Four

222 20 13
                                    

Setelah bermenit-menit berada di kamar Jaemin, tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit. Tidak ada yang spesial sih, Jeno cuman diem doang nggak ngapa-ngapain sedangkan Jaemin kembali melanjutkan belajarnya.

"Ekhem. Jaemin?"

Si empu yang merasa namanya terpanggil menolehkan kepala, menatap sang lawan bicara dengan kening sedikit mengernyit.

"Itu... Anu... Aku..."

"Kenapa Jeno?"

"Aku mau nanya." ucap Jeno, lalu ia melanjutkan kalimatnya. "Figura itu, kamu... Dengan siapa?" tanyanya dengan menunjuk figura yang ia maksud.

Jaemin menaikkan sebelah alisnya, "Maksud kamu? Orang yang di samping aku?"

Jeno reflek menganggukkan kepalanya.

"Ohhhh. Kalau kata Bunda, itu teman kecil aku. Itu kenangan terakhir aku sama dia sebelum dia pindah." Jaemin menatap figura itu, kemudian sebelah tangannya meraih benda tersebut. Lelaki manis itu tersenyum lebar. "Rasanya sudah lama sekali, bahkan kami sudah lama tidak berkomunikasi. Sebelum pindah, dia berjanji padaku."

Jeno kembali bertanya, "Apa janjinya?"

"Dia berjanji akan hidup bersamaku ketika sudah besar nanti. Seperti Ayah dan Bunda-ku juga seperti Papa dan Mama-nya. Kau tau kan maksudku?" Jaemin kembali meletakkan figura tersebut ke tempat asalnya. Lalu memandang Jeno. "Tapi aku tidak berharap banyak dengan janji anak kecil yang masih berusia 4 tahun. Buktinya, sampai sekarang juga ia tidak pernah mendatangiku. Maksudku, jika memang tidak ingat dengan janjinya, setidaknya ia menemuiku walau hanya sekedar menanyakan bagaimana kabarku selama ini."

Raut wajah Jeno yang terlihat tidak biasa itu disadari oleh Jaemin. Jeno yang sedari tadi menatap ke arah bawah, kini ia menatap tepat ke arah mata lawan bicaranya.

"Apakah sebelum itu dia mengecup pipimu? Lalu mengelus kepalamu?" Jaemin terlihat ingin menimpali pertanyaan Jeno namun Jeno lebih cepat melanjutkan. "Apakah dia memanggilmu, 'Nana'?"

• • •

"Nana, sudah ya, jangan nangis lagi."

Terlihat si bocah yang lebih tinggi itu mengelus kepala bocah yang lebih pendek darinya. Bocah tinggi itu tersenyum teduh pada bocah pendek di hadapannya. "Aku tidak akan kemana-mana, Nana. Aku akan kembali lagi tinggal bersamamu di sini."

Bocah pendek itu mengusap lelehan air mata yang membanjiri pipinya hingga ke dagu. "Tidak bohong?"

"Tidak." Lalu kembali melanjutkan. "Kita akan tinggal satu rumah ketika aku telah datang kembali ke sini. Kita akan seperti Papa dan Mama-ku juga seperti Ayah dan Bunda-mu. Aku berjanji untuk hal itu."

Para orang tua kedua bocah itu hanya terdiam sambil tersenyum lebar satu sama lain menyaksikan kegemasan anak-anak mereka.

Bocah pendek itu mengulurkan jari kelingking di tangan kanannya, kemudian mencicit kecil, "Janji?" Bocah tinggi di hadapannya pun semakin tersenyum lebar melihat kegemasan bocah pendek itu. Sebelum ia menautkan jari kelingking-nya di tangan kecil si bocah pendek, ia tanpa aba-aba mencium pipi si bocah lalu mengusap kepala anak di hadapannya, baru tangannya bergerak maju untuk menautkan jari kelingking keduanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CRAZY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang