, netra emeraldnya menangkap sosok yang yang tak asing baginya.
Fred tengah duduk termangu disana, menatap meja malan kosong dengan tatapan mata yang kosong pula.
"Fred? Kau terbangun?" Tanya Albert.
Tidak ada sahutan.
"Fred!?" Albert menggoyang bahu Fred sedikit, anak 19 tahun itu tersentak kaget.
"Ah! Tuan Albert? Apa yang Anda cari ditengah malam seperti ini?"
"Aku terbangun tiba-tiba karena hanya mimpi buruk, aku mau mengambil air minum lalu aku akan kembali naik keatas." Albert melangkahkan kakinya ke dekat westafel dan menuangkan air dari dalam teko. "Kau harus segera istirahat lagi, Fred. Kita akan survey perkebunan besok pagi ditemani oleh Pak Jatmiko."
Albert menoleh, tapi netranya mendapati Fred tidak lagi duduk di kursi meja makan dibelakangnya. Tanpa berpikir lebih dalam, Albert berbalik lagi menghadap ke westafel.
"ASTAGA!" Dirinya tersentak kaget sampai menumpahkan air minumnya sesaat setelah melihat bayangan Fred disampingnya yang terpantul di kaca jendela.
Fred tak mengatakan sepatah kata apapun sembari meletakkan gelas yang baru ia pakai. Netra kelamnya menatap Albert sembari mengangguk pertanda ia akan kembali ke kamarnya.
Albert hanya menghela napas. "Kurasa aku masih terlalu kelelahan dan jetlag selama penerbangan kemarin."
.
.
.
Pagi berikutnya, Albert bangun terlambat dari jadwal yang sudah ditentukan sebelumnya. Ia sama sekali tak mendengar suara alarm yang ia nyalakan di ponselnya. Ia berjalan terburu-buru sembari membetulkan pakaiannya. Terdengar hiruk pikuk di dalam dapur pagi itu.
"Kenapa ramai sekali? Kenapa pula tidak ada salah satu dari kalian yang membangunkanku hari ini, aku sangat terlambat?"
Louis mengadu. "Kami jadi ramai karena aku mencium aroma bangkai yang sangat busuk di dapur ini tapi banyak dari mereka yang tidak percaya bahkan mereka tidak mencium aroma apapun selain aroma roti panggang yang kubuat."
"Hei, kami serius Louis. Kami tak mencium aroma bangkai dari sudut manapun." Jawab Moran.
Albert mengendus-endus. "Aku juga tak mencium aroma bangkai Louis. Kurasa kau hanya mengada-ada."
"Kak! Aku ser–" Kalimat Louis terhenti setelah aroma bangkai itu hilang. "Kenapa aroma bangkainya hilang secara tiba-tiba?"
"Louis, kau hanya terlalu kelelahan dan terlalu memaksakan diri." Ujar Wiliam.
Netra Albert mengedar dan menemukan Fred baru saja keluar dari dalam bilik kamarnya. "Kau baru bangun tidur, Fred? Ini sudah jam berapa? Apa kau begadang semalam setelah duduk termangu di meja makan?"
"Apa?" Fred bertanya-tanya. "Tapi saya sama sekali tidak keluar kamar semalam. Saya kelelahan dan memutuskan untuk istirahat lebih dulu. Saya sudah bangun sejak pukul 5 pagi tadi."
"Jangan bercanda, Fred. Aku bahkan mengobrol denganmu semalam dimeja makan sini."
"Tapi saya bersumpah kalau saya tidak keluar kamar semalam."
KAMU SEDANG MEMBACA
"SEWIDAK"
Short StoryIni hanyalah sepenggal kisah Keluarga Moriarty yang penuh dengan misteri di Tanah Jawa, ketika rasa percaya dan tidak percaya bersatu padu dalam benak mereka. ⚠️ NOTE ⚠️ CERITA INI MERUPAKAN SEBUAH IDE DARI FILM KKN DI DESA PENARI YANG AUTHOR GUBAH...