SORE MENGHILANG, MALAM telah datang. Manik safir memandang awan gelap di cakrawala. Kanopi alam telah berganti warna, tak lagi terang dan menusuk mata.
Naruto menumpukan tangan pada dinding rendah di hadapannya. Dia menarik napas dalam, merasakan segar taman kantor yang terlindungi dari polusi udara kota. Setelan kerjanya tampak lusuh. Blouse kecokelatan tak lagi tersemat di dalam rok. Dua kancing atasnya terbuka. Lengan panjangnya terlipat hingga siku. Dia menarik napas pelan ketika teringat kekacauan tadi siang. Kepalanya mendadak pening.
Telapak tangan terulur untuk merogoh saku. Naruto mengeluarkan sekotak rokok. Dia mengambil satu batang, hanya untuk menyadari bahwa dia tak membawa pematik api.
Kepalanya berdenyut oleh rasa kesal. Pada akhirnya, dia hanya menggenggam batang rokok itu. Kedua tangan terlipat, menumpu pada dinding pagar. Dia menunduk dan menyembunyikan kepalanya di balik lipatan tangan.
Embusan angin menerpa kulit, menimbulkan remang hingga ke dalam pakaian. Pertengkaran hebat itu masih terngiang di kepalanya. Pecahan barang, tamparan, hingga pukulan kasar yang membuat seseorang jatuh terjengkang. Di tengah perseteruan itu, dia hanya bisa berdiri di sana, menyaksikan tanpa bisa mengambil langkah untuk pergi.
Dari semua kekacauan, mengapa dia harus menyaksikan pertengkaran keluarga orang lain?
Naruto meremas lengannya sendiri. Dia menarik napas pelan, kemudian mengerjap. Embusan asap rokok langsung dikenalinya. Naruto sontak menegakkan diri. Dia menoleh untuk mencari sumber asap tersebut. Keningnya mengernyit saat melihat bayangan seorang pria di balik pepohonan kecil. Ketika dapat melihat dengan jelas, Naruto sontak bertanya, "Boleh kupinjam pematik apimu, Sir?"
Taman kantor memang dilengkapi banyak lampu. Walau begitu, posisinya berada cukup jauh dari penerangan itu. Sosok yang dipanggilnya melangkah maju. Kini Naruto bisa melihatnya dengan jelas, mendapati seorang pria tinggi nan gagah yang berdiri di bawah remang cahaya. Tubuhnya sangat maskulin, tercetak sempurna di balik jas kelabu yang dipakainya. Naruto mengalihkan pandangan ke atas, menilik wajah tegas dan rupawan seorang pria dewasa.
Mata hitam itu memandangnya-pandangan lurus dan tajam, seolah menelanjangi.
Caranya memandang, yang begitu meremehkan, mulai menggelitik emosi Naruto. Dia mengatupkan mulut, hingga aroma tajam itu menerpa indra penciumnya. Sesaat, dia tak bisa bergerak. Kulitnya memanas, telapak kakinya lemas. Feromon sintetis yang terkandung pada banyak parfum pria tidaklah sekuat ini.
Naruto langsung tersadar pada identitas sosok di hadapannya.
Hanya ada dua kata yang sekarang bernaung dalam kepala.
Alpha dominan.
Naruto tidak akan salah mengenalinya.
Embusan asap rokok berhasil menyelamatkannya sebelum dia jatuh di atas kedua lulutnya sendiri.
Pria asing itu sengaja mengembuskan asap rokok ke arahnya.
Naruto mengibaskan tangan, mencoba mengalihkan asap yang menyerang. Detik berikutnya, dia menunduk, mendapati pematik api yang baru saja dilemparkan. Logam persegi itu mendarat di depan high heels yang dia pakai.
Seolah seluruh kejadian seminggu ini belum cukup menguji kesabarannya ....
Bajingan berengsek, gumam batin Naruto.
Dia menunduk untuk mengambil korek api tersebut. Pematik dinyalakan, dia mengisap rokok miliknya sendiri dan balik mengembuskan asap rokok kepada pria asing itu. Selagi memandangnya, Naruto kembali melemparkan pematik api, mengembalikannya kepada si pemilik. Benda itu sama-sama jatuh di depan sepatu si pria asing, diikuti oleh suara gelenting tiga buah koin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated String (Fanfiction)
Fanfiction[ R-18 ] Menjadi perempuan sudah cukup sulit, apalagi menjadi perempuan yang juga merupakan omega. Tatanan dunia baru telah menghilangkan klasifikasi jenis kelamin. Kini gender seseorang dikelompokkan menjadi alpha, beta, dan omega. Naruto Uzumaki...